IDI: Penggunaan Masker di Luar Ruangan Kembali Dianjurkan
Kasus Covid-19 yang meningkat perlu diantisipasi dengan penguatan protokol kesehatan. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia pun merekomendasikan agar aturan penggunaan masker di luar ruangan kembali diberlakukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus pandemi Covid-19 yang kembali naik menuntut masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan akan risiko penularan. Protokol kesehatan pun harus diperketat, terutama protokol dalam penggunaan masker di segala aktivitas, termasuk saat berkegiatan di luar ruangan.
Anggota Bidang Kajian Penanggulangan Penyakit Menular Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan di Jakarta, Selasa (21/6/2022), mengatakan, penularan Covid-19 terjadi secara dinamis sehingga aturan yang berlaku pun perlu menyesuaikan kondisi yang terjadi. Di tengah kasus Covid-19 yang kembali meningkat, upaya pengendalian pun perlu kembali diperkuat.
”Dalam kondisi saat ini, kami dari IDI merekomendasikan agar aturan penggunaan masker kembali diberlakukan, termasuk di ruang terbuka. Jadi kami menganjurkan agar statement boleh menggunakan masker di ruang terbuka itu dicabut untuk mencegah potensi penularan,” katanya.
Menurut Erlina, peningkatan kasus Covid-19 terjadi karena protokol kesehatan masyarakat yang mulai mengendur serta adanya subvarian Omicron BA.4 dan BA.5. Subvarian tersebut dilaporkan memiliki daya penularan yang cepat. Subvarian ini juga diketahui dapat menghindari kekebalan tubuh sehingga sekalipun sudah divaksinasi tetap bisa tertular.
Ia menambahkan, pemerintah pun sudah memprediksi bahwa kasus penularan Covid-19 akan terus meningkat, bahkan bisa mencapai puncaknya dengan 20.000 kasus per hari. Per 20 Juni 2022 dilaporkan ada 1.180 kasus baru yang terkonfirmasi positif Covid-19. Jumlah ini melonjak hampir dua kali lipat dari minggu lalu pada 13 Juni 2022 yang dilaporkan sebanyak 591 kasus baru per hari.
”Jika kita sudah tahu prediksinya akan ada lonjakan kasus, artinya kita harus antisipasi itu agar tidak sampai terus meningkat. Jangan justru kita tahu, tetapi dibiarkan dan tidak ada langkah antisipasi,” ucap Erlina.
Ia menuturkan, anjuran untuk menggunakan masker di segala aktivitas, termasuk aktivitas di luar ruangan, akan menghadapi tantangan. Sebagian masyarakat akan menolak menggunakan masker. Itu bisa terjadi karena kesadaran yang menurun serta kejenuhan masyarakat akan situasi pandemi.
Jika pun akan dianjurkan booster kedua, itu sebaiknya didahulukan pada kelompok rentan, seperti tenaga kesehatan yang memang bertugas menangani pasien Covid-19. (Adib Khumaidi)
Oleh sebab itu, edukasi dan sosialisasi mengenai pentingnya protokol kesehatan perlu lebih masif dilakukan. Masyarakat pun perlu disadarkan bahwa pandemi belum berakhir. Melalui kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan diharapkan situasi bisa tetap terkendali. Aturan yang lebih ketat bisa saja diberlakukan apabila kasus terus meningkat. Dalam kondisi seperti itu, masyarakat justru bisa semakin jenuh.
Syarat perjalanan
Erlina menambahkan, selain anjuran penggunaan masker di luar ruangan, IDI juga merekomendasikan untuk kembali memberlakukan syarat negatif Covid-19 dengan tes PCR atau antigen bagi pelaku perjalanan. Hal ini penting untuk mengurangi risiko penularan dari perjalanan, baik perjalanan dalam negeri maupun luar negeri.
”Risiko penularan bisa terjadi di tengah perjalanan. Syarat tes antigen atau PCR ini diperlukan untuk melindungi masyarakat dari potensi penularan tersebut. Apalagi, subvarian baru yang ada saat ini memiliki daya tular yang lebih cepat,” kata dia.
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menambahkan, upaya perlindungan melalui vaksinasi juga harus terus diperkuat. Cakupan vaksinasi di Indonesia masih belum optimal. Dari data yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan tercatat cakupan vaksinasi dosis kedua mencapai 62,4 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Sementara itu, cakupan dosis ketiga atau dosis penguat (booster) baru mencapai 18,1 persen dari total populasi penduduk.
PB IDI pun mendorong agar cakupan vaksinasi bisa semakin ditingkatkan, terutama vaksinasi dosis penguat. Para pemangku kebijakan di daerah seperti gubernur, wali kota, dan bupati harus berinovasi untuk meningkatkan cakupan vaksinasi dosis penguat di daerahnya.
”Kita harus memprioritaskan cakupan vaksinasi booster terlebih dahulu sebelum akhirnya mendorong adanya vaksinasi booster kedua. Jika pun akan dianjurkan booster kedua, itu sebaiknya didahulukan pada kelompok rentan, seperti tenaga kesehatan yang memang bertugas menangani pasien Covid-19,” tutur Adib.
Penyakit menular
Adib mengatakan, kewaspadaan pun tetap perlu ditingkatkan akan risiko penyakit menular lainnya, selain Covid-19. PB IDI pun berencana untuk membentuk satuan tugas untuk mengantisipasi munculnya penyakit menular. Seluruh tenaga kesehatan, termasuk dokter, diharapkan selalu waspada akan risiko munculnya penyakit menular baru ataupun penyakit menular yang kembali muncul.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan, sejumlah penyakit menular sudah mulai dilaporkan terjadi di tengah situasi pandemi yang belum usai. Itu seperti penyakit hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya serta penularan cacar monyet.
”Kewaspadaan harus kita tingkatkan pada risiko penyakit menular di masyarakat. Berbagai penyakit menular juga masih belum tereliminasi di Indonesia, seperti demam berdarah, malaria, dan tuberkulosis. Karena itu, kita perlu terus berupaya untuk mengatasi persoalan tersebut,” ujarnya.