Kasus Covid-19 Meningkat 10 Kali Lipat dalam Dua Bulan
Kasus Covid-19 di Indonesia telah meningkat 10 kali lipat dalam dua bulan terakhir. Selain mempercepat vaksinasi, masyarakat diminta memperkuat kembali protokol kesehatan guna mengurangi risiko infeksi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 di Indonesia telah meningkat 10 kali lipat dalam dua bulan terakhir. Untuk menekan risiko keparahan dan kematian, selain percepatan vaksinasi juga perlu menerapkan protokol kesehatan karena subvarian BA.4 dan BA.5 Omicron ini lebih baik dalam menghindari vaksin dan sebagian besar perawatan antibodi.
”Tanggal 5 Juli 2022 kemarin kita dikejutkan dengan adanya 2.577 kasus baru setelah pada akhir pekan angka turun di bawah 2.000 kasus. Sebagaimana kecenderungan selama ini memang di akhir pekan angka sering kali turun atau rendah,” kata Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Tjandra mengatakan, jika dibandingkan dengan dua bulan sebelum ini, pada 5 Mei 2022 jumlah kasus baru Covid-19 adalah 250 orang. Artinya, kasus Covid-19 di Indonesia telah meningkat lebih dari 10 kali lipat.
Jumlah kasus atau penularan Covid-19 di Indonesia, menurut Tjandra, kemungkinan lebih besar dari yang terkonfirmasi karena banyak orang enggan melakukan pemeriksaan atau melakukan pemeriksaan mandiri sehingga tidak terdata dalam sistem.
”Kalau kasus terus meningkat, potensi terbentuknya varian baru jadi lebih besar, belum lagi dampak kesehatan pada kelompok risiko tinggi dan juga gangguan aktivitas kalau seseorang harus diisolasi,” katanya.
Padahal, mengacu data Our World in Data pada 4 Juli 2022 berdasarkan pemutakhiran data 15 Juni 2022, cakupan vaksinasi lengkap di Indonesia baru 60,9 persen.
”Jadi masih sekitar 40 persen rakyat kita belum menyelesaikan vaksinasinya. Memang data Kementerian Kesehatan 5 Juli 2022 kemarin menunjukkan cakupan vaksinasi lengkap sudah 81,24 persen, tetapi pembaginya adalah target 208 juta, bukan total penduduk yang lebih dari 270 juta,” kata Tjandra.
Kalau kasus terus meningkat, potensi terbentuknya varian baru jadi lebih besar, belum lagi dampak kesehatan pada kelompok risiko tinggi dan juga gangguan aktivitas kalau seseorang harus diisolasi.
Dia menambahkan, data Kementerian Kesehatan per 5 Juli 2022 juga menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi dosis ketiga (booster) barulah 24,58 persen. Ini berarti 75 persen rakyat kita belum mendapat vaksinasi booster yang memang sangat diperlukan.
”Informasi di atas perlu membuat kita waspada dan berbuat lebih baik lagi setidaknya dalam tiga hal, yaitu protokol kesehatan, tes dan telusur, serta imunisasi,” katanya.
Selain pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level dua yang sudah ditetapkan untuk Jakarta dan sekitarnya, pemakaian masker luar ruangan sebaiknya juga dilakukan oleh mereka yang berisiko lebih mudah tertular dan sakit serta kalau berada dalam kerumunan.
”Pemeriksaan jelas harus ditingkatkan, diikuti telusur yang masif. Vaksinasi jelas harus ditingkatkan upayanya, baik vaksinasi lengkap maupun vaksinasi booster,” katanya.
Menghindari vaksin
Peningkatan protokol kesehatan juga diperlukan karena subvarian Omicron terbaru, termasuk bentuk BA.4 dan BA.5, lebih baik dalam menghindari vaksin dan sebagian besar perawatan antibodi daripada varian sebelumnya. Hal ini meningkatkan risiko penularan, bahkan di kalangan yang sudah divaksin.
Temuan ini dilaporkan para peneliti di Columbia University Vagelos College of Physicians and Surgeons di jurnal Nature pada 5 Juli 2022. Studi dipimpin oleh David D Ho, Direktur Aaron Diamond AIDS Research Center, dan Helen Wu dari Universitas Columbia Vagelos College of Physicians and Surgeons.
”Virus ini terus berevolusi dan tidak mengherankan bahwa subvarian baru yang lebih menular ini menjadi lebih dominan di seluruh dunia,” kata Ho dalam keterangan tertulis.
”Memahami bagaimana vaksin dan perawatan antibodi yang tersedia saat ini bertahan terhadap subvarian baru sangat penting untuk mengembangkan strategi untuk mencegah penyakit parah, rawat inap, dan kematian,” tuturnya.
Dalam percobaan laboratorium, Ho dan timnya mempelajari kemampuan antibodi dari individu yang telah menerima setidaknya tiga dosis vaksin mRNA, atau mendapat dua suntikan dan kemudian terinfeksi Omicron, untuk menetralkan subvarian baru.
Studi tersebut mengungkapkan bahwa sementara BA.2.12.1 hanya sedikit lebih tahan daripada BA.2 pada individu yang divaksinasi dan dikuatkan, BA.4 dan BA.5 setidaknya empat kali lebih tahan daripada pendahulunya.
Selain itu, para ilmuwan menguji kemampuan 19 perawatan antibodi monoklonal untuk menetralkan varian dan menemukan bahwa hanya satu dari perawatan antibodi yang tersedia tetap sangat efektif terhadap BA.2.12.1 dan BA.4 serta BA.5.
”Studi kami menunjukkan bahwa karena subvarian yang sangat menular ini terus berkembang di seluruh dunia, mereka akan menyebabkan lebih banyak terobosan infeksi pada orang yang divaksinasi dan ditingkatkan dengan vaksin mRNA yang tersedia saat ini,” kata Ho.
Meskipun penelitian saat ini menunjukkan bahwa varian baru dapat menyebabkan lebih banyak infeksi pada individu yang divaksinasi, vaksin terus memberikan perlindungan yang baik terhadap penyakit parah.
”Upaya untuk mengembangkan booster vaksin baru yang ditujukan untuk BA.4/5 dapat meningkatkan perlindungan terhadap infeksi dan penyakit parah,” kata Ho. Namun, dalam lingkungan saat ini, kita mungkin perlu melihat ke arah pengembangan vaksin dan perawatan baru yang dapat mengantisipasi evolusi berkelanjutan dari virus SARS-CoV-2.