Menyelamatkan Siswa Miskin dengan Menggandeng Sekolah Swasta
Daya tampung sekolah negeri yang terbatas saat pendaftaran peserta didik baru (PPDB) dikeluhkan tidak adil bagi siswa miskin. Sejumlah pemerintah daerah melakukan terobosan dengan menggandeng sekolah swasta.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU, CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
·5 menit baca
Akses pendidikan bagi anak-anak Indonesia terus meningkat. Namun, banyak siswa dari keluarga tak menuntaskan pendidikan di sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan sederajat karena terkendala biaya pendidikan. Daya tampung sekolah menengah atas yang didominasi swasta menjadi kendala.
Persoalan ekonomi menjadi salah satu faktor tertinggi penyebab anak tidak sekolah (ATS) di Indonesia. Berdasarkan data Susenas Badan Pusat Statistik 2020, ATS berjumlah sekitar 4,08 juta Perkiraaan ATS di kelompok umur 7-12 tahun sebanyak 180.000 orang dan di kelompok 13-15 tahun sebanyak 987.000. Terbanyak di kelompok umur 16-18 tahun sekitar 2,915 juta orang.
Galang Dwi (17), pemuda asal Pemalang, Jawa Tengah, menjadi satu dari jutaan anak muda yang tak dapat melanjutkan pendidikan ke SMA seusai lulus SMP pada tahun 2019. “Saya didukung orangtua tetap berniat sekolah. Tapi saat itu tidak langsung mendaftar ke sekolah karena orangtua mengumpulkan biaya pendaftaran. Ketika siap, pendaftaran di sekolah tutup sehingga saya tidak bisa di sekolah formal. Akhirnya, saya milih bekerja serabutan untuk menunggu pendaftaran tahun depan,” kata Galang.
Masa pendaftaran peserta didik baru (PPDB) menjadi waktu rawan bagi siswa miskin untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Untuk menjadi siswa baru di jenjang berikutnya yang tidak diterima di sekolah negeri, ada uang pangkal atau pendaftaran jutaan rupiah.
Belum lagi biaya uang sekolah bulanan yang harus dibayar setiap yang mencapai ratusan ribu rupiah, di luar uang buku teks, perlengkapan sekolah, maupun biaya personal lainnya. Bagi keluarga miskin, membiayai anak di sekolah swasta tentunya bukanlah pilihan karena keterbatasan finansial.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemdikbudristek, Jumeri dalam webinar bertajuk "Silaturahmi Merdeka Belajar : Peningkatan Akses Layanan Pendidikan yang Berkeadilan", Kamis (16/6/2022), mengakui ada penurunan pendaftaran siswa baru di tahun 2021 akibat pandemi Covid-19. Ada sekitar 500.000 siswa usia sekolah yang tidak sekolah akibat pandemi.
Jumeri meminta agar masa PPDB menjadi komitmen pemerintah daerah (Pemda) untuk memastikan semua anak usia sekolah dapat etrlayani dalam sistem pendidikan. Keterbtasan daya tampung sekolah negeri harus diatasi dnegan kebijakan inovatif dan kreatif dari Pemda.
Gandeng sekolah swasta
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana mengatakan daya tampung sekolah negeri di DKI Jakarta, terutama di jenjang SMA/SMK terbatas. Ada 10.658 sekolah/madrasah dari jenjang anak usia dini hingga SMA/SMK yang ikut PPDB.
Nahdinana mengatakan DKI Jakarta menggelar PPDB bersama. Di tahun 2021, untuk siswa SMA dari keluarga tidak mampu yang tidak tertampung di sekolah negeri, bisa melanjutkan di sekolah swasta yang masuk dalam daftar kontrak prestasi.
“Kami ingin memberikan akses setara dan berkeadilan di sekolah negeri dan swasta, utamanya untuk siswa dari keluarga miskin. Mereka tetap bisa bersekolah di swasta dengan dana dari Pemprov DKI Jakarta dari biaya masuk sampai selesai tiga tahun. Kami pastikan, siswa dari keluarga tidak mampu di DKI Jakarta tetap bisa mendapat layanan pendidikan seperti di sekolah negeri,” tuturnya.
Kami ingin memberikan akses setara dan berkeadilan di sekolah negeri dan swasta, utamanya untuk siswa dari keluarga miskin.
