Menunggu Pemerintah Tuntaskan Pemenuhan Satu Juta Guru ASN PPPK
Pemenuhan satu juta guru ASN PPPK di tahun 2022 menghadapi beragam tantangan. Pengajuan formasi dari pemerintah daerah masih minim, Padahal, pemerintah pusat menyediakan formasi dan anggaran yang cukup.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Sejumlah guru yang tergabung dalam Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPGSI) menyampaikan aspirasi terkait nasib mereka yang tidak mendapat formasi di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (17/2/2022). Forum guru honorer tersebut menilai ada ketidakadilan dalam seleksi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) seperti peserta yang lolos passing grade, tapi tidak mendapat formasi. Pada tahun ini pemerintah merencanakan untuk merekrut 758.000 guru PPPK.
Dalam rapat kerja Komisi X DPR bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (10/6/2022), pembahasan rencana anggaran Kemendikbudristek tahun 2023 tak lepas dari aspirasi menyelesaikan berbagai masalah terkait pengangkatan guru honorer menjadi aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN PPPK. Rekrutmen satu juta guru ASN PPPK yang dimulai tahun 2021 masih menyisakan beragam persoalan yang penyelesaiannya butuh kehendak baik bersama terutama pemerintah pusat dan daerah.
Pimpinan rapat, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih, menceritakan aspirasi nasib seorang guru honorer yang datang kepada para wakil rakyat. Ada guru honorer yang tergeser dari sekolah induk karena diisi guru PPPK yang lolos seleksi pada tahun 2021. Guru honorer dengan honor Rp 516.000 per bulan ini masih bisa menyiasati kehidupan karena punya sumber pendapatan lain. Seusai mengajar, guru yang harus menghidupi istri dan dua anaknya ini berjualan mainan.
”Setelah berhenti mengajar, hidup rasanya sangat berat. Sekarang saya dagang mainan keliling dari pagi sampai sore untuk bisa tetap menghidupi keluarga. Tapi, sepi pembeli. Semoga secepatnya saya bisa diangkat. Saya siap ditempatkan di mana pun, asal mendapat formasi,” kata guru honorer itu seperti disampaikan Fikri.
Fikri mengatakan, masalah seleksi guru honorer tahun 2021 harus bisa dituntaskan. Apalagi ada lebih dari 193.000 guru yang sudah lulus passing grade atau nilai ambang batas, tetapi belum mendapat formasi. ”Para guru honorer ini mengisi kekurangan atau kekosongan guru selama ini. Kami minta supaya ada kepastian nasib guru honorer dalam pengangkatan ASN PPPK tahun ini,” katanya.
Anggota Komisi X DPR, Putra Nababan, meminta agar pada tahun 2023 masalah guru PPPK bisa selesai dengan baik. Untuk itu, koordinasi Kemendikbudristek dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Kementerian Keuangan harus baik agar pemerintah daerah juga dapat menjalankan perannya dengan baik dan ada kepastian.
”Kami mendukung agar pemenuhan satu juta guru ASN PPPK bisa mulus. Kami sudah mendorong agar pemerintah daerah menyiapkan formasi. Kami juga menguatkan anggota DPRD di daerah untuk mendorong pemda mengoptimalkan formasi,” kata Putra.
Anggota Komisi X DPR, M Nur Purnamasidi, mengatakan, berdasarkan pembicaraan dengan kepala daerah, anggaran untuk menggaji guru PPPK masih bermasalah. ”Saya sudah bicara dengan bupati dan DPRD untuk bisa mengoptimalkan pengajuan formasi, tapi kemudian masalah anggaran tidak masuk. Apakah formasi sesuai dengan kuota yang ada? Kami mendorong Kemendikbudristek ada terobosan hukum supaya bisa dipayungi dengan peraturan yang memberi kepastian pada pemerintah daerah,” ujar Nur.
Anggota Komisi X DPR lainnya, Elnino M Husein, mengatakan, banyak aspirasi dari daerah yang meminta agar nasib guru honorer yang lulus passing grade tetapi tidak ada formasi bisa segera ditetapkan. Dengan persoalan desentralisasi pendidikan yang masih karut-marut, mencuat aspirasi dari sejumlah kepala daerah agar pendidikan dan guru disentralisasi kembali sehingga tidak menghadapi banyak kendala.
Ada pula aspirasi untuk memperhatikan keberadaan tenaga kependidikan seperti penjaga sekolah, pustakawan, dan bagian tata usaha, yang mulai tahun 2023 tidak bisa lagi sebagai honorer. Padahal, keberadaan tenaga kependidikan ini mendukung kelancaran pendidikan di sekolah untuk urusan adminitrasi yang juga terkait kualitas pendidikan. Kuota pengangkatan ASN PPPK jauh dari harapan tenaga kependidikan sehingga perlu diperjuangkan Kemendikbudristek.
Minta dukungan
Nadiem mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan guru dari segi kuantitas dan kualitas. Pengangkatan sekitar satu juta guru ASN PPPK sudah menjadi komitmen pemerintah pusat.
