Tingkatkan Kapasitas Pemuda dan Perempuan dalam Sektor Energi
Peran anak muda khususnya perempuan dalam transisi energi sangat penting untuk menyukseskan presidensi G20 Indonesia 2022. Namun, perlu peningkatan kapasitas untuk mengoptimalkan peran mereka.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Warga melintasi tiang-tiang kincir angin laboratorium Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/11/2020). Penggunaan energi bersih saat ini menjadi tuntutan bersamaan dengan menguatnya isu perubahan iklim.
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan keterlibatan pemuda termasuk perempuan cukup besar di sektor pekerjaan yang ramah lingkungan seperti transisi energi terbarukan. Namun, diperlukan peningkatan kapasitas untuk mengoptimalkan peran generasi muda, khususnya perempuan dalam sektor transisi energi yang menjadi salah satu isu utama presidensi G20 Indonesia 2022.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar bertajuk ”Gerakan Anak Muda untuk G20 Transisi Energi” Selasa (12/7/2022). Acara tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat-Energi Berkelanjutan untuk Ketahanan Indonesia Maju (USAID-Sinar).
Off-Grid Business Development Manager USAID Sinar, Maryam Karimah, mengemukakan, peran anak muda dalam transisi energi bisa dimulai dari level wilayah terkecil seperti desa atau lokal, nasional, hingga internasional. Hal ini diperlukan mengingat banyak wilayah kecil di Indonesia yang masih membutuhkan akses energi yang andal.
”Laporan terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan keterlibatan pemuda cukup besar di sektor pekerjaan yang ramah lingkungan. Ini menunjukkan banyak peluang di sektor energi terbarukan, energi hijau, sirkular ekonomi, dan lainnya,” ujarnya.
Peran anak muda khususnya perempuan dalam transisi energi sangat penting untuk menyukseskan presidensi G20 Indonesia 2022.
Dalam laporan lainnya yang diterbitkan Badan Energi Terbarukan Internasional (Irena), kehadiran energi terbarukan juga bisa meningkatkan keterlibatan perempuan dibandingkan sektor lainnya. Akan tetapi, peluang ini belum bisa dimanfaatkan dengan optimal oleh sejumlah negara, termasuk Indonesia, meski rasionya sudah sangat mencukupi.
KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA
Salah satu warga yang baru pertama kali merasakan penerangan listrik di Kampung Enem, Kabupaten Mappi, Papua, Selasa (24/7/2018). Direktur Bisnis Regional Maluku Papua PLN Ahmad Rofik secara langsung meresmikan pembangkit listrik tenaga surya di Enem tersebut.
Guna mengoptimalkan peran generasi muda khususnya perempuan dalam sektor transisi energi, diperlukan peningkatan kapasitas. Beberapa upaya yang bisa dilakukan meliputi pelatihan, kolaborasi antar-lembaga atau perguruan tinggi, kerja sama penelitian, hingga pelibatan perusahaan rintisan.
Representatif anak muda untuk G20 energi transisi, Dianissa Scheherazade, menyatakan, keterlibatan perempuan di sektor energi khususnya dalam rangkaian acara G20 tidak terbatas pada aspek teknis. Sebab, dalam rangkaian acara G20, isu di sektor energi tidak hanya menekankan aspek teknis, tetapi juga sosial dan kerja sama antarnegara.
”G20 adalah salah satu bukti nyata bahwa sektor energi ini membutuhkan sektor sosial, yaitu kerja sama satu negara dengan negara lain. Jadi, perlu juga bagaimana suatu regulasi membentuk suatu kebijakan, baik domestik maupun internasional,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial menyepakati bahwa peran anak muda khususnya perempuan dalam transisi energi sangat penting untuk menyukseskan presidensi G20 Indonesia 2022. Hal ini juga sejalan dengan salah satu isu utama dalam presidensi Indonesia, yakni transisi menuju energi yang berkelanjutan.
Menurut Ego, selama ini perempuan telah mengisi pos-pos penting di pemerintahan. Khusus di Kementerian ESDM, terdapat 11 perempuan yang mengisi jabatan sebagai direktur dari total 55 unit Eselon II. Bahkan, terdapat juga peningkatan pegawai perempuan dari 23 persen menjadi 28 persen dalam 10 tahun terakhir.
”Hal tersebut tentunya menjadi sinyal yang baik dalam meningkatkan peran perempuan dalam transisi energi Indonesia. Peran perempuan ini juga bisa dilakukan dari level masyarakat, di antaranya melalui advokasi, gaya hidup hemat energi, dan terlibat dalam pengambilan keputusan pengelolaan energi,” katanya.
Sejumlah program transisi energi Kementerian ESDM juga sudah banyak yang menyasar kaum muda, khususnya perempuan. Salah satu program itu adalah Patriot Energi Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya) diikuti oleh lebih dari 30 persen perempuan.
Pemanfaatan EBT
Terkait dengan bauran energi Indonesia, Kementerian ESDM mencatat, sampai saat ini realisasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam negeri masih sekitar 12 persen. Pemanfaatan EBT ini ditargetkan dapat meningkat menjadi 23 persen pada 2025.
”Pada 2060, hampir seluruh pembangkit listrik ditargetkan berasal dari 100 persen energi bersih. Upaya ini dilakukan dengan pengembangan energi baru terbarukan secara masif meliputi solar PV, angin, biomassa, panas bumi, hidro, energi laut, dan nuklir,” kata Ego.
Selain itu, tambah Ego, saat ini juga tidak boleh ada penambahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara baru, kecuali yang sudah berkontrak. Di sisi lain, akan dilakukan juga penghentian PLTU batubara secara bertahap pada 2030.