Remaja 3,5 Kali Lebih Rentan Kecanduan Ganja ketimbang Orang Dewasa
Riset terbaru menemukan, remaja pengguna ganja lebih mungkin mengalami kecanduan dibandingkan orang dewasa. Kecanduan ganja ini memiliki dampak kesehatan lebih jauh.
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah legalisasi ganja di sejumlah negara, ada hal yang harus diwaspadai, yaitu efek tanaman ini yang bisa memicu kecanduan. Riset terbaru menemukan, remaja tiga setengah kali lebih rentan mengalami kecanduan ganja daripada orang dewasa.
Temuan yang dipublikasikan di Journal of Psychopharmacology edisi Juni itu didasarkan penelitian periset dari University College London (UCL) dan King’s College London.
Temuan mengenai lebih rentannya remaja mengalami kecanduan ganja ini dibangun di atas studi terpisah oleh tim yang sama, yang juga menemukan remaja tidak lebih rentan terhadap hubungan antara penggunaan ganja kronis dan gangguan kognitif.
Penulis utama kajian, Will Lawn dari Unit Psikofarmakologi Klinis UCL dan Institut Psikiatri, Psikologi, dan Ilmu Saraf di King’s College London, mengatakan, ”Ada banyak kekhawatiran soal bagaimana otak remaja yang sedang berkembang mungkin lebih rentan terhadap efek jangka panjang dari ganja, tetapi kami tidak menemukan bukti untuk mendukung klaim umum ini.”
Namun, menurut dia, kecanduan ganja adalah masalah nyata yang harus diwaspadai di kalangan remaja karena mereka tampaknya jauh lebih rentan daripada orang dewasa. ”Di sisi lain, dampak penggunaan ganja selama masa remaja pada kinerja kognitif atau depresi dan kecemasan mungkin lebih lemah daripada yang dihipotesiskan,” sebut Lawn dalam keterangan tertulis yang dirilis UCL, Kamis (30/6/2022).
Menurut dia, temuan sebelumnya menunjukkan, jika seseorang kecanduan ganja, hal itu dapat meningkatkan keparahan gejala kesehatan mental subklinis. ”Mengingat remaja juga berisiko lebih besar mengalami kesulitan dengan kesehatan mental daripada orang dewasa, mereka harus secara proaktif mencegah penggunaan ganja,” katanya.
Temuan di dua makalah ini berasal dari studi CannTeen yang didanai Medical Research Council. Studi ini membandingkan efek penggunaan ganja secara teratur di kalangan remaja dan orang dewasa, selain membandingkan dengan kelompok kontrol (bukan pengguna ganja), yang sepenuhnya desain baru.
Penelitian ini melibatkan 274 peserta, termasuk 76 remaja (berusia 16 dan 17), yang menggunakan ganja satu hingga tujuh hari per minggu bersama dengan jumlah pengguna dewasa (berusia 26-29) yang sama dan peserta kontrol (perbandingan) remaja dan dewasa. Semuanya menjawab pertanyaan tentang penggunaan ganja mereka selama 12 minggu terakhir. Mereka kemudian diminta mengisi kuesioner yang biasa digunakan untuk menilai gejala kesehatan mental.
Pengguna ganja dalam penelitian ini rata-rata menggunakan ganja empat kali per minggu. Pengguna remaja dan dewasa juga dicocokkan dengan cermat berdasarkan jenis kelamin, etnis, dan jenis serta kekuatan ganja.
Remaja pengguna ganja tiga setengah kali lebih mungkin untuk mengalami kecanduan yang parah daripada pengguna dewasa.
Lebih rentan
Para peneliti menemukan, remaja pengguna ganja tiga setengah kali lebih mungkin untuk mengalami kecanduan yang parah daripada pengguna dewasa. Temuan ini sejalan dengan bukti sebelumnya yang menggunakan desain penelitian berbeda.
