Uji Coba Penerapan Kelas Standar Rawat Inap Dimatangkan
Penerapan kebijakan kelas rawat inap standar harus memastikan kesiapan rumah sakit. Aturan teknis yang mendukung penerapan kebijakan itu pun perlu diperjelas, terutama terkait biaya iuran dan tarif klaim pelayanan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
SUCIPTO UNTUK KOMPAS
Perawat sedang memeriksa pasien anak rawat inap demam berdarah dengue di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
JAKARTA, KOMPAS – Kebijakan kelas standar rawat inap pada program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat akan diterapkan secara bertahap. Uji coba penerapan kebijakan itu kian dimatangkan. Meski begitu, penerapan kelas standar dikhawatirkan tidak efektif jika tidak memperhatikan kesiapan rumah sakit.
Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Daniel Budi Wibowo, dihubungi di Jakarta, Senin (13/6/2022), menuturkan, implementasi kelas standar rawat inap tidak akan efektif diterapkan jika semua kebijakan terkait belum dituntaskan. Kebijakan tersebut khususnya terkait dengan besaran iuran dan besaran tarif klaim pelayanan.
”Rumah sakit hingga saat ini belum bisa melakukan analisis studi kelayakan investasi untuk penerapan kelas standar karena skema tarif belum diputuskan. Akibatnya, penyesuaian kelas standar masih dilakukan setengah hati,” katanya.
Menurut dia, rumah sakit akan sangat berdampak dengan penerapan kebijakan kelas standar rawat inap. Rumah sakit harus menyediakan anggaran untuk berinvestasi dalam memenuhi standar dari kelas rawat inap standar (KRIS). Selain itu, sebagian rumah sakit harus menurunkan kapasitas tempat tidur agar sesuai aturan dalam kelas standar.
Rumah sakit hingga saat ini belum bisa melakukan analisis studi kelayakan investasi untuk penerapan kelas standar karena skema tarif belum diputuskan.
Merujuk pada Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan, jumlah tempat tidur rawat inap untuk pelayanan rawat inap kelas standar paling sedikit 60 persen dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik pemerintah dan 40 persen dari seluruh tempat tidur untuk rumah sakit milik swasta.
KORNELIS KEWA AMA
Warga miskin di Kota Kupang yang dirawat di RSUD Yohannes Kupang dengan layanan BPJS Kesehatan. Kelompok warga miskin ini menempat kelas tiga di rumah sakit itu dengan layanan kesehatan yang tidak sepadan dengan kelompok warga mampu yang biasanya menempati kelas satu.
Daniel menuturkan, kebijakan mengenai besaran iuran dan besaran tarif klaim pelayanan yang baru setelah ada penerapan kelas standar rawat inap amat penting untuk meminimalkan potensi konflik antara rumah sakit, pemerintah, dan peserta program JKN-KIS. Jika besaran tarif klaim jauh dari nilai keekonomian rumah sakit, konflik bisa terjadi antara rumah sakit dan pemerintah.
Sementara itu, konflik lain bisa muncul dari peserta JKN-KIS, terutama peserta bukan penerima upah atau peserta mandiri kelas tiga karena tarif iuran yang naik dengan ada penerapan kelas standar. Peserta penerima upah yang selama ini berhak mendapat layanan di kelas satu pun bisa berkeberatan apabila layanan yang diterima harus diturunkan dengan adanya kelas standar.
Dihubungi secara terpisah, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Asih Eka Putri, mengatakan, penerapan kelas rawat inap standar masih dipersiapkan. Itu termasuk pada penerapan uji coba kebijakan tersebut di rumah sakit.
”Semua masih disiapkan. Survei kesiapan rumah sakit dalam penerapan kelas standar juga masih di-final-kan. Survei ini dilakukan oleh DJSN bersama dengan Kementerian Kesehatan, BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, dan Persi,” tuturnya.
Kriteria kelas standar
Kriteria KRIS yang harus dipenuhi oleh rumah sakit telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor 1811 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Kesiapan Sarana Prasarana RS dalam Penerapan Kelas Rawat Inap Standar JKN. Setidaknya ada 12 kriteria dalam penerapan KRIS.
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN
Pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dari PNS, TNI, dan Polri mengantre di loket pendaftaran poliklinik Rumah Sakit M Yunus, Provinsi Bengkulu, Rabu (8/1). Belum banyak peserta BPJS Kesehatan dari PNS yang memahami betul mekanisme BPJS Kesehatan.
Kriteria yang harus dipenuhi tersebut meliputi komponen bangunan rumah sakit, ventilasi udara ruang perawatan, pencahayaan ruangan, kelengkapan tempat tidur, nakas di tempat tidur, suhu dan kelembaban udara, serta pembagian ruang rawat. Kriteria lainnya ialah kepadatan ruang rawat inap dan kualitas tempat tidur, tirai dan partisi antartempat tidur, kamar mandi dalam ruangan, aksesibilitas kamar mandi, dan outlet oksigen.
Dalam siaran pers, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menuturkan, definisi dan kriteria dari KRIS perlu disepakati bersama sebelum dilakukan uji coba dan perluasan implementasi. Kriteria yang harus dipenuhi dalam KRIS sebaiknya dikaji kembali.
”Dua belas kriteria dalam KRIS belum menyinggung dari medis. Untuk itu, kami juga mengusulkan dua kriteria tambahan yang dirumuskan dalam regulasi KRIS, yaitu akses terhadap dokter dan akses pada obat. Hal ini merupakan esensi dari pelayanan kesehatan,” ucapnya.