Momen Empat Abad Kembalinya Basudara Wandan ke Banda
Hadirnya 150 orang Basudara Wandan ke Banda Neira adalah kunjungan bersejarah. Untuk pertama kalinya warga Banda Eli menginjak tanah Banda setelah 400 tahun harus meninggalkan Banda karena menolak dijajah VOC.
Oleh
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
·3 menit baca
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Warga berfoto di depan Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci TNI Angkatan Laut yang baru saja merapat di Pelabuhan Banda Neira, Maluku Tengah, Maluku, Minggu (19/6/2022). Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah dengan Laskar Rempah dari 34 provinsi akhirnya sampai di titik kelima di Banda Neira.
BANDA NEIRA, KOMPAS—Titik kelima Muhibah Budaya Jalur Rempah di Banda Neira, Maluku Tengah, menjadi momen penting terwujudnya kunjungan bersejarah Basudara Wandan ke tanah leluhur mereka di Banda. Hal ini merupakan pertama kali warga keturunan asli Banda tersebut menginjakkan kaki di Banda setelah empat abad melarikan diri ke Kepulauan Kei, Maluku.
Basudara Wandan adalah anak cucu keturunan Banda yang sekarang menetap ke Kepulauan Kei yang disebut Banda Eli/Ely dan Banda Elat. Mereka melarikan diri dan selamat dari pembantaian orang Banda oleh Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen pada tahun 1621 karena menolak usaha monopoli perdagangan Pala dan rempah-rempah di Kepulauan Banda.
Pembantaian orang Banda terpicu oleh terbunuhnya Laksamana Verhoeven bersama pasukannya pada 22 Mei 1609 oleh Orang Kaya Banda. Sejarawan asli Banda, almarhum Des Alwi mencatat, dalam pembantaian Banda sebanyak 40 Orang Kaya Banda dibunuh bersama sekitar 6.600 warga Kepulauan Banda.
Selain itu, 789 orang Banda diasingkan ke Batavia (Jakarta) di tempat yang sekarang bernama Kampung Bandan, lalu 1.700 orang Banda melarikan diri ke Banda Eli di Kepulauan Kei. Hanya tinggal tersisa sepertiga orang asli Banda di Banda Neira yang kemudian beranak pinak hingga kini (Kompas, 24 April 2012).
Orang Banda yang tersisa akhirnya kawin mawin dengan orang-orang dari berbagai macam suku di Nusantara serta luar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di perkebunan Pala, dahulu VOC sampai mendatangkan orang-orang dari luar Banda.
KEMENDIKBUDRISTEK
Pimpinan Basudara Wandan, Raja Bashar Alimuddin Latar (berikat kepala warna kuning) saat menerima kedatangan Laskar Rempah di Pelabuhan Banda Neira, Maluku Tengah, Maluku, Minggu (19/6/2022). Puluhan Laskar Rempah dari 34 Provinsi tiba ke Banda Neira dengan berlayar naik KRI Dewaruci.
Diundang ke Banda Neira
Bertepatan dengan momentum Muhibah Budaya Jalur Rempah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akhirnya mengundang Basudara Wandan ke Banda Neira. Sebanyak 150 orang Basudara Wandan yang dipimpin Raja Bashar Alimuddin Latar akhirnya tiba di Banda Neira, Kamis (16/6/2022).
”Ini adalah kunjungan bersejarah, untuk pertama kalinya warga Banda Eli menginjak tanah Banda setelah 400 tahun harus meninggalkan Banda karena menolak untuk dijajah,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek Hilmar Farid, Minggu (19/6/2022), di Banda Neira, Maluku.
Ini adalah kunjungan bersejarah, untuk pertama kalinya warga Banda Eli menginjak tanah Banda setelah 400 tahun harus meninggalkan Banda karena menolak untuk dijajah. (Hilmar Farid)
Banda Neira menjadi titik penting bagi Muhibah Budaya Jalur Rempah karena Banda dahulu merupakan pusat perdagangan pala dunia. Karena pala inilah, empat abad silam VOC dan bangsa-bangsa Eropa berlomba-lomba berlayar ke timur untuk berburu mencari pusat rempah-rempah itu.
Sampai pada akhirnya, perebutan rempah-rempah memicu terjadinya tragedi kemanusiaan genosida tahun 1621 di Banda. Pembantaian itu membuat masyarakat Banda terusir dan tersebar ke berbagai tempat.
Menurut Hilmar, kekayaan rempah Nusantara seperti Pala di Banda bukan sekedar komoditas semata, tetapi juga menjadi penghubung terciptanya peradaban kebudayaan. ”Lahirnya pertemuan antarbudaya di Indonesia disebabkan oleh proses distribusi rempah dari satu daerah ke daerah lainnya, sehingga bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang kaya dan besar,” paparnya.
Pimpinan Basudara Wandan, Raja Bashar Alimuddin Latar (berikat kepala warna kuning), saat menerima kedatangan Laskar Rempah di Pelabuhan Banda Neira, Maluku Tengah, Maluku, Minggu (19/6/2022). Puluhan Laskar Rempah dari 34 Provinsi tiba ke Banda Neira dengan berlayar naik KRI Dewaruci.
Sementara itu, Raja Banda Eli, Bashar Alimuddin Latar menyampaikan, Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022 menjadi momentum tepat untuk mempertemukan generasi asli Banda dengan tanah leluhurnya serta masyarakat Banda.
Kemarin, Raja Banda Eli turut menyambut kedatangan anak-anak muda Laskar Rempah, peserta Muhibah Budaya Jalur Rempah dari 34 Provinsi seluruh Indonesia yang berlayar dari Ternate-Tidore ke Banda Neira.
”Hanya satu pesan yang kami sampaikan, jagalah negeri Banda untuk kepentingan Indonesia,” katanya.
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Warga berfoto di Kapal Republik Indonesia (KRI) Dewaruci TNI Angkatan Laut yang baru saja merapat di Pelabuhan Banda Neira, Maluku Tengah, Maluku, Minggu (19/6/2022). Pelayaran Muhibah Budaya Jalur Rempah dengan Laskar Rempah dari 34 provinsi akhirnya sampai di titik kelima di Banda Neira.
Muhibah Budaya Jalur Rempah bertolak dari Surabaya pada 1 Juni 2022, tepat di Hari Lahir Pancasila. Mereka dilepas oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim dan Wakil Kepala Staf TNI AL Laksamana Madya Ahmadi Heri Purwono.
Sejak awal Juni 2022, Laskar Rempah telah melintasi rute Surabaya, Makassar, Bau-Bau-Buton, Ternate-Tidore, dan Banda, kemudian akan dilanjutkan belayar ke Kupang dan kembali lagi ke Surabaya. Muhibah Budaya Jalur Rempah diikuti 147 Laskar Rempah dan ribuan warga di setiap titik persinggahan.