Tak Perlu Karantina Terpusat, Jemaah Haji Bisa Langsung Pulang ke Rumah
Jemaah haji yang lolos penapisan kesehatan setibanya di Tanah Air bisa langsung kembali ke rumah tanpa harus menjalani karantina terpusat.
JAKARTA, KOMPAS — Jemaah yang telah menyelesaikan ibadah haji di Mekkah, Arab Saudi, Jumat (15/7/2022), mulai kembali pulang ke Tanah Air. Pemerintah menyiapkan sistem penapisan kesehatan berupa pengecekan suhu tubuh, tanda dan gejala, serta observasi terhadap jemaah di Asrama Haji debarkasi untuk mencegah penyebaran Covid-19. Anggota jemaah yang dinyatakan sehat bisa langsung pulang ke rumah tanpa harus menjalani karantina terpusat.
”Bagi jemaah haji yang dinyatakan sehat saat kedatangan dan observasi di asrama haji debarkasi dapat kembali kerumahnya dan dihimbau terus memantau kondisi kesehatannya selama 14 hari kedepan,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Reisa Broto Asmoro dalam keterangan pers, Jumat (15/7/2022).
Sementara jemaah dengan gejala demam atau menunjukkan potensi penyakit menular akan diperiksa lebih lanjut dan dites antigen. ”Jika hasilnya positif, akan dirujuk ke fasilitas isolasi terpusat untuk kasus tanpa gejala atau gejala ringan. Sementara yang bergejala sedang atau berat akan dirujuk ke rumah sakit rujukan Covid-19,” ujarnya.
Kepulangan jemaah haji ke Tanah Air akan berlangsung dalam dua gelombang. Gelombang pertama dimulai pada Jumat ini dan berakhir pada 30 Juli nanti. Sebanyak 2.326 anggota jemaah sudah diberangkatkan melalui Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah pada Jumat, dan diperkirakan tiba di Indonesia pada Sabtu (16/7/2022). Adapun gelombang kedua akan berlangsung pada 30 Juli hingga 13 Agustus 2022.
Menurut Reisa, Kementerian Kesehatan juga telah melakukan langkah antisipasi dengan menginstruksikan semua rumah sakit untuk menyiapkan 10 hingga 30 persen kapasitas tempat tidur. ”Lalu juga menyiapkan sejumlah tempat isolasi mandiri terpusat, begitu pun penyiapan alkes (alat kesehatan), sumber daya manusia (SDM), obat-obatan, dan APD,” kata Reisa.
Langkah kewaspadaan dalam menyambut kepulangan jemaah haji dilakukan antara lain karena peningkatan kasus Covid-19 sedang terjadi. ”Seperti yang telah diprediksi sebelumnya bahwa dengan adanya mutasi subvarian baru virus SARS Covid-19, yakni BA4 dan BA5, dapat menyebabkan peningkatan jumlah kasus penderita Covid-19, dan kenaikan kasus di Indonesia memang telah terjadi selama beberapa pekan belakangan,” kata Reisa.
Pada Kamis (14/7/2022) terdapat penambahan 3.584 kasus konfirmasi positif Covid-19. Sebanyak 2.872 orang telah dinyatakan sembuh dan diketahui sembilan orang meninggal dunia karena Covid-19. Dengan demikian, jumlah kasus aktif atau orang yang sedang terinfeksi Covid-19 adalah sebanyak 24.490 kasus.
Jemaah yang dinyatakan sehat saat kedatangan dan observasi dapat langsung kembali ke rumah. Namun, para anggota jemaah haji diimbau terus memantau kondisi kesehatannya selama 14 hari.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, terdapat kenaikan jumlah kasus aktif dalam satu pekan terakhir dibandingkan pada pekan-pekan sebelumnya. ”Kita harus terus berhati-hati dan mempersiapkan diri sebagai antisipasi terhadap kemungkinan makin naiknya jumlah kasus di Indonesia pada bulan Juli ini,” kata Reisa.
Standard WHO
Sementara itu, dengan terus meningkatnya jumlah kasus harian Covid-19, masyarakat diimbau tetap waspada. Berdasarkan standar dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), transmisi komunitas atau penularan dalam masyarakat harus kurang dari 20 kasus per 100.000 penduduk setiap pekan. Rawat inap harus kurang dari 5 kasus per 100.000 penduduk per minggu dan angka kematian kurang dari 1 per 100.000 penduduk per minggu.
Data kajian Kementerian Kesehatan per 13 Juli 2022 menunjukkan situasi Indonesia masuk ke level dua. Transmisi komunitas kasus di Indonesia berada di angka 6,70 per 100.000 penduduk per minggu dengan rawat inap di Rumah Sakit 0,57 per 100.000 penduduk per minggu dan kematian 0,01 per 100.000 penduduk per minggu.
Pada 13 Juli 2002 terjadi kenaikan kasus yang membuat positivity harian Indonesia menjadi 5,88 persen. Artinya saat ini Indonesia harus kembali masuk ke negara yang harus diperhatikan karena telah melebihi standar WHO di mana positivity rate sebaiknya tidak lebih dari 5 persen.
