Fenomena Atmosfer Picu Curah Hujan Tinggi di Sejumlah Daerah
Curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi terjadi selama sepekan ke depan. Kondisi ini disebabkan oleh masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski telah memasuki musim kemarau, sejumlah daerah di Indonesia diperkirakan masih akan mengalami curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat selama sepekan ke depan. Curah hujan ini disebabkan oleh masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi terjadi selama sepekan ke depan. Bahkan, curah hujan ini berpotensi mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto dalam keterangan pers, Senin (18/7/2022), menjelaskan, masih adanya potensi hujan ini disebabkan beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan, seperti La Nina. Pada Juli ini, BMKG mengidentifikasi La Nina masih cukup aktif dengan kategori lemah.
Menurut Guswanto, kondisi La Nina yang masih aktif turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia. Selain itu, fenomena dipole mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh dalam memicu peningkatan curah hujan, terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
Sementara dalam skala regional terdapat beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan. Fenomena itu di antaranya madden jullian oscillation (MJO), gelombang kelvin, dan gelombang rossby yang terjadi pada periode yang sama.
”Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin di sekitar Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut. Ini juga didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer,” ujarnya.
Adanya sejumlah fenomena atmosfer tersebut kemudian memicu terjadi dinamika cuaca. Dampak fenomena ini ialah sebagian besar wilayah Indonesia masih berpotensi turun hujan meskipun telah memasuki musim kemarau.
Khusus untuk wilayah Jabodetabek, BMKG menyebut masih perlu diwaspadai potensi hujan sedang hingga lebat yang disertai kilat atau petir dan angin kencang.
BMKG mencatat, wilayah yang masih berpotensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat ialah Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Sementara wilayah dengan potensi hujan ringan hingga sedang antara lain Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan mayoritas Kalimantan.
Berdasarkan analisis kewaspadaan banjir, curah hujan tinggi dengan intensitas lebih dari 150 milimeter per dasarian selama 11-20 Juli 2022 diperkirakan terjadi di wilayah Maluku, Sulawesi Selatan, Papua Barat, dan Papua. Daerah di Maluku yang berstatus Awas terdapat potensi banjir, di antaranya Kota Ambon, Kabupaten Buru Selatan, dan Maluku Tengah.
Khusus untuk wilayah Jabodetabek, BMKG menyebut masih perlu diwaspadai potensi hujan sedang hingga lebat yang disertai kilat atau petir dan angin kencang. Hujan ini berpotensi terjadi pada siang hingga sore hari, terutama di wilayah barat, timur, dan selatan.
Guswanto pun mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai terhadap kemungkinan ada potensi hujan yang dapat menimbulkan bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, banjir bandang. Kewaspadaan ini juga perlu ditingkatkan ketika memasuki musim kemarau yang dapat berdampak terhadap kekeringan di sejumlah daerah.
Kemarau mundur
Sebelumnya, Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Supari mengungkapkan bahwa masih terpantaunya fenomena La Nina akan mengakibatkan kemunduran musim kemarau di Indonesia. Bahkan, menguatnya kembali La Nina menjelang periode pergantian musim hujan ke kemarau pada Mei lalu menjadi tahun ketiga secara berturut-turut.
Dari hasil analisis BMKG, jika dibandingkan terhadap rata-ratanya selama 30 tahun, yakni 1991-2020, prakiraan mundurnya awal musim kemarau 2022 terjadi di sebagian besar daerah. Adapun puncak musim kemarau 2022 di sebagian besar wilayah zona musim (ZOM) diprakirakan terjadi pada Agustussebanyak 181 ZOM.
Saat prakiraan musim yang dibuat pada Februari, BMKG telah memperhitungkan tahun ini masih akan terjadi kondisi kemarau basah. Dengan kata lain, meskipun sudah memasuki periode musim kemarau, tingkat curah hujan dalam periode tersebut masih bisa cukup intens di beberapa zona musim di Indonesia.