Penghangatan Iklim Turunkan Keanekaragaman Mikroba
Efek pemanasan iklim berdampak pada berkurangnya kelembaban. Dengan demikian, hilangnya keanekaragaman hayati, termasuk pada mikroba akibat pemanasan, diperkirakan dapat lebih parah terjadi di lahan kering.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
Perubahan iklim yang membawa kecenderungan tren suhu global yang menghangat membawa sederet permasalahan bagi bumi dan manusia. Riset terkini menunjukkan penghangatan global juga menurunkan keanekaragaman jenis mikroba.
Meski berukuran renik, aneka mikroba memiliki peran penting bagi kehidupan di bumi. Mereka membantu menyuburkan tanah, mendekomposisi materi organik, serta memberi manfaat penting lain untuk manusia dan makhluk hidup lainnya.
Penelitian akan dampak penghangatan global pada keanekaragaman mikroba ini dilakukan peneliti University of Oklahoma di Amerika Serikat. Jizhoung Zhou, Direktur Institute for Environmental Genomics di University of Oklahoma, beserta tim melakukan serangkaian percobaan selama delapan tahun. Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa penghangatan iklim membawa dampak utama—dalam konteks negatif—pada keanekaragaman hayati mikroba.
Temuan kami memiliki implikasi penting untuk memprediksi konsekuensi ekologis dari perubahan iklim dan untuk pengelolaan ekosistem. (JIzhoung Zhou)
”Perubahan iklim adalah pendorong utama hilangnya keanekaragaman hayati dari skala lokal ke global yang selanjutnya dapat mengubah fungsi dan layanan ekosistem,” kata Zhou dalam situs internet kampus University of Oklahoma, Selasa (14/6/2022).
Hasil riset mereka dipublikasikan dalam jurnal Nature Microbiology sehari sebelumnya dengan judul ”Penurunan Keragaman Mikroba pada Tanah di Padang Rumput Didorong oleh Penghangatan Iklim Jangka Panjang (Reduction of Microbial Diversity in Grassland Soil is Driven by Long-term Climate Warming)”.
Zhou mengatakan, keanekaragaman hayati tanah di dalam tanah sangat penting dalam mempertahankan fungsi ekosistem. Namun, bagaimana perubahan iklim dapat memengaruhi kekayaan dan distribusi komunitas mikroba tanah (bakteri, jamur, protista) yang melimpah masih belum terpecahkan.
Dalam riset ini, tim peneliti memanfaatkan area lapangan di kampus sebagai lokasi percobaan multifaktor berjangka panjang. Mereka memeriksa perubahan komunitas mikroba tanah dalam menanggapi percobaan pemanasan, perubahan curah hujan yang berubah, serta penurunan biomassa tahunan pada keanekaragaman hayati bakteri, jamur, dan alga sejak 2009.
”Temuan kami menunjukkan bukti eksplisit bahwa pemanasan iklim jangka panjang mengurangi keanekaragaman hayati mikroba di lapangan,” kata Zhou.
Ia menyebutkan, riset yang mereka lakukan ini merupakan studi pertama yang mendokumentasikan respons turunan dari mikroba pembentuk spora dan nonspora terhadap pemanasan iklim. Selain itu, studi tersebut diklaim juga sebagai penelitian pertama yang mendokumentasikan peran dominan pemanasan iklim dalam mengatur keanekaragaman hayati mikroba.
”Temuan kami memiliki implikasi penting untuk memprediksi konsekuensi ekologis dari perubahan iklim dan untuk pengelolaan ekosistem,” ujarnya.
Lebih parah
Efek pemanasan iklim terutama berkurangnya kelembaban di lahan itu. Dengan demikian, ia memperkirakan hilangnya keanekaragaman hayati akibat pemanasan dapat lebih parah di lahan kering, semikering, dan kering-subhumid. Sebagai catatan, area dengan kondisi seperti itu menutupi 41 persen daratan di seluruh dunia.
Dalam opininya di American Society for Microbiology, 19 April 2022, James M Tiedje dari Center for Microbial Ecology, Michigan State University di Amerika Serikat, dan rekan-rekan menyebutkan mikroba memproduksi dan mengonsumsi emisi gas rumah kaca utama. Emisi tersebut adalah karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida.
Di sisi lain, beberapa mikroba menyebabkan penyakit pada manusia, hewan, dan tumbuhan yang dapat diperburuk oleh perubahan iklim. Oleh karena itu, penelitian mikroba diperlukan untuk membantu memperbaiki penyebab pemanasan dan efek berturut-turut yang dihasilkan dari panas, kekeringan, dan badai yang parah.