Media sosial memiliki banyak potensi agar bisa dimanfaatkan dengan bijak. Hari Media Sosial menjadi momentum untuk mengoptimalkannya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
SEKAR GANDHAWANGI
Ilustrasi seorang warga yang melihat akun media sosialnya melalui ponsel pintar di Jakarta, Rabu (24/3/2021). Media sosial jadi salah satu kanal bagi warga untuk terhubung satu sama lain saat Ramadhan di tengah pandemi Covid-19.
JAKARTA, KOMPAS – Hari Media Sosial yang diperingati setiap tanggal 10 Juni menjadi momentum memanfaatkan media sosial dengan bijak. Kesadaran tersebut memerlukan literasi digital dan pemahaman tentang keamanan data.
“Media sosial punya banyak manfaat, baik dari segi ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Banyak hal yang bisa dilakukan di media sosial, tapi media sosial kini digunakan sebagai tempat produksi dan distribusi konten tidak berkualitas, tidak beretika, menimbulkan perpecahan, dan sebatas mencari perhatian,” kata pakar budaya digital Universitas Indonesia Firman Kurniawan, Sabtu (11/6/2022).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Warga menggunakan smartphone-nya untuk memantau media sosial di kawasan Menteng, Jakarta, Jumat (10/6/2022). Hari ini, 10 Juni, diperngiati sebagai Hari Media Sosial. Hari Media Sosial di Indonesia pertama kali diperingati dan digagas pada 10 Juni 2015.
Beberapa waktu terakhir, jagat digital dihebohkan dengan tantangan yang mengancam nyawa. Sejumlah remaja menghadang truk yang tengah melaju demi konten. Mereka dianggap menyelesaikan tantangan bila selamat dan berhasil menghentikan truk. Aksi ini bakal direkam dan diunggah temannya ke media sosial.
Tantangan ini berakhir maut. Seorang remaja di Kota Tangerang, Banten pun tewas terlindas pada awal Juni 2022.
Cara terbaik untuk menyikapi peredaran konten tersebut adalah tidak memberi tanggapan, atau bahkan melaporkan konten itu.
Masih ada sejumlah konten tak bermutu lain yang beredar di media sosial. Cara terbaik untuk menyikapi peredaran konten tersebut adalah tidak memberi tanggapan, atau bahkan melaporkan konten itu. Semakin banyak orang yang membalas, menyukai, atau membagikan suatu konten, makin viral lah konten tersebut.
Di sisi lain, platform media sosial juga mesti didorong untuk mengawasi peredaran konten dan berani menurunkan konten tidak berkualitas. Hoaks juga mesti ditanggulangi. Adapun Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir 565.449 konten hoaks di media sosial sepanjang 2021.
Mural bertema no hoax menghiasi tembok di kawasan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Selasa (5/5/2020). Hoax atau hoaks atau penyebaran informasi palsu di masyarakat melalui berbagai media terutama media sosial dan grup percakapan kian mengkhawatirkan. Salah satu yang menjadikan maraknya penyebaran hoaks adalah kenyataan jumlah pemegang telepon pintar yang terus meningkat.
Firman menambahkan, gerakan mengisi media sosial dengan konten bermutu mesti dilakukan segenap masyarakat. “Ada banyak konten baik, inspiratif, dan menggugah semangat. Misalnya, ada sejumlah dokter yang membuat konten tentang pencegahan penyakit. Ada pula pesohor Gita Wirjawan yang membagikan pandangan, hasil belajar, hasil renungan, dan kondisi ekonomi di platform digital,” katanya.
Literasi digital menjadi salah satu faktor pendorong penggunaan media sosial yang bijak. Namun, indeks literasi digital di Indonesia pada 2021 masih ada di angka 3,49 atau di kategori sedang. Aspek literasi digital yang perlu disorot adalah tentang etika digital, keterampilan digital, dan keamanan digital.
Hal ini tampak pula dari Indonesia yang menduduki peringkat ke-29 dari 32 negara pada riset tahunan Microsoft berjudul Digital Civility Index (DCI). Hasil riset ini dipublikasikan pada 2021. Riset ini menunjukkan merosotnya etika atau kesopanan bersosial warganet Indonesia di dunia maya, penyebaran kabar bohong, penipuan, hingga perundungan siber.
Keamanan digital juga menjadi isu. Ini tampak dari sejumlah kasus kebocoran data pribadi yang terjadi beberapa tahun terakhir. Pada April 2021, data pribadi sekitar 130.000 pengguna Facebook di Indonesia diduga bocor dan disebarkan di sebuah situs peretas amatir.
“Pemahaman tentang apa itu data pribadi dan bagaimana cara melindunginya mesti dipahami lebih dulu. Tanpa itu, warganet tidak bisa berhati-hati di dunia maya,” kata Firman.
Di sisi lain, menurut Chief Technology Officer Populix Jonathan Benhi, sebagian orang Indonesia mulai memahami pentingnya menjaga keamanan di dunia digital. Survei berjudul Social Media Habit and Internet Safety yang dilakukan Populix menunjukkan bahwa 97 persen responden tahu fitur-fitur keamanan dan privasi di platform digital.
Sebanyak 86 persen responden juga mengaku memanfaatkan fitur-fitur tersebut, terutama fitur pengaturan privasi dan lokasi. Setengah responden juga berupaya menjaga keamanan dengan mengganti kata sandi media sosial secara berkala.