Manusia Bertanggung Jawab terhadap Lebih dari 90 Persen Tumpahan Minyak di Laut
Hasil penelitian menunjukkan 90 persen lapisan minyak kronis di lautan dunia disebabkan aktivitas manusia. Tumpahan minyak ini dapat merusak ekosistem dan berbagai biota laut.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
Para peneliti dari Amerika Serikat dan China telah memetakan polusi minyak di seluruh lautan di Bumi. Hasilnya, lebih dari 90 persen lapisan minyak kronis bersumber dari aktivitas manusia. Proporsi ini jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya.
Penelitian tentang lapisan minyak kronis di lautan global ini telah terbit di jurnal Science, 16 Juni 2022. Penelitian ini sekaligus merupakan pembaruan besar dari studi sebelumnya terhadap polusi minyak laut. Dalam studi sebelumnya, peneliti memperkirakan setengah polusi minyak di laut disebabkan manusia dan setengah lainnya dari sumber alami.
Profesor di Departemen Ilmu Bumi, Kelautan dan, Atmosfer Florida State University, Ian MacDonald, mengungkapkan, hal yang menarik dari studi ini adalah para peneliti sering mendeteksi tumpahan minyak terapung. Tumpahan minyak itu berasal dari pelepasan kecil di kapal, pipa, dan sumber alami, seperti rembesan dasar laut.
”Tumpahan minyak juga berasal dari area di mana industri atau populasi menghasilkan limpasan yang mengandung minyak terapung,” ujar Ian yang juga salah satu penulis studi tersebut dikutip dari situs resmi Florida State University, Jumat (17/6/2022).
Tumpahan minyak merupakan suatu lapisan tipis minyak mikroskopis di permukaan laut. Lapisan ini dapat muncul akibat tumpahan minyak dalam skala besar. Namun, lapisan ini juga bisa disebabkan karena ceceran minyak yang sedikit tetapi terjadi secara terus-menerus oleh aktivitas manusia dan sumber-sumber alam.
Meski sedikit, lapisan minyak ini sangat berdampak terhadap biota laut, seperti plankton yang membentuk dasar sistem makanan laut. Bagi hewan laut lainnya, seperti paus dan penyu, mereka juga akan terluka ketika menyentuh minyak saat naik untuk bernapas.
Lapisan minyak berumur pendek ini secara rutin digerakkan oleh angin dan arus. Ombak besar di lautan kemudian memecah lapisan itu dan menyebarkannya ke beberapa titik. Lapisan minyak yang terpecah ombak membuat para peneliti kesulitan menganalisis dan menyelidiki asal penyebarannya.
Guna mengatasi hal ini, tim peneliti kemudian menggunakan sistem kecerdasan buatan untuk menganalisis lebih dari 560.000 gambar radar satelit yang dikumpulkan antara tahun 2014 dan 2019. Hal itu memungkinkan mereka menentukan lokasi, tingkat, dan kemungkinan sumber polusi minyak kronis.
Bagi hewan laut lainnya, seperti paus dan penyu, mereka juga akan terluka ketika menyentuh minyak saat naik untuk bernapas.
Profesor di Sekolah Ilmu Geografi dan Oseanografi Nanjing University, Yongxue Liu, menjelaskan, teknologi satelit menawarkan cara untuk memantau polusi minyak laut dengan lebih baik. Pemantauan ini terutama khususnya di perairan yang sulit diawasai secara langsung oleh manusia.
”Ini menjadi sebuah gambaran global yang dapat membantu dalam menyusun regulasi dan penegakan hukum untuk mengurangi polusi minyak,” kata Yongxue.
Dengan bantuan citra satelit ini, para peneliti menemukan sebagian besar lapisan minyak berada di dekat garis pantai. Sedangkan sekitar setengah dari lapisan minyak berada dalam jarak 25 mil dari pantai dan 90 persen berada dalam jarak 100 mil.
Selain itu, para peneliti menemukan tumpahan minyak yang relatif lebih sedikit di Teluk Meksiko dibandingkan dengan tempat lain di dunia. Kondisi ini menunjukkan bahwa peraturan pemerintah, penegakan hukum, dan kepatuhan dari operator minyak di perairan AS berperan penting dalam mengurangi kebocoran minyak di laut.
”Dari studi ini, kita telah melihat tumpahan minyak dengan konsentrasi tinggi. Kita bisa memperbaiki situasi ini apabila mengambil pelajaran penting melalui regulasi dan penegakan hukum serta menerapkannya ke tempat-tempat lainnya,” kata Ian.