Survei Demografi dan Kesehatan 2022 Mulai Dilakukan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2022 mulai dilaksanakan. Uji coba akan dilakukan di tiga provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan Survei Demografi dan Keluarga Indonesia atau SDKI 2022 mulai dilakukan. Survei tersebut akan dilaksanakan di 34 provinsi dengan 2.080 sampel yang berada di daerah perkotaan dan perdesaan. Uji coba akan mulai dilakukan pada 4 Juli sampai 5 Agustus 2022.
Deputi Bidang Kebijakan Riset dan Inovasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Boediastoeti Ontowirjo dalam acara ”Kick Off Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2022” di Jakarta, Kamis (16/6/2022), menyampaikan, uji coba SDKI akan dilakukan di tiga provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Kalimantan Selatan. Pelaksanaan survei di ketiga tempat ini akan melibatkan akademisi dari Universitas Diponegoro, Universitas Padjadjaran, dan Universitas Lambung Mangkurat.
”Selama satu bulan uji coba diharapkan kita dapat mengetahui informasi mengenai desain survei dan sistem aplikasi yang sudah dibangun. Pelatihan bagi petugas lapangan juga akan tetap dijalankan di 34 provinsi yang kemudian dilanjutkan dengan penyempurnaan pedoman pelaksanaan survei,” katanya.
Budiastuti menuturkan, target responden dalam SDKI adalah perempuan usia subur, pria kawin, dan remaja pria. Sejumlah pedoman pun sudah disiapkan, antara lain, pedoman pewawancara rumah tangga, pewawancara perempuan usia subur, pewawancara remaja pria, serta pedoman aplikasi dan aturan validasi data.
Selama satu bulan uji coba diharapkan kita dapat mengetahui informasi mengenai desain survei dan sistem aplikasi yang sudah dibangun.
Kerangka sampel SDKI 2022 akan menggunakan Master Sampel Blok Sensus dari hasil Sensus Penduduk Long Form 2020 (SPLF 2020). Survei ini diharapkan dapat menghasilkan indikator demografi dan kesehatan pada tingkat nasional dan provinsi. SDKI terakhir dilakukan pada 2017.
Adapun data dan informasi yang akan disajikan dalam SDKI 2022 ialah fertilitas dan prevalensi KB; pengetahuan, sikap, dan perilaku terkait kesehatan reproduksi; peran serta pria dalam program KB; kesehatan ibu dan anak; kematian bayi, anak balita, neonatal, posnatal, dan perinatal; kesehatan lingkungan tempat tinggal; serta pengetahuan dan sikap terhadap tengkes atau stunting.
Sementara itu, indikator yang akan digunakan adalah total fertility rate atau angka kelahiran total, angka kematian bayi secara nasional, angka prevalensi kontrasepsi, median umur kawin pertama, kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi (unmet need), dan angka putus pakai alat kontrasepsi.
Ketua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, hasil SDKI 2022 bermanfaat untuk mengukur capaian kinerja BKKBN. Data dan informasi yang didapatkan dari SDKI ini juga dapat memperlihatkan dampak dari kendala pelayanan kontrasepsi akibat situasi pandemi Covid-19.
”Modern contraceptive prevalence rate (angka prevalensi penggunaan kontrasepsi modern) atau yang kita kenal dengan mCPR mulanya angkanya 57,8 persen. Itu sebelum pandemi dan kemudian angka itu mengalami stagnansi. Dari SDKI kita bisa melihat dan mengevaluasi kondisi terkini dengan adanya variabel pandemi Covid-19,” ujarnya.
Hasto pun berharap melalui SDKI 2022, evaluasi dari intervensi yang sudah dilakukan saat ini, terutama yang terkait dengan indikator dalam SDKI dapat dilakukan. Kebijakan pun dapat segera disesuaikan agar target-target dalam pembangunan nasional bisa tercapai.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menuturkan, pada 2022 ini merupakan kali pertama SDKI dilaksanakan oleh BRIN. Sebelumnya, pelaksanaan SDKI dilaksanakan oleh BKKBN. Terdapat beberapa keterbaruan dalam pelaksanaan survei, antara lain, penggunaan computer-assisted personal interviewing (CAPI) yang menggantikan paper-assisted personal interviewing (PAPI) sebagai langkah efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaan survei serta keterlibatan rekan rekan mahasiswa dan akademisi lainnya dari perguruan tinggi sebagai petugas pewawancara.
”Data SDKI ini akan digunakan untuk penyusunan kebijakan, program kependudukan, dan kesehatan. Data ini pula akan digunakan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) untuk menyusun indikator rancangan pembangunan nasional,” ucap Handoko.