Menilik arsip pemberitaan menjadi cara untuk kembali mengingat peristiwa. Catatan yang direkam harian Kompas selama 57 tahun terakhir mencakup sebagian besar sejarah bangsa ini. Sejarah memberi konteks terhadap masa kini dan membuatnya seakan aktual.
Aset berbentuk non-fungible token atau NFT, menurut Project Lead NFT Kompas Helman Taofani, menjadi sarana tepat untuk mengangkat kembali peristiwa masa lalu dan memperkenalkannya kembali kepada publik.
”Mungkin ada beberapa peristiwa masa lalu yang memang besar. Tetapi, kita juga sempat mengangkat peristiwa yang tahun itu tidak ’viral’, tetapi sebetulnya itu termasuk penting,” kata Helman dalam bincang Twitter Spaces pada Jumat (24/6/2022) petang.
Tepat pada ulang tahun ke-57 yang jatuh pada Selasa (28/6), harian Kompas akan memamerkan koleksi NFT yang dinamakan Narasi Fakta Terkurasi yang bertajuk ”Indonesia dalam 57 Peristiwa”.
Apa isinya? Tak lain 57 arsip halaman depan harian Kompas yang menandai sejumlah peristiwa penting di Indonesia; dari 1965 hingga 2021. Dari Supersemar hingga Peluncuran Palapa, juga musibah Tampomas II serta peristiwa KRI Nanggala.
Pengemasan arsip berita menjadi NFT layaknya sebuah upaya ’merawat ingatan’, menurut Ignatius Haryanto, pengajar jurnalisme Universitas Multimedia Nusantara. Tren NFT dapat menjadi ajakan untuk kembali mengingat berbagai peristiwa masa lalu. ”Masa lalu itu selalu aktual,” ujarnya.
Makna peristiwa historis sejatinya tidak berhenti pada waktu kejadian itu saja. Ia akan tetap mempunyai relevansi hingga kini. Sejumlah liputan lampau oleh Kompas, misalnya, bisa menjadi bahan perbandingan terhadap progres yang telah ditempuh selama ini.
Pada berita musibah terbakar dan tenggelamnya KM Tampomas II pada 1981, kapabilitas tim Search and Rescue (SAR) Indonesia digugat. Kini, Indonesia telah memiliki Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan lembaga itu berwenang mengoordinasikan berbagai elemen operasi tanggap bencana.
Dari insiden yang sama, Kompas melaporkan saat itu ada indikasi penggelembungan harga kapal saat pembelian. Kini, korupsi masih tetap saja menjadi problem, 40 tahun kemudian.
”Saya kira ini menarik, ya, NFT bisa dilihat secara tidak langsung sebagai upaya untuk melestarikan sejarah. Atau paling tidak, mengajak orang untuk kembali ingat lagi peristiwa-peristiwa di masa lalu,” ujar Haryanto.
Harta karun
Pembuatan NFT berbasis arsip pun menjadi daya tarik tersendiri bagi kolektor. Yanuar AR, kolektor NFT yang tergabung dalam komunitas Utopia Family mengatakan, NFT yang dirilis harian Kompas ibarat sebuah ’harta karun’.
Yanuar memandang, lansekap NFT saat ini masih kurang yang menyajikan konten bernuansa historis. ”Bagi kolektor, salah satu hal yang menarik adalah usia. Barang seni itu, kan, kalau usianya makin lama jadi makin mahal; age does matter. Dan, di sini juga ada narasi. Misalnya, tahun ’98 ada kejadian lengsernya Soeharto,” kata Yanuar.
NFT mencuri perhatian publik setelah karya seni visual ”Everydays: The First 5000 Days” karya Beeple yang terjual 69 juta dollar AS. Ada pula koleksi gambar profil Bored Ape Yacht Club (BAYC), serta karya seni digital lainnya yang membuat tren NFT kian ramai.
Belakangan, pelaku industri media massa turut melihat keunikan NFT. Majalah Time memulai edisi ”TimePieces”, sedangkan surat kabar Hong Kong, South China Morning Post (SCMP), memulai ”ARTIFACTs by SCMP” untuk mengangkat kekayaan arsip mereka.
Melalui koleksi bertajuk ”Moments in Time”, Time mengangkat kembali sampul depan majalah tersebut yang dianggap bernilai historis. Sampul majalah grup musik BTS yang terbit pada Oktober 2018 silam, kini diluncurkan sebagai NFT. Perilisan itu tepat setelah BTS mengumumkan hiatus dua pekan yang lalu.
Sementara itu, SCMP pada koleksi perdananya merilis arsip halaman muka berita sepanjang tahun 1997. Sebuah tahun bersejarah bagi Hong Kong yang saat itu mengalami transfer kekuasaan dari Inggris ke China.
Apresiasi
Teknologi NFT memungkinkan adanya verifikasi orisinalitas pada sebuah benda digital. Hal ini dinilai menjadi salah satu cara untuk memberikan apresiasi terhadap sebuah karya jurnalistik.
”Salah satu hal penting buat kami adalah apresiasi kepada kreatornya. Jadi, media massa yang merupakan produk kolaborasi dari banyak kreator, termasuk wartawan, mencoba melihat ini suatu bentuk yang bisa dieksplor,” kata Helman.
Haryanto menilai, NFT memicu sebuah revivalisme media cetak. Dalam artian, media cetak mempunyai kesempatan menghidupkan kembali kekayaan arsipnya serta memaknai peristiwa lampau dari jendela perspektif masa kini.
”Media cetak mungkin secara format selalu berubah-ubah. Bagaimanapun, hasil usaha- usaha jurnalistik di dalamnya banyak yang bermakna. Dan maknanya tidak berhenti pada saat itu diterbitkan, tetapi ternyata pada hari ini pun kita bisa lihat (makna) itu,” ungkapnya.