Gangguan penggunaan ganja bisa ditandai dengan, antara lain, gejala mengidam, kegagalan di sekolah atau pekerjaan, penarikan, dan memunculkan atau memperburuk masalah interpersonal. Para peneliti menemukan bahwa 50 persen pengguna ganja remaja yang diteliti memiliki enam atau lebih gejala gangguan penggunaan ganja, yang memenuhi syarat sebagai gangguan penggunaan ganja yang parah.
Simak juga : Thailand Legalkan Ganja untuk Keperluan Medis
Di antara orang-orang dari segala usia, penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa 9-22 persen orang yang mencoba narkoba memiliki gangguan penggunaan ganja dan risiko itu lebih tinggi pada orang-orang yang mencobanya pada usia lebih muda. Peningkatan risiko kecanduan ganja selama masa remaja kini telah direplikasi dengan kuat.
Risiko kecanduan
Para peneliti mengatakan, remaja lebih rentan terhadap kecanduan ganja karena faktor-faktor seperti peningkatan gangguan pada hubungan dengan orangtua dan guru, otak yang hiperplastik (dapat ditempa) dan sistem endocannabinoid yang berkembang, rasa identitas yang berkembang, dan kehidupan sosial yang berubah.
Pengguna remaja lebih mungkin daripada pengguna dewasa atau remaja non-pengguna untuk mengembangkan gejala seperti psikotik, tetapi analisis mengungkapkan bahwa ini karena semua remaja, dan semua pengguna ganja, lebih mungkin untuk mengembangkan gejala seperti psikotik baru, daripada ganja mempengaruhi remaja berbeda dengan orang dewasa. Dengan kata lain, tidak ada kerentanan remaja karena peningkatan risiko gejala seperti psikotik adalah efek tambahan (dari dua faktor risiko yang sudah diketahui untuk gejala seperti psikotik, penggunaan ganja dan usia remaja), daripada interaksi antara usia dan penggunaan ganja.
Para peneliti mengatakan, temuan tersebut sesuai dengan bukti sebelumnya bahwa penggunaan ganja dapat meningkatkan kemungkinan mengembangkan gangguan psikotik seperti skizofrenia. Namun, mereka menyampaikan bahwa penelitian mereka tidak menyelidiki risiko psikosis klinis atau skizofrenia.
Para peneliti menemukan bahwa baik remaja maupun dewasa pengguna ganja lebih mungkin mengalami gejala depresi atau kecemasan daripada mereka yang bukan pengguna. Hanya remaja yang kecanduan ganja parah yang memiliki gejala kesehatan mental lebih buruk. Meski begitu, para peneliti mengingatkan bahwa ukuran sampel yang kecil untuk kelompok ini membatasi kepercayaan mereka pada temuan ini.
Studi terpisah yang diterbitkan di Psychopharmacology menemukan bahwa pengguna ganja tidak lebih mungkin mengalami gangguan memori kerja atau impulsif.
Pengguna ganja lebih cenderung memiliki memori verbal yang buruk (mengingat hal-hal yang dikatakan kepada mereka). Namun, efek yang sama juga bisa terjadi pada orang dewasa dan remaja. Meski begitu, para peneliti mengingatkan bahwa penggunaan ganja dapat memengaruhi performa di sekolah selama tahap perkembangan kehidupan yang penting.
Simak juga : Legalitas Ganja untuk Medis di Indonesia Akan Banyak Benturan
Para peneliti mengingatkan, temuan ini hanya melihat pada satu titik waktu (potong lintang/cross sectional) dan bahwa analisis longitudinal tentang bagaimana partisipan penelitian berubah dari waktu ke waktu sedang berlangsung.
Penulis senior Profesor Val Curran dari Unit Psikofarmakologi Klinis UCL mengatakan, ”Temuan kami menunjukkan bahwa sekolah harus mengajar murid lebih banyak tentang risiko kecanduan ganja, yang telah diabaikan dalam pendidikan narkoba. Kecanduan ganja adalah masalah serius dan dapat meningkatkan kemungkinan masalah kesehatan mental lainnya. Oleh karena itu, remaja harus diberi tahu tentang risiko kecanduan yang lebih besar.”