”Kami mohon dukungan Komisi X DPR untuk menjalin komunikasi dengan pemda dalam menjalankan kebijakan pemerintah pusat. Semua insiatif kita juga tergantung dari pemda untuk melaksanakannya. Kami sangat butuh bekerja sama dan dukungan Komisi X untuk juga membantu pemda melaksanakannya. Contohnya, pengangkatan guru PPPK yang sudah lulus seleksi, untuk mengingatkan pemda terhadap komitmen kita untuk menyejahterakan guru honorer yang lolos seleksi,” kata Nadiem.
KOMPAS/HARRY SUSILO
Ratusan guru honorer menggelar doa bersama di lapangan upacara Kantor Pemerintah Kota Bekasi, Jumat (21/4/2017).
Nadim mengatakan, berbagai kebijakan di Kemendikbudristek sebenarnya tetap fokus pada guru, yakni guna mentransformasi guru agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Ada kebijakan Kurikulum Merdeka, misalnya, yang esensinya agar guru dapat memahami dan mengimplementasikan modul Kurikulum Merdeka, termasuk lewat platform Merdeka Mengajar untuk menjadi sarana belajar dan berbagi para guru. Sementara Program Sekolah Penggerak mentransformasi sekolah dengan menguatkan para guru. Demikian pula, program Guru Penggerak untuk menyiapkan guru yang berpotensi menjadi kepala sekolah/pengawas. Jika pimpinan sekolah punya pola pikir penggerak, guru-guru di sekolahnya juga mudah digerakkan untuk bertransformasi mengutamakan pendidikan berkulitas.
Pada tahun 2023, pagu indikatif anggaran Kemendikbudristek sekitar Rp 80,1 triliun sedang dibahas untuk ditambah. Dalam pembahasan bersama Komisi X DPR, usulan penambahan anggaran Kemendikbudristek yang semula sekitar Rp 8 triliun meningkat menjadi sekitar Rp 10,1 triliun.
Ada sisa 212.392 formasi pada tahun 2021. Dari sisa ini, sekitar 23 persen atau sebanyak 117.939 formasi tidak ada pelamarnya karena sekolah berada di daerah yang sulit.
Sekretaris Jenderal Kemendikbudritek Suharti mengatakan, usulan tambahan anggaran itu, salah satunya, akan dialokasikan untuk program dukungan manajemen. Ada juga anggaran Rp 20 miliar untuk kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis yang minta ditambah lagi sekitar Rp 900 juta karena banyak program Kemendikbudristek yang merupakan kewenangan daerah. ”Program ini untuk memastikan agar kebijakan setelah digariskan Kemendikbudristek jadi acuan di daerah, termasuk transfer daerah dana alokasi umum dan dana alokasi khusus (fisik dan nonfisik) dijalankan dengan baik,” kata Suharti.
Dalam rapat dengar pendapat bersama panitia kerja Formasi GTK-PPPK Komisi X DPR beberapa waktu lalu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Iwan Syahril memaparkan, pada tahun 2021, pemda hanya mengajukan formasi sebanyak 506.252 guru. Padahal, pemerintah pusat menyediakan formasi sekitar satu juta guru. Di seleksi tahap 1 dan 2, akhirnya berhasil diperoleh sebanyak 293.860 guru ASN PPPK.
Ada sisa 212.392 formasi pada tahun 2021. Dari sisa ini, sekitar 23 persen atau sebanyak 117.939 formasi tidak ada pelamarnya karena sekolah berada di daerah yang sulit.
Untuk tahun 2022, disediakan formasi 758.018 guru. Namun, hingga Maret, pemda hanya mengusulkan 131.239 formasi (17,3 persen). Jika pemda bisa mengoptimalkan formasi, tersedia 970.410 formasi (gabungan sisa formasi tahun 2021 sebesar 212.392 dan formasi tahun 2022 sebesar 758.018).
”Memperbesar kuota formasi ini kunci dari penyelesaian guru ASN PPPK dan formasi. Sebenarnya formasi masih lebih banyak dari guru honorer yang ada,” kata Iwan.
Secara terpisah, Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Z Haeri mengatakan, gara-gara buruknya koordinasi antara pemda dan pemerintah pusat, guru honorer menjadi korban. Formasi yang dibuka oleh pemda selalu tidak sesuai dengan kebutuhan riil guru PPPK di daerah tersebut dengan alasan APBD mereka tidak mampu menanggulangi seluruh guru honorer jika diangkat PPPK. Sementara itu, anggaran transfer dari pusat ke daerah melalui DAU juga tidak bertambah sehingga pemda sering membuat keputusan yang tak sesuai dengan regulasi pusat.
Ketua P2G Provinsi Jawa Barat Sodikin mengatakan, hingga sekarang saja ratusan ribu guru lolos seleksi PPPK 2021 belum diberikan SK oleh pemda dengan alasan anggaran daerah belum ada. Alhasil, nasib mereka masih terkatung-katung. ”Kami hanya berharap pusat dan pemda betul-betul memiliki persepsi yang sama, berikan jalan keluar bagi semua guru ” kata Sodikin, yang merupakan guru honorer K-2 peserta PPPK.