Melawan Tuberkulosis dari Kulon Progo
Pandemi Covid-19 mengakibatkan kemunduran besar upaya eliminasi tuberkulosis. Kematian akibat penyakit infeksi itu melonjak. Sinergi dan inovasi kebijakan jadi kunci mengatasi persoalan kesehatan tersebut.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F03%2F30%2Fd663a608-2acf-477e-aa9d-a60053030596_jpg.jpg)
Tenaga kesehatan sedang memasukkan data hasil rontgen warga di mobil x-ray dalam kegiatan penapisan tuberkulosis yang digelar tim Proyek Zero TB, di Balai Desa Giri Purwo, Kabupaten Kulon Progo, Selasa (29/3/2022).
Puluhan warga memadati Balai Desa Giri Purwo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (29/3/2022) pagi. Setelah menunjukkan identitas diri, mereka antre menjalani penapisan atau skrining untuk memastikan apakah mengalami gejala terkait dengan Covid-19 ataupun tuberkulosis.
Mereka diminta menjawab beberapa pertanyaan terkait apa ada gejala Covid-19 dan tuberkulosis seperti batuk dan sesak napas beberapa pekan terakhir. Jika dicurigai menderita tuberkulosis ataupun penyakit infeksi lainnya, warga diminta menjalani pemeriksaan rontgen di dalam mobil khusus di halaman balai kelurahan.
Adi Prawiro (69) yang sehari-hari bekerja sebagai petani, misalnya, mengaku diminta datang ke balai kelurahan itu untuk menjalani pemeriksaan lantaran beberapa hari terakhir sesak napas. Hal serupa dialami Kemo (64) yang mengaku sudah lama sering batuk dan sesak napas.
Di Kabupaten Kulon Progo yang menjadi salah satu lokasi uji coba proyek TB Zero, penapisan kasus TBC dilakukan berkeliling dilengkapi alat diagnostik seperti x-ray portable dan memanfaatkan kecerdasan buatan. Berkolaborasi dengan Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada, surveilans dilakukan sejak 2020.
Baca juga: Putus Rantai Penularan Tuberkulosis
Direktur Proyek TB Zero Daerah Istimewa Yogyakarta Rina Triasih menyatakan, proyek itu memakai pendekatan komprehensif. Jadi, tidak hanya menemukan dan mengobati pasien sampai sembuh, tetapi juga mencegah penularan dengan memakai mobil rontgen. Tim berkeliling ke desa-desa untuk mendekatkan akses layanan pemeriksaan TBC kepada masyarakat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F03%2F30%2F590b6e63-ccb7-45d3-b5cf-d3e3bceb1f58_jpg.jpg)
Tenaga kesehatan mewawancarai seorang warga terkait ada atau tidaknya gejala Covid-19 dan tuberkulosis dalam kegiatan penapisan tuberkulosis yang digelar tim Proyek Zero TB, di Balai Desa Giri Purwo, Kabupaten Kulon Progo, Selasa (29/3/2022).
Hasil pemeriksaan rontgen dan pengambilan sampel dahak dianalisis memakai teknologi kecerdasan buatan. Pasien positif TBC dari hasil penapisan dirujuk untuk berobat ke puskesmas. Selain itu, ada tim yang menginvestigasi kontak erat yang serumah dengan penderita TBC untuk memutus rantai penularan penyakit tersebut.
”Kami melaksanakan pelatihan kader muda, membuat website dan media sosial, ada database elektronik, dan memakai kecerdasan buatan untuk penapisan. Kami juga memiliki grup Whatsapp untuk diskusi kasus pendampingan,” kata Rina. Di dua kecamatan di Yogyakarta dan Kulon Progo yang jadi lokasi uji coba proyek itu, surveilans kasus meningkat tajam.
Namun, program itu menghadapi sejumlah kendala. Selain soal keberlanjutan pendanaan program, dokter di puskesmas kesulitan mendiagnosis warga dengan hasil pemeriksaan positif TBC tapi lesi tidak khas. ”Kami juga menghadapi tantangan geografis di tempat yang bus rontgen tidak bisa masuk sehingga butuh alat x-ray portable,” kata Rina.
Kemunduran besar
Berbagai inovasi kebijakan diperlukan untuk mengatasi TBC. Apalagi saat ini eliminasi tuberkulosis secara global mengalami kemunduran besar karena sumber daya kesehatan terserap untuk mengatasi pandemi. Hal itu ditandai lonjakan kasus kematian akibat penyakit infeksi tersebut.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F03%2F30%2Fd9e33f3a-4168-4915-bf34-cf7d3689eca2_jpg.jpg)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau lokasi penapisan tuberkulosis yang dilakukan tim proyek Zero TB Yogyakarta, di Balai Desa Giri Purwo, Kabupaten Kulon Progo, Selasa (29/3/2022).
Para pembicara dalam G20 The First Health Working Group Side Event tentang Tuberkulosis, Rabu (30/3), menyebut, untuk pertama kali dalam 20 tahun terakhir ini, angka kematian akibat tuberkulosis (TBC) meningkat. Di Indonesia, angka kasus kematian akibat TBC bertambah sekitar 1.000 jiwa.
”Tuberkulosis merupakan ancaman ketahanan kesehatan global mengingat tingginya angka penularan. Satu penderita bisa menularkan penyakit itu ke 15 orang. Angka kematian akibat TBC 15 persen yakni dari 10 juta kasus per tahun, ada 1,5 juta penderita di antaranya meninggal,” kata Deputy Executive Director Stop TB Partnership Suvanand Sahu.
