Bakteri Terbesar di Dunia yang Kasatmata Ditemukan di Rawa Mangrove Karibia
Awalnya peneliti berpikir tampilan bakteri itu hanya sesuatu yang aneh, beberapa filamen putih yang perlu dilekatkan pada sesuatu di sedimen seperti daun. Ternyata itu merupakan bakteri terbesar.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
”
BERKELEY, JUMAT — Para ilmuwan telah menemukan bakteri terbesar di dunia di rawa mangrove Karibia. Bakteri ini berukuran 9.000 mikrometer atau sebesar bulu mata manusia dan 4.500 kali lebih besar dari rata-rata ukuran spesies bersel tunggal ini.
Temuan ini dilaporkan Jean-Marie Volland, ilmuwan dari Department of Energy Joint Genome Institute, Lawrence Berkeley National Laboratory, Berkeley, Amerika Serikat, dan tim di jurnal Science pada 24 Juni 2022.
Sebagian besar spesies bakteri memiliki panjang sekitar 2 mikrometer dengan beberapa spesimen terbesar mencapai 750 mikrometer. ”Menggunakan fluoresensi, x-ray, dan mikroskop elektron dalam hubungannya dengan sekuensing genom, kami mengarakterisasi Candidatus (Ca.) Thiomargarita magnifica, bakteri yang memiliki panjang sel rata-rata lebih besar dari 9.000 mikrometer (0,9 sentimeter) dan terlihat dengan mata telanjang,” tertulis di paper ini.
Bakteri itu awalnya ditemukan oleh Olivier Gros, profesor biologi kelautan di Université des Antilles di Guadeloupe, pada tahun 2009, yang terlibat dalam penulisan paper ini. Penelitian Gros berfokus pada sistem mangrove laut dan dia mencari simbion pengoksidasi belerang di sedimen mangrove yang kaya belerang tidak jauh dari labnya ketika dia pertama kali menemukan bakteri itu.
Bakteri ini juga menempel pada cangkang tiram, batu dan botol kaca di rawa.
”Awalnya saya pikir itu hanya sesuatu yang aneh, beberapa filamen putih yang perlu dilekatkan pada sesuatu di sedimen seperti daun,” tulis Gros dalam keterangan yang dirilis Lawrence Berkeley National Laboratory.
Dia kemudian membawa filamen putih ini untuk diperiksa di laboratorium dan menyadari itu adalah prokariota pengoksidasi belerang. Sel-sel bakteri ini tumbuh lebih besar dari rata-rata sel bakteri, menampilkan poliploidi yang belum pernah terjadi sebelumnya lebih dari setengah juta salinan genom yang sangat besar, dan menjalani siklus hidup dimorfik dengan pemisahan asimetris kromosom menjadi sel anak.
Fitur-fitur ini, bersama dengan kompartementalisasi bahan genom dan ribosom dalam organel aktif translasi yang terikat oleh membran bioenergi, menunjukkan peningkatan kompleksitas dalam garis keturunan Thiomagarita dan menantang konsep tradisional sel bakteri.
Para peneliti kemudian melakukan pengurutan gen 16S rRNA untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan prokariota. Analisis genetik ini mengungkapkan organisme tersebut sebagai sel bakteri tunggal.
”Saya pikir mereka adalah eukariota, Saya tidak berpikir mereka adalah bakteri karena mereka begitu besar dengan banyak filamen," tulis Silvina Gonzalez-Rizzo, profesor biologi molekuler di Université des Antilles, yang turut menulis paper ini.
”Kami menyadari mereka unik karena sel tunggal. Fakta bahwa mereka adalah mikroba ’makro’ sangat menarik,” ujarnya.
Para peneliti kemudian menyimpulkan bahwa filamen ini merupakan sejenis bakteri dari genus Thiomargarita dan kemudian dinamakan Ca. Thiomagarita magnifica. ”Magnifica karena magnus dalam bahasa Latin berarti besar dan menurut saya itu indah seperti kata Perancis: magnifique,” tutur Gonzalez-Rizzo.
Ia pun mengatakan, penemuan semacam ini membuka pertanyaan baru tentang morfotipe bakteri yang belum pernah dipelajari sebelumnya.
Penemuan Ca. Thiomargarita magnifica telah membuka jalan bagi beberapa pertanyaan penelitian baru, di antaranya adalah peran bakteri dalam ekosistem mangrove. ”Kami tahu bahwa (bakteri) itu tumbuh dan berkembang di atas sedimen ekosistem mangrove di Karibia,” kata Volland. ”Dalam hal metabolisme, bakteri ini melakukan kemosintesis yang merupakan proses yang analog dengan fotosintesis untuk tanaman.”
Pertanyaan lain yang luar biasa adalah apakah organel baru bernama ”pepin” berperan dalam evolusi ukuran ekstrim Thiomargarita magnifica, dan apakah ”pepin” ada pada spesies bakteri lain atau tidak. Pembentukan ”pepin” yang tepat dan bagaimana proses molekuler di dalam dan di luar struktur ini terjadi dan diatur juga masih harus dipelajari.
Selain ditemukan menempel pada akar-akar mangrove, bakteri ini juga menempel pada cangkang tiram, batu dan botol kaca di rawa. Para ilmuwan belum dapat menumbuhkannya dalam kultur laboratorium, tetapi para peneliti mengatakan sel tersebut memiliki struktur yang tidak biasa bagi bakteri. Satu perbedaan utama adalah mikroorganisme ini memiliki kompartemen pusat yang besar, atau vakuola, yang memungkinkan beberapa fungsi sel terjadi di lingkungan yang terkendali itu alih-alih di seluruh sel.
Para peneliti juga belum belum menjelaskan mengapa bakteri itu begitu besar, tetapi anggota tim penulis Volland berhipotesis itu mungkin merupakan adaptasi untuk membantunya menghindari dimakan oleh organisme yang lebih kecil.