Pemkot Medan Sebut Revitalisasi Lapangan Merdeka Lindungi Unsur Cagar Budaya
Pemkot Medan menyebut revitalisasi Lapangan Merdeka Medan dilakukan untuk melindungi unsur cagar budaya di dalamnya. Trembesi dan hamparan lapangan akan dipertahankan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Pohon trembesi berusia 140 tahun tampak di sekeliling Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, Sabtu (4/6/2022). Trembesi itu menjadi memori sejarah karena ditanam bersamaan dