Mengoptimalkan Peran Kakek-Nenek untuk Tumbuh Kembang Anak
Kakek dan nenek memiliki peran penting dalam tumbuh kembang seorang anak. Pola asuh dari kakek dan nenek dapat mendukung pemenuhan stimulasi dan gizi pada anak.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo menikmati libur hari raya Idul Fitri 1443 H bersama cucu-cucunya, Selasa (3/5/2022). Mengendarai mobil golf, Presiden berkeliling di taman Gedung Agung Istana Kepresidenan Yogyakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Tumbuh kembang anak tidak hanya bergantung pada orangtua, tetapi juga orang terdekat yang hidup di sekitarnya, termasuk kakek dan nenek. Karena itu, kakek dan nenek mesti mampu menjalankan pola pengasuhan yang baik. Perlu ada kesepakatan bersama antara orangtua dan kakek-nenek.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2018 menyebutkan, sebanyak 14,1 persen anak tinggal bersama kakek dan neneknya. Selain itu, data Badan Pusat Statistik pada 2021 menunjukkan, sebesar 34,71 persen penduduk lansia tinggal bersama dalam tiga generasi, yakni kakek-nenek, anak, dan cucu.
Rektor Universitas YARSI yang juga Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) periode 2013-2015, Fasli Jalal, menyampaikan, data tersebut menunjukkan pentingnya peran kakek dan nenek dalam pola asuh seorang anak. Bahkan, tidak sedikit orangtua yang meminta kakek dan nenek untuk menggantikan perannya menjaga anak mereka ketika sedang bekerja.
”Ada banyak kelebihan yang sebenarnya dalam grandparenting atau pengasuhan dari kakek dan nenek. Kakek dan nenek dapat menawarkan dukungan tanpa syarat kepada orangtua baru. Mereka bisa menjadi sumber pengalaman yang baik bagi orangtua,” katanya di Jakarta, Jumat (24/6/2022).
Menurut Fasli, kakek dan nenek dapat membantu dalam pengembangan nilai, karakter, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual bagi seorang anak berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Waktu yang bisa diberikan kepada cucunya juga lebih berkualitas jika dibandingkan dengan orangtua yang masih harus bekerja.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Seorang nenek mengasuh cucunya di Desa Wonolelo, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah, Senin (19/8/2019). Berbagai pekerjaan rumah tangga sehari-hari masih kerap menjadi tugas utama para warga lansia di usia senja mereka.
Tidak hanya itu, kakek dan nenek juga amat berperan untuk mendukung pengembangan dari orangtua baru. ”Kakek-nenek dapat menenangkan orangtua yang kadang-kadang karena tidak berpengalaman, anaknya menangis terus sehingga membuat orangtua panik. Di sinilah kehadiran kakek-nenek dengan pengalaman mereka diperlukan,” tuturnya.
Meski begitu, pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim, mengatakan, kondisi psikologis yang dimiliki oleh orang lansia perlu diantisipasi dalam pola asuh di keluarga. Kondisi psikologis yang tidak terkontrol dapat memicu terjadinya konflik dalam keluarga, baik konflik antara kakek-nenek dan orangtua maupun antara kakek-nenek dan cucu.
Konflik yang muncul antara kakek-nenek dan orangtua biasanya terkait dengan pengasuhan anak dan kebiasaan berperilaku. Sementara konflik pada cucu umumnya terkait dengan perbedaan generasi. Teknologi yang berubah serta pengetahuan yang berkembang pesat membuat komunikasi antara kakek-nenek dan cucu menjadi terkendala.
Kakek dan nenek juga sangat berperan untuk membantu mencegah terjadinya tengkes atau stunting pada anak.
Oleh karena itu, Rose menyampaikan, orang lansia yang berperan sebagai kakek dan nenek perlu memahami beberapa hal agar konflik dalam keluarga bisa diminimalkan. Itu antara lain orang lansia harus memiliki kemampuan untuk memahami kondisi dirinya sendiri. Orang lansia sebaiknya mampu dalam mengelola emosi dan mengenali perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya, baik perubahan fisik maupun emosi.
”Lansia sebagai kakek dan nenek juga harus paham bahwa mereka tidak bertanggung jawab langsung pada pertumbuhan seorang anak yang menjadi cucu mereka. Itu karena orangtua yang seharusnya lebih berperan,” katanya.
Rose menambahkan, kakek dan nenek pun perlu memahami kondisi anak dan cucu mereka. Artinya, kakek dan nenek mau mendengar keinginan dan harapan dari anak dan cucu. Jangan justru memaksakan kehendaknya.
Dalam pola pengasuhan pada cucu sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan usianya. Setiap anak unik dan berbeda sehingga tidak memberlakukan standar pengasuhan ataupun standar capaian tumbuh kembang yang sama pada setiap anak.
”Yang juga terpenting, lakukan kerja sama yang baik dengan orangtuanya. Sadari mana yang merupakan tanggung jawab mutlak orangtua dan mana yang masih bisa didelegasikan ke kakek dan nenek,” ujar Rose.
Mencegah tengkes
Fasli menambahkan, kakek dan nenek juga sangat berperan untuk membantu mencegah terjadinya tengkes atau stunting pada anak. Dukungan dari kakek dan nenek ini bisa dimulai sejak masa tumbuh kembang anak yang nantinya menjadi orangtua dari cucunya.
Setidaknya peran tersebut bisa dimulai dari ketika anaknya berencana untuk menikah. Pastikan sebelum menikah, seorang anak memiliki status gizi yang baik. Pada anak perempuan harus dipastikan tidak mengalami anemia serta kurang gizi lainnya. Selain itu, dukung usia minimal anak menikah di atas 19 tahun. Usia tersebut menentukan kesiapan dan kematangan anak, baik dari aspek fisik maupun psikologis.
Fasli menuturkan, dukungan tersebut perlu dilanjutkan sampai masa 1.000 hari pertama kehidupan cucunya, yakni mulai dari masa kehamilan sampai anak berusia dua tahun. Pada masa kehamilan, kakek dan nenek perlu memastikan asupan gizi ibu hamil. Pastikan pula ibu tidak mengalami anemia dan tidak mengalami pertumbuhan janin yang terhambat. Kakek ataupun nenek bisa membantu memastikan seorang ibu hamil sudah mengonsumsi tablet tambah darah yang dibutuhkan.
”Saat ini, dari seluruh ibu hamil yang mendapatkan tablet tambah darah, hanya sepertiga yang mengonsumsinya. Padahal, ibu hamil yang mengalami anemia berisiko menimbulkan kematian pada ibu dan anak lahir dengan berat badan lahir rendah,” tutur Fasli.
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN
Petugas puskesmas dan kader posyandu Desa Kesetnana, Kecamatan Mollo Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, mengukur tinggi badan Sandi Santiago Numlene (5) yang mengalami tengkes.
Selanjutnya, dukungan kepada cucu bisa diberikan pada masa tumbuh kembang setelah lahir. Kakek dan nenek bisa terus mendukung pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pada anak. Imunisasi dasar lengkap yang harus diterima juga dapat dibantu dalam pemantauannya. Asupan gizi dan stimulasi yang cukup pun bisa diberikan melalui dukungan kakek dan nenek.
Fasli menyampaikan, peran dari keluarga besar, termasuk kakek dan nenek, dalam upaya pencegahan tengkes juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan budaya dan tradisi lokal. Hal tersebut seperti pendekatan budaya Manjujai yang merupakan adat dari Minangkabau.
Pendekatan ini dilakukan melalui nyanyian, dendangan, gerak tubuh, dan penuturan kata-kata yang bermakna yang digunakan dalam stimulasi perkembangan anak. ”Budaya Manjujai yang berisi doa, nyanyian, dan kisah dapat digunakan untuk menstimulasi psikososial anak dan amat baik jika diadaptasi melalui budaya lain yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Nopian Andusti menuturkan, pola pengasuhan yang dimiliki oleh kakek-nenek yang kemudian ditransformasikan ke generasi penerus dapat mendukung penguatan ketahanan sebuah keluarga. Apalagi, jumlah orang lansia yang hidup bersama anak dan cucunya di Indonesia cukup besar. Masih banyak orangtua di Indonesia yang memiliki kakek dan nenek untuk menjaga anaknya dibandingkan dengan orang lain.
”Pola pengasuhan kakek-nenek atau grandparenting yang baik dan benar dapat memberikan dukungan, dorongan, dan bantuan yang berharga bagi kualitas tumbuh kembang anak serta menentukan kepribadian anak di masa dewasa,” katanya.