Berburu sekolah negeri menjadi prioritas kebanyakan orangtua. Selain gratis, mutu pendidikannya secara umum lebih bagus dari sekolah swasta menengah. Akibatnya, persaingan mendaftar ke sekolah neegri pun ketat meskipun sudah ada dengan sistem zonasi.
Terobosan PPDB bersama yang dilakukan DKI Jkarta bukan hanya menjadwalkan pendaftaran di sekolah negeri san sekolah swasta yang terpilih di waktu bersamaan. Hal itu juga sebagai upaya mendorong sekolah swasta meningkat mutunya.
Pada tahun 2021, sebanyak 776 anak masuk di 64 SMA swasta. Sekolah swasta digandeng di lokasi yang padat penduduk dan daya tampung SMA negeri tidak cukup. Di DKI Jakarta ada 115 SMA negeri dan SMP 289 negeri dan 700-an SMP swasta.
Pada tahun 2022, PPDB bersama di DKI Jakarta kembali dilakukan. Bahkan, jumlahnya ditingkatkan. Kuota disediakan untuk 6.909 siswa di SMA dan SMK swasta. “Dari tahun 2020 sampai sekarang dampak pandemi belum pulih betul. Rawan siswa yang putus sekolah karena masalah ekonomi," tuturnya.
"Jadi, ada bantuan untuk biaya sekolah di awal tahun. Jika masuk sekolah swsta kan, terkendala uang uang pangkal. Pemprov DKI Jakarta memberikan bantuan lewat Kartu Jakarta Pintar Plus, termasuk ada biaya rutin (jajan/gizi dan transportasi) dan biaya yang sifatnya berkala (buku, sepatu, seragam). Kebijkaan ini kami lakukan agar terjadi kesetaraan akses dan mutu pendidikan bagi semua anak,” kata Nahdiana.
Kolaborasi dengan sekolah swasta untuk menyelamatkan pendidikan anak-anak dari keluarga tidak mampu juga dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Program Swasta Peduli Duafa.
Sedikitnya 5.000 pelajar tidak mampu akan mendapat bantuan pendidikan melanjutkan pendidikan di SMA/SMK swasta tahun ini. Harapannya, hal itu bisa memberikan kesempatan yang sama bagi semua anak usia sekolah di Jabar untuk menikmati hak belajar yang sama.
"Untuk mendukung keadilan, untuk warga tidak mampu di sekolah negeri sepenuhnya gratis. Sedangkan yang sekolah di swasta kita memberikan bantuan anggaran melalui program Swasta Peduli Duafa," ungkap Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Program Swasta Peduli Duafa telah dibuka sejak tahun 2021. Namun waktu itu hanya khusus Kota Bandung dengan kuota 70 siswa. Tahun ini, program itu akan menyasar 27 kota/kabupaten. Targetnya 700 siswa dari setiap daerah. Estimasi dana yang diberikan sekitar Rp 2,7 juta per orang per tahun.
"Sistem di Jabar telah didesain sebagai sistem Penerimaan Peserta Didik Baru yang adil, tangguh, dan transparan. Jadi saya pesankan, tolong seadil-adilnya dan harus membela warga yang miskin," ujar Emil.
Kepala Dinas Pendidikan Jabar Dedi Supandi menambahkan, inovasi ini akan diterapkan pada 13 kantor cabang dinas. Dia berharap program ini menjamin siswa kurang mampu tetap sekolah. Apalagi selama pandemi Covid-19, diduga ada penambahan warga miskin berpotensi kesulitan memenuhi biaya pendidikan.
Ke depan, pihaknya akan membuat pemetaan laporan dari seluruh KCD. Nantinya, akan dilihat berapa banyak sekolah yang mau menggratiskan warga miskin dan jumlah kuota yang akan diberikan.
“Kini, sudah ada 21 sekolah dan yayasan SMA/ SMK swasta di Kota Bandung dengan total kuota mencapai 748 siswa siap menampung dan menggratiskan warga miskin selama tiga tahun,” kata Dedi.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Suwarjana, Pemerintah Kota Malang juga terus mendorong sekolah swasta untuk meningkatkan mutu agar dilirik masyarakat. Dukungan dilakukan dengan memberikan bantuan operasional daerah (Bosda) untuk sekolah swasta.
“Bagi siswa miskin juga ada bantuan untuk membeli seragam, sepatu, peralatan sekolah, dan transportasi gratis berupa bus sekolah. Ada juga beasiswa prasejahtera,” kata Suwarjana.