Dengan adanya peningkatan positivity rate, terjadi peningkatan risiko untuk terinfeksi. Seiring peningkatan risiko penularan, menurut Reisa, tentu akan ada beberapa penyesuaian peraturan dan imbauan yang akan disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Hal ini dinilai merupakan sesuatu yang logis dan sangat wajar.
Terkait positivity rate yang sudah berada di atas 5 persen, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa pemerintah tetap menekankan agar masyarakat menaati protokol kesehatan. Selain itu, pemerintah juga meminta masyarakat melakukan vaksinasi penguat.
Ketika ditanya tentang kebijakan pengetatan seiring peningkatan kasus, pemerintah menyebut masih menunggu. ”Ya, itu tinggal nanti kita tunggu dari komando dari Pak Luhut (Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan) dan Pak Airlangga (Menko Perekonomian Airlangga Hartarto), juga Menteri Kesehatan akan mereview sejumlah perkembangan situasi saat ini,” ujar Moeldoko.
Moeldoko mengingatkan bahwa dalam setiap kesempatan Presiden selalu mengajak masyarakat harus tetap waspada. ”Kita harus tetap waspada. Penekanan penggunaan masker khususnya di ruangan juga menjadi concern Presiden dan seluruh jajaran. Untuk itu, kita semuanya aware kepada situasi ini,” kata Moeldoko.
Menurut Moeldoko, masyarakat telah bisa menikmati hidup dengan tenang dalam beberapa bulan terakhir karena hasil jerih payah rakyat mereka yang sangat disiplin dalam menyikapi pandemi Covid-19. ”Jangan sampai karena ketidakdisiplinan sesaat mengakibatkan penderitaan yang lebih panjang lagi ke depan,” ujarnya.
Hingga 13 Juli 2022 terdapat tiga provinsi dengan positivity rate yang tertinggi, yaitu DKI Jakarta (13,83 persen), Banten (8,53 persen), dan Jawa Barat (5,54 persen). ”Angka positivity rate harus ditekan, salah satunya dengan masifnya vaksinasi booster yang dilakukan. Untuk itu, pemerintah terus mendorong percepatan pelaksanaan vaksinasi booster secara nasional,” kata Reisa.
Subvarian baru
Hasil pemeriksaan WGS (whole genome sequencing) hingga 12 Juli 2022 menunjukkan bahwa subvarian BA4 ditemukan sebanyak 146 di DKI Jakarta, 17 di Jawa Timur, 17 di Bali, 3 di Jawa Barat, dan 1 di Banten. Omicron subvarian BA5 diketahui sebanyak 1.829 di DKI Jakarta, 166 di Jawa Timur, 77 di Bali, 57 di Jawa Barat, 15 di Banten, 10 di Jawa Tengah, 5 di Kalimantan, 2 di Sulawesi Selatan, dan 1 di Sumatera Selatan.
Subvarian baru BA4 dan BA5 diketahui menyebabkan kenaikan kasus di beberapa negara di dunia dengan gejala yang cukup ringan. Kebutuhan perawatan di rumah sakit jauh lebih rendah dibandingkan varian sebelumnya. Keterisian tempat tidur rumah sakit atau BOR sampai 13 Juli 2022 sebanyak 3,2 persen. ”Meski masih terbilang cukup rendah, kenaikan sudah terjadi sejak bulan lalu di mana tanggal 23 Juni 2022 lalu BOR tercatat 2,03 persen,” ujar Reisa.
Per 13 Juli 2022, angka keterpakaian tempat tidur rumah sakit rujukan Covid-19 secara konsisten mengalami kenaikan 0,31 persen selama satu pekan terakhir. ”Dengan demikian, kita sebaiknya tetap waspada dan berkaca dari fakta yang terjadi di Indonesia selama pandemi, yakni secara historis kenaikan jumlah kasus positif dan kasus aktif biasanya terjadi 2 hingga 4 minggu pasca-diidentifikasinya varian baru yang muncul,” kata Reisa.
Pada gelombang sebelumnya, kenaikan kasus terjadi setelah 20-35 hari setelah hari raya dan kasus puncak terjadi pada hari ke 43-65 setelah hari raya. Kementerian Kesehatan memprediksi kenaikan kasus mencapai puncaknya pada minggu k-3 atau minggu ke-4 bulan Juli dengan jumlah kasus diprediksi mencapai 20.000 kasus baru per harinya.
Selain menerapkan protokol kesehatan dengan penggunaan masker, masyarakat juga diminta mengakses vaksin penguat atau booster. ”Ada kecenderungan penurunan antibodi 6 bulan setelah melengkapi vaksinasi dua dosis sehingga penyuntikan booster ini perlu dilakukan agar antibodi atau daya tahan tubuh tersebut bisa naik lagi jumlahnya sehingga dapat memberikan proteksi yang optimal kembali,” ujar Reisa.
WHO menyarankan target populasi yang sudah harus booster adalah sebanyak 50 persen penduduk. Namun, hingga kini baru sekitar 25 persen masyarakat yang sudah memperoleh vaksinasi penguat. Reisa mengingatkan bahwa vaksinasi booster akan menjadi salah satu syarat bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri.