Virus cacar monyet telah bermutasi dengan risiko lebih cepat menular. Meski belum ada kasus yang ditemukan di Indonesia, kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Penumpang dari Singapura tiba saat berlangsung pemindaian suhu tubuh oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas I Surabaya di Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (17/5/2019). Pengawasan kepada penumpang yang baru tiba dari luar negeri, terutama Singapura, diperketat untuk mencegah masuknya penyebaran penyakit virus monkeypox atau cacar monyet.
JAKARTA, KOMPAS — Virus cacar monyet atau monkeypox yang semakin meluas di sejumlah negara telah mengalami mutasi. Sejumlah mutasi dari virus ini ditemukan lebih mudah menular.
Studi oleh para peneliti Institut Kesehatan Nasional Portugal di Lisbon menemukan strain yang saat ini telah menyimpang dari strain virus yang asli. Dalam penelitian itu ditemukan pula beberapa mutasi yang membuat virus menjadi lebih menular. Hasil dari penelitian ini telah dipublikasi di jurnal Nature Medicine pada 24 Juni 2022.
Para peneliti menyebutkan, wabah yang terjadi di sejumlah negara diperkirakan terjadi bukan karena penularan yang tidak terdeteksi atau penularan dari hewan ke manusia. Penularan justru banyak yang terjadi akibat satu orang menginfeksi banyak orang dengan aktivitas penularan masif (superspreader event). Perjalanan ke luar negeri dikhawatirkan dapat memicu penyebaran yang lebih cepat ke seluruh dunia.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI yang juga Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, di Jakarta, Senin (27/6/2022), mengatakan, sifat dari mutasi virus yang lebih mudah menular tersebut perlu diantisipasi dengan penanganan yang tepat. Merujuk pada artikel yang dipublikasikan pada Lancet Microbe, penyebaran bisa lebih meluas.
Pada artikel tersebut disebutkan, jika penanganan kesehatan masyarakat tidak optimal, tiga kasus yang ditemukan di suatu negara bisa cepat meluas dan menular ke 18 kasus lain. Begitu pula jika ada 30 kasus positif virus cacar monyet, itu dapat menular ke 188 orang lain.
”Kalau (penanganan kesehatan) dilakukan dengan baik, mulai dari proses identifikasi, penelusuran kontak, isolasi, surveilans, dan vaksinasi sekitar, jumlah kasus sekunder (penularan orang ke orang) bisa menurun hingga 81 persen,” kata Tjandra.
Belum ditemukan
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril dalam siaran pers menuturkan, saat ini belum ditemukan adanya kasus cacar monyet di Indonesia. Dua laboratorium telah disiapkan untuk mendukung upaya deteksi virus tersebut, yakni Laboratorium Pusat Studi Satwa Prima Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB Bogor dan Laboratorium Penelitian Penyakit Infeksi Prof Sri Oemiyati Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan Jakarta.
Syahril mengatakan, meski belum ditemukan di Indonesia, masyarakat diminta untuk tetap waspada. Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila muncul gejala yang terkait. Pada fase invasi, gejala yang timbul, antara lain, demam tinggi, sakit kepala berat, dan ada benjolan atau pembesaran kelenjar limfa di leher, ketiak, atau selangkangan.
KOMPAS/SAMUEL OKTORA
Petugas bagian epidemiologi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandung (kiri) sedang memindai suhu tubuh penumpang dari penerbangan Singapura dengan menggunakan termometer infra merah nonkontak di Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/5/2019).
Pada fase erupsi yang biasanya terjadi satu sampai tiga hari setelah demam akan muncul ruam pada permukaan kulit, wajah, telapak tangan, kaki, mukosa, alat kelamin, dan selaput lendir mata.
”Cacar monyet ini bisa sembuh sendiri setelah 2-4 minggu pascamasa inkubasi selesai. Penyakit ini akan sembuh sendiri dan tidak terlalu berat. Dari negara-negara yang melaporkan kasus monkeypox hanya sekitar 10 persen yang dirawat di rumah sakit,” ujar dr Syahril.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam siaran pers menyampaikan, wabah cacar monyet yang saat ini terjadi di tengah masyarakat global masih belum dinyatakan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC). Meski begitu, kewaspadaan harus tetap ditingkatkan.
Sejak awal Mei 2022, setidaknya sudah ada 3.200 kasus cacar monyet dari 48 negara yang dilaporkan ke WHO. Penularan banyak terjadi di negara yang sebelumnya belum pernah melaporkan adanya kasus cacar monyet. Kasus tertinggi dilaporkan di negara yang berada di kawasan Eropa. Sebagian besar kasus cacar monyet yang dikonfirmasi terjadi pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.