Komnas Perempuan Minta agar Publikasi Media Sensitif Jender
Publikasi tentang insiden penembakan di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo diharapkan tidak dijadikan komoditas yang sensasional.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan mengingatkan semua pihak agar publikasi seputar insiden penembakan di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo memperhatikan kerentanan jender yang dihadapi perempuan. Karena itu, perlindungan dan pemulihan bagi P, selaku pelapor atau korban kekerasan seksual, perlu mendapat perhatian untuk pemenuhan aspek pelindungan dan pemulihan.
Dalam siaran pers yang dikeluarkan Jumat (15/7/2022), Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriani dan para komisioner Komnas Perempuan juga mengimbau semua pihak menghentikan publikasi yang berisikan spekulasi peristiwa serta menunggu hasil penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian ataupun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait insiden penembakan.
”Komnas Perempuan mengamati bahwa perkembangan publikasi kasus kekerasan seksual cenderung menjadikan pengalaman korban sebagai komoditas semata dan sensasionalitas polemik seputar peristiwa. Kecenderungan ini terutama pada publikasi di media sosial,” ujar Andy yang berharap pemberitaan di media massa tunduk pada UU Pers dan kode etik jurnalistik.
Setelah terungkapnya kasus tembak-menembak yang melibatkan dua anggota kepolisian di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Komnas Perempuan mendapat undangan Polda Metro Jaya pada Rabu (13/7/2022) untuk mendengarkan keterangan dari pihak penyidik dan psikolog terkait pelaporan P tentang kekerasan seksual yang dialaminya. Namun, P tidak hadir karena masih dalam kondisi terguncang.
Sebagaimana diberitakan, peristiwa tembak-menembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Jumat (8/7/2022), melibatkan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dan Bharada E. Akibatnya, Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat tewas. Adapun Nofriansyah adalah sopir dari istri Kadiv Propam dan Bharada E adalah ajudan Kadiv Propam.
Dari pertemuan Komnas Perempuan dengan Polda Metro Jaya, diperoleh informasi bahwa pelapor/korban masih dalam kondisi yang sangat terguncang dan membutuhkan pendampingan lanjutan untuk membantu proses pemulihannya agar bisa mengikuti proses hukum berikutnya. Kondisi pelapor/korban juga diperburuk dengan publikasi baik melalui media maupun media sosial. Karena itu, pemulihan pada P, selaku pelapor/korban sangat penting, terutama dalam posisinya sebagai saksi pada peristiwa penembakan.
Komnas Perempuan mengamati bahwa perkembangan publikasi kasus kekerasan seksual cenderung menjadikan pengalaman korban sebagai komoditas semata dan sensasionalitas polemik seputar peristiwa.
Menurut Siti Aminah, berdasarkan keterangan yang diperoleh itu, Komnas Perempuan mengidentifikasi adanya indikasi kasus kekerasan seksual yang dialami oleh P. Kendati demikian, pendalaman kasus masih dibutuhkan untuk bisa mengenali lebih utuh tindak kekerasan seksual yang terjadi dan mengenali kebutuhan pemulihan bagi pelapor/korban.
Karena itu, Komnas Perempuan mendukung semua upaya pengungkapan dan penegakan peristiwa penembakan tersebut serta akan terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian ataupun Komnas HAM. Hal ini untuk memastikan proses penyelidikan memperhatikan kerentanan khas dan dampak peristiwa berbasis jender bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum, sebagai saksi juga sebagai korban.
Sehari sebelumnya, Kamis (14/7/2022), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga memberikan perhatian atas kasus tersebut. ICJR juga menyatakan prihatin mendengar informasi mengenai adanya pelecehan terhadap istri Kadiv Propam yang disinyalir menjadi penyebab terjadinya insiden penembakan.
ICJR berharap pengungkapan kasus tersebut dilakukan dengan tuntas, akuntabel, dan transparan. Jika tidak, dikhawatirkan ada potensi tindakan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian dan bahkan hingga potensi penyiksaan. ”Dalam proses penyidikan kasus ini juga perlu menyelidiki kemungkinan terjadinya tindak pidana obstruction of justice yang bertujuan menghalang-halangi proses penyidikan,” ujar peneliti ICJR, Iftitahsari.
Hingga kini, di media sosial, percakapan di seputar peristiwa tersebut masih ramai. Kisah meninggalnya Brigadir J yang disuarakan pihak keluarga yang berada di Jambi terus menjadi perbincangan. Kasus peristiwa baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri masih menyisakan pertanyaan dan kejanggalan, menyusul kronologi kasus yang diungkap kepolisian berubah-ubah.
Seperti diberitakan, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan, dalam konferensi pers, Senin (11/7/2022) siang, membenarkan terjadinya peristiwa meninggalnya Brigadir J karena baku tembak dengan Bharada E. Saat itu, Ahmad menyebut peristiwa itu terjadi di rumah dinas salah satu pejabat Polri di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Peristiwa itu berawal saat Brigadir J memasuki rumah tersebut dan kemudian ada anggota lain, yaitu Bharada E, yang menegur (Brigadir J). Pada saat itu, yang bersangkutan mengacungkan senjata, kemudian melakukan penembakan. Bharada E kemudian menghindar dan membalas tembakan terhadap Brigadir J. Penembakan yang dilakukan Bharada E mengakibatkan Brigadir J meninggal.
Namun, pada konferensi berikutnya, Mabes Polri menyatakan Brigadir J memasuki kamar pribadi Ferdy Sambo. Di kamar ada istri Ferdy Sambo, kemudian Brigadir J melakukan pelecehan serta penodongan senjata api ke kepala istri Ferdy yang kemudian berteriak. Teriakan itu didengar Bharada E yang berada di lantai dua, sementara Brigadir J panik dan keluar kamar.
Ketika Bharada E menanyakan ada apa, Brigadir J justru menjawabnya dengan tembakan. Beberapa jam kemudian, dalam konferensi pers, Ahmad menuturkan, peristiwa itu terjadi karena Brigadir J memasuki kamar pribadi Ferdy Sambo. Saat itu, istri Ferdy Sambo disebut tengah berada di dalam kamar. Kemudian, Brigadir J dikatakan melakukan pelecehan serta penodongan senjata api ke kepala istri Ferdy Sambo.