Produsen Segera Diwajibkan Pasang Label Bahaya Bisphenol-A
Badan POM akan mewajibkan produsen memasang label peringatan bahaya senyawa Bisphenol-A yang terkandung dalam plastik kemasan makanan dan minuman. Senyawa ini terbukti menimbulkan berbagai gangguan kesehatan.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produsen akan segera diwajibkan memasang label peringatan bahaya senyawa Bisphenol-A atau BPA yang terkandung dalam plastik kemasan makanan dan minuman jenis polikarbonat. Aturan ini dibuat menyusul beragam hasil studi yang menyebut bahwa BPA dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan,terutama pada anak.
Aturan terkait kewajiban produsen memasang label peringatan bahaya BPA ini disampaikan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) Penny Lukito di Jakarta, Selasa (7/6/2022). Penny menyampaikan hal tersebut seusai mengadakan pertemuan dengan para akademisi, legislasi, praktisi, dan pihak terkait lainnya.
Penny mengemukakan, BPOM dan sejumlah pihak sejak tahun lalu sudah mulai membahas revisi Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Dalam revisi terbaru ini, Badan POM mewajibkan produsen memasang label peringatan bahaya senyawa BPA yang terkandung dalam plastik kemasan makanan dan minuman.
Pelabelan menjadi salah satu upaya dalam mengedukasi masyarakat dan memberikan informasi tentang berbagai risiko dari senyawa BPA.
”Harmonisasi revisi peraturan ini sudah selesai dilakukan dan sudah diajukan ke Sekretariat Kabinet. Jadi, para pihak yang bertemu pada forum ini telah memberikan sejumlah landasan dan sains dari risiko BPA. Semua landasan ini sudah menjadi dasar yang kuat mengapa harus direspons dengan regulasi,” ujarnya.
Menurut Penny, sejumlah negara sudah merespons bahaya BPA dengan beragam cara mulai dari penetapan standar hingga pelarangan penggunaan polikarbonat. Sementara di Indonesia, Badan POM merespons bahaya BPA dengan level yang paling ringan, yaitu pelabelan, sehingga masyarakat teredukasi dan jeli dalam memilih produk yang baik untuk kesehatan.
Penny menyatakan, pelabelan BPA menjadi salah satu upaya dalam mengedukasi masyarakat dan memberikan informasi tentang berbagai risiko dari senyawa BPA. Pelabelan ini sekaligus menjalankan tugas dan kewajiban pemerintah untuk melindungi masyarakat.
Dalam regulasi terbaru nanti, produsen tetap diberi keringanan untuk tidak mencantumkan label peringatan bahaya BPA terhadap produknya. Syaratnya, produsen harus bisa membuktikan dengan data ilmiah bahwa produk tersebut tidak mengandung BPA.
Badan POM memastikan bahwa regulasi ini berlaku bagi semua pihak yang memproduksi kemasan mengandung BPA, termasuk produsen dari luar negeri yang mengedarkan produknya di Indonesia. Di sisi lain, pemberlakuan regulasi ini juga diyakini akan mendorong inovasi dari pelaku usaha untuk membuat produk yang lebih aman untuk kesehatan.
”Ke depan kita juga harus membuat inovasi. Pelaku usaha perlu terus bergerak merespons dan menaati regulasi yang ada. Jadi, pelaku usaha tidak hanya memaksa regulator mengikuti apa yang dibutuhkan dunia usaha, tetapi juga harus ikut bertanggung jawab dalam melindungi kesehatan masyarakat,” katanya.
Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengapresiasi langkah cepat Badan POM dalam merespons potensi bahaya dari BPA dengan membuat regulasi tersebut. Semua pihak, baik regulator, akademisi, maupun praktisi lainnya, juga menyepakati potensi bahaya dari BPA bagi kesehatan masyarakat.
”Labelisasi ini akan mengedukasi masyarakat, termasuk perempuan dan ibu-ibu, sebagai garda terdepan dalam memberikan pemahaman kesehatan bagi anak-anak. Kita juga melibatkan pelaku industri untuk mengambil bagian dalam melindungi kesehatan masyarakat,” ucapnya.
Bahaya BPA
Penny menjelaskan, kemasan jenis polikarbonat berpotensi mengandung BPA dan senyawa tersebut bisa bermigrasi apabila disimpan di tempat yang panas atau terkena sinar matahari langsung. Oleh karena itu, pelaku usaha juga harus ikut mendampingi dan mengawasi jalur distribusi dari produk tersebut agar terhindar dari penyimpanan yang tidak layak.
Kandungan BPA ditemukan pada berbagai produk, seperti botol plastik minuman, pelapis kaleng makanan, produk kebersihan, pipa penyalur air, serta plastik untuk menambal gigi. Lebih dari 130 studi menunjukkan efek yang membahayakan dari BPA.Pada kelompok dewasa dan usia produktif, BPA memengaruhi infertilitas, keguguran dan komplikasi persalinan, obesitas atau kegemukan, serta penyakit metabolik.
Selain itu, toksisitas BPA juga ditemukan pada anak-anak, antara lain depresif, ansietas, dan hiperaktif. Anak yang terlalu sering terpapar BPA mengalami perubahan perilaku dan emosional. BPA juga memengaruhi hormon dopamin, serotonin, dan tiroid pada anak (Kompas, 14/10/21).