Mahasiswa Diajak Pilih Tempat Kerja dengan Nilai Toleransi
Generasi Z menghargai perbedaan. Dunia kerja juga semakin menjunjung keberagaman dan kesetaraan sehingga perlu memiliki keberpihakan pada toleransi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Mahasiswa generazi Z terbuka terhadap perbedaan. Dengan sikap positif ini mereka juga diharapkan bisa memilih lingkungan kerja yang mengedepankan nilai-nilai kesetaraan, keberagaman, dan inklusivitas.
Dalam webinar yang melibatkan lebih dari 300 mahasiswa dengan topik ”Creating Positive Vibes at Work: Tolerance is Key” yang digelar PT Unilever Indonesia Tbk bekerja sama dengan Campus Marketeers Club, Jumat (24/6/2022), psikolog klinis dewasa Tara de Thouars mengatakan, generasi Z sangat terbuka terhadap perbedaan. Penelitian McKinsey & Company menunjukkan, beberapa kategori perilaku gen Z yang membedakannya dengan generasi-generasi sebelumnya. Salah satunya undefined ID, di mana generasi ini menghargai setiap individu tanpa memberi label tertentu dan memiliki keterbukaan yang besar untuk memahami keunikan tiap individu.
”Perilaku ini tentunya akan turut memengaruhi mereka saat mencari pekerjaan,” kata Tara.
Studi Randstad Workmonitor tahun 2022 menunjukkan, 41 persen gen Z yang tersebar di wilayah Eropa, Asia Pasifik, dan Amerika lebih memilih menganggur dibandingkan dengan tidak bahagia di tempat kerja. Terlihat pula bahwa salah satu tolok ukur kebahagiaan bagi gen Z adalah betapa prinsip kesetaraan, keberagaman, dan inklusivitas dapat ditegakkan di tempat kerja. Sebanyak 41 persen responden mengaku tidak akan memilih tempat kerja yang tidak mempromosikan keberagaman dan inklusivitas.
Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang bagi perusahaan-perusahaan saat mereka mengakuisisi talenta baru, yaitu bagaimana toleransi dapat dibangun menjadi sebuah budaya di setiap level organisasi.
Head of Communication Unilever Indonesia Kristy Nelwan mengatakan, Unilever berpartisipasi menegakkan kesetaraan, keberagaman, dan inklusivitas di lingkungan kerja. ”Bagi Unilever Indonesia, ada Equity, Diversity, and Inclusion Board yang bertugas menjalankan dan memonitor berbagai upaya perusahaan,” kata Kristy.
Salah satu bentuk intoleransi di tempat kerja yang masih kerap terjadi adalah perundungan, yaitu serangkaian perilaku yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk mengintimidasi, menjatuhkan, atau menyakiti orang lain di tempat kerja. Contohnya, kekerasan fisik dan verbal, pengucilan/pemboikotan, sabotase pekerjaan, dan lainnya. Perundungan di tempat kerja bisa dilakukan secara langsung ataupun secara daring.
Generasi ini menghargai setiap individu tanpa memberi label tertentu dan memiliki keterbukaan yang besar untuk memahami keunikan tiap individu.
Tara mengatakan, seorang karyawan harus percaya bahwa mereka terlindung di bawah perusahaan yang memiliki kebijakan kuat terhadap segala bentuk diskriminasi dan perundungan. Untuk itu, sangat penting bagi seorang calon karyawan untuk memastikan bahwa mereka memilih perusahaan yang berpihak pada kesetaraan, keberagaman, dan inklusivitas.
Kristy mengemukakan, Unilever tidak menoleransi adanya perundungan di tempat kerja. Siapa pun yang melanggar akan ditindak tegas. Kebijakan ini diatur dalam kode etik berbisnis Respect, Dignity and Fair Treatment yang berlandaskan pada kepercayaan bahwa bisnis hanya dapat berkembang di tengah masyarakat di mana hak asasi manusia dihormati, dijunjung tinggi, dan dikedepankan. Perusahaan juga aktif mendorong karyawan untuk bertanggung jawab dan berinisiatif jika melihat potensi pelanggaran.