Pemenuhan kebutuhan satu juta guru berstatus ASN PPPK harus dipastikan dapat diimplementasikan dengan baik antara pemerintah pusat dan daerah. Sebab, penempatan guru ASN PPPK di daerah dinilai belum mulus.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Prioritas rekrutmen guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja tahun 2022 bagi guru yang lulus nilai ambang batas (passing grade) tahun 2021 tetapi belum mendapat formasi, disambut gembira. Namun, hal ini tetap mencemaskan para guru honorer karena penempatan 193.954 guru lulus passing grade belum jelas.
Jaminan bagi peserta aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (ASN PPPK) untuk bisa ikut seleksi tanpa tes disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim pada Senin (6/6/2022). Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan dan RB) Nomor 20 Tahun 2022 tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja untuk Jabatan Fungsional Guru pada Instansi Daerah Tahun 2022 Pasal 5, Ayat 2, tentang pelamar prioritas I.
Di tahun 2021, dari 506.252 formasi yang diajukan pemerintah daerah, baru 293.860 terisi sehingga masih ada sisa kuota formasi tahun lalu sebanyak 212.392. Selain itu, ada 193.954 guru lulus passing grade tapi tidak mendapat formasi. Di tahun 2022, dibuka kuota 758.018 orang.
Ketua Forum Guru Honorer Negeri Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPSI) Heti Kustrianingsih yang dihubungi dari Jakarta, Rabu (8/6/2022), mengatakan, nasib para guru honorer yang lulus passing grade mulai terang dengan adanya Permenpan dan RB No 20/2022. ”Sudah terang, namun belum benderang. Implementasinya terlihat masih rumit karena bergantung juga pada niat baik dan kebijakan pemerintah daerah untuk bisa memastikan penempatan peserta yang sudah lulus passing grade namun belum mendapat formasi,” kata Heti.
Menurut Heti, meskipun ada prioritas dalam penempatan, tetap harus dipastikan formasi untuk guru, baik guru kelas maupun guru mata pelajaran memang ada kuotanya. Penempatan guru juga terkait dengan kesesuaian latar belakang pendidikan sarjananya dengan mata pelajaran yang diampu. Jika para guru bersedia untuk ditempatkan di daerah lain karena tidak ada formasi di daerahnya, harus dipastikan pemerintah daerah setempat pasti menerimanya.
”Kami sudah beraudiensi dengan guru dan tenaga kependidikan, Kemendikbudristek, serta Komisi X DPR untuk meminta kejelasan tentang teknisnya. Katanya, nanti akan disosialisasikan ke pemerintah daerah supaya jelas dan lancar. Kami berharap agar penempatan peserta yang sudah lulus passing grade ini bisa dituntaskan dengan baik, adil, dan bijaksana,” kata Heti.
Secara terpisah, seorang guru honorer SD negeri di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, Paramitha yang sudah 13 tahun menjadi guru honorer berharap agar penempatan memang diutamakan di sekolah induk/asal maupun yang terdekat. Namun, sampai saat ini aspek teknis penempatan belum jelas. Apalagi dalam audiensi perwakilan FGHNLPSI dengan Kemendikbudristek disebutkan bahwa penempatan guru lulus passing grade tidak akan menggeser guru honorer di sekolah yang dituju.
”Saya saat ini merasa bingung dan pasrah soal penempatan. Saya berdoa dan berharap bisa ditempatkan di sekolah induk karena tahun depan ada guru yang pensiun. Atau bisa di sekolah lain yang masih bisa dijangkau pulang pergi dengan motor. Soalnya, saya punya tiga anak masih kecil, ibu yang sakit stroke, dan suami yang PNS di rumah sakit dengan shift bisa malam. Jika tidak ada formasi di sekolah induk dan yang terdekat, khawatir juga ditempatkan ke sekolah yang jauh, apalagi daerah 3T,” tutur Paramitha.
Kebingungan juga menimpa guru-guru taman kanak-kanak (TK) yang lulus passing grade. Sesuai aturan, mereka ditempatkan di satuan pendidikan milik pemerintah daerah. Akan tetapi, TK negeri saat ini jumlahnya masih terbatas. Penyelenggaraan pendidikan anak usia dini termasuk TK masih didominasi oleh swasta/masyarakat.
Tati, guru honorer swasta di DKI Jakarta yang lulus passing grade, mengatakan, penempatan guru PPPK di sekolah induk maupun terdekat diprioritaskan bagi guru honorer swasta. ”Para guru swasta ini nanti yang sisanya. Bisa dapat tempat yang jauh. Ada berbagai pertimbangan untuk bisa langsung menerima. Termasuk juga soal linearitas pendidikan dengan status guru,” ujar Tati.
Sudah terang, namun belum benderang. Implementasinya terlihat masih rumit karena bergantung juga pada niat baik dan kebijakan pemerintah daerah untuk bisa memastikan penempatan peserta yang sudah lulus passing grade namun belum mendapat formasi
Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi Penguras Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Wijaya mengatakan, PGRI terus mengawal agar rekrutmen ASN PPPK guru berjalan lancar dan berkeadilan.
Penuntasan penempatan guru yang telah lolos ambang batas harus jadi prioritas. Sesuai Permenpan dan RB No 20/2022, para guru honorer lulus passing grade diprioritaskan untuk ditempatkan di sekolah induknya ketika masih berstatus honorer. Jika tidak ada formasinya, bisa dibuka formasi untuk mereka dengan catatan sesuai kebutuhan, sesuai pemetaan di satuan pendidikan, atau ditempatkan di satuan pendidikan terdekat yang belum terisi.
”Namun, perlu juga untuk mempertimbangkan dari sisi kesehatan dan usia mereka yang lulus passing grade, tapi belum lulus formasi, supaya mereka ini yang diprioritaskan untuk ditempatkan di satuan pendidikan terdekat,” kata Wijaya.
Menurut Wijaya, komitmen pengangkatan sekitar satu juta guru ASN PPPK harus sinkron antara pemerintah pusat dan daerah. Sebab, sampai saat ini, jumlah formasi guru yang diajukan daerah belum sesuai kebutuhan.
”Kami mendorong dibukanya formasi sesuai kebutuhan, mengacu kepada hasil pemetaan di lapangan. Seperti formasi guru Pendidikan Agama maupun Bahasa Inggris sesuai kebutuhan di lapangan, harus dibuka formasi sesuai kebutuhan. Selain itu, perlu ditinjau soal linearitas, khususnya untuk peserta dengan kualifikasi akademis pendidikan Bahasa Inggris yang mengajar di jenjang SD serta memberikan kesempatan yang sama kepada guru yang telah lolos ambang batas untuk mengikuti pendidikan profesi guru atau PPG,” papar Wijaya.
Pembagian surat keputusan bagi peserta lolos seleksi ASN PPPK yang nomor induk pegawai (NIP)-nya telah dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara harus dituntaskan. Sebab, banyak daerah yang belum mengerjakan ini.
Di tengah fokus pemerintah untuk menyelesaikan pengangkatan satu juta guru ASN PPPK, yang tujuannya juga untuk menuntaskan masalah guru honorer, pemerintah diminta untuk mulai membuka formasi guru berstatus PNS. Menurut Wijaya, PGRI tetap mendorong pemerintah membuka formasi ASN PNS guru sebagai arena guru-guru muda, fresh graduate, dan guru yang berusia di bawah 35 tahun untuk berkompetisi secara sehat.
Hal senada disampaikan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, pengangkatan guru ASN PPPK harus dilihat sebagai solusi jangka pendek. Karena itu, solusi jangka panjang atas kebutuhan guru ASN di sekolah negeri harus dilakukan dengan adanya guru PNS.
”Kami mendesak Presiden Jokowi membuka kembali seleksi guru PNS mulai tahun 2022 dan seterusnya. Perlu disadari bahwa guru PPPK bukanlah solusi jangka panjang, melainkan jangka pendek, mengingat statusnya kontrak dengan pemda minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun saja. Sangat dibutuhkan keberpihakan sungguh-sungguh dari Presiden untuk membangun kualitas pendidikan nasional agar tercipta SDM Unggul,” kata Satriwan.
Menurut Satriwan, komitmen untuk menghadirkan pendidikan Indonesia berkualitas dan mampu bersaing dengan negara lain serta sumber daya manusia unggul akan terwujud jika Indonesia memiliki guru yang memenuhi kuantitas dan kualitas. Jika negara mengalami kekurangan guru dan guru yang tersedia lebih banyak berstatus honorer dengan upah yang tidak manusiawi, pendidikan berkualitas hanya mimpi.