Namun, selama pandemi lebih dari dua tahun terakhir ini sumber daya dan infrastruktur penanganan TBC dialihkan untuk mengatasi Covid-19. Selain kemampuan pengujian cepat molekuler, penanganan pandemi membutuhkan pelacakan kontak, masker, ventilator, obat-obatan, dan vaksin.
Tuberkulosis merupakan ancaman ketahanan kesehatan global mengingat tingginya angka penularan. Satu penderita bisa menularkan penyakit itu ke 15 orang.
Ketua Koalisi Organisasi Profesi untuk Tuberkulosis Indonesia Erlina Burhan mengutarakan, disrupsi layanan dan diagnosis TBC terjadi selama pandemi. Banyak pasien TBC takut berobat ke fasilitas kesehatan dan putus berobat. ”Akses layanan TBC terhambat karena pembatasan kegiatan masyarakat,” ujarnya.
Kondisi itu mengakibatkan angka kasus resistensi obat meningkat sehingga angka kasus dan kematian akibat TBC meningkat. Hal itu diperparah pengurangan pendanaan program TBC dan deteksi kasus, rendahnya mutu layanan bagi pasien, serta terbatasnya aktivitas surveilans untuk menemukan kasus tuberkulosis.

Terintegrasi
Terkait hal itu, Sahu menyatakan, penanganan TBC perlu diintegrasikan dengan strategi kesiapsiagaan menghadapi pandemi berikut yang kemungkinan merupakan penyakit pernapasan seperti Covid-19. TBC ditularkan melalui percikan ludah di udara dan tersebar di setiap daerah seperti Covid-19.
Direktur Eksekutif Global Fund untuk Penanggulangan AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria Peter Sands, Selasa (21/6/2022), dalam keterangan pers, menyatakan, penderita tak boleh putus berobat agar kuman TBC tak resisten obat. ”Bersama mitra, termasuk Indonesia, kita berkomitmen menanggulangi TBC dan malaria. Melawan penyakit harus diikuti teknologi dan edukasi untuk menghilangkan stigma di masyarakat,” ujarnya.
Erlina menambahkan, strategi penanganan Covid-19 bisa diterapkan untuk eliminasi TBC meliputi pelacakan, diagnosis, dan pengobatan. Strategi lain yakni kolaborasi dengan semua pihak agar warga aman dari penularan serta kemajuan teknologi untuk mempercepat produksi vaksin dan surveilans.
Baca juga: Ancaman Mematikan Penyakit Tuberkulosis
Pemeriksaan TBC perlu dilakukan untuk menemukan 30 persen kasus yang tidak terdiagnosis setiap tahun di seluruh dunia. WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) mendorong perbaikan deteksi kasus melalui pelibatan komunitas dan penapisan sistematis terhadap kontak erat atau orang yang serumah dengan penderita.
Peningkatan investasi untuk memperkuat infrastruktur dan kapasitas program TBC akan membantu pengembangan kapasitas untuk melawan penyakit infeksi pernapasan baru yang berpotensi pandemi. ”Pemantauan kemajuan TBC akan menjadi penanda kesiapsiagaan mengatasi infeksi baru,” tuturnya.

Menurut Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, perlu komitmen bersama pendanaan penanggulangan TBC senilai 20 miliar dollar AS per tahun. Pemerintah Indonesia berkomitmen meningkatkan anggaran penanganan TBC hingga 1,5 kali lipat.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dalam kunjungan lapangan ke Kulon Progo, menegaskan, pemerintah menargetkan penemuan aktif kasus TBC 95 persen dari tingkat temuan kasus saat ini 49 persen. Pemerintah melakukan modifikasi kebijakan, termasuk penyediaan mobil x-ray di tujuh provinsi, antara lain Sumatera Utara, Banten, dan seluruh wilayah di Pulau Jawa, serta melibatkan penyedia layanan penapisan.
Surveilans kasus TBC mesti diperkuat untuk mencegah penularan. ”Jadi, bisa dengan penapisan dini. Selama ini anggaran kita lebih banyak untuk upaya kuratif (pengobatan) pasien,” tuturnya.
Nantinya sumber daya yang menangani Covid-19 dikerahkan untuk surveilans tuberkulosis. ”Surveilans TBC perlu dibenahi dengan melacak terduga, kontak erat, dan populasi berisiko, serta proaktif menemukan kasus, dengan mendekatkan alat diagnostik ke warga, termasuk x-ray dan teknologi molekuler,” tuturnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F22%2F35c26ce8-0683-424a-9d70-2311881b727f_jpg.jpg)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin hadir dalam Pertemuan Gabungan Menteri Keuangan dan Kesehatan G20, Selasa (21/6/2022) malam, di Hotel Marriott Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertemuan itu, antara lain, membahas tentang pembentukan Financial Intermediary Fund (FIF) atau Dana Perantara Keuangan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanggulangan pandemi.
Pelacakan kasus secara masif harus memanfaatkan jejaring di masyarakat sampai tingkat akar rumput. Sekitar 300.000 titik harus dipantau untuk memperkuat penemuan kasus. Itu bisa dilakukan tidak hanya mengandalkan petugas puskesmas, tetapi juga melibatkan 296.000 posyandu yang ada di sejumlah daerah.
Selain itu, penggunaan regimen obat lebih pendek dan pengobatan pencegahan TBC perlu diperluas untuk memaksimalkan dampaknya bagi kesehatan. Regimen baru bisa mengurangi angka putus berobat yang berisiko memicu resistensi kuman TBC terhadap obat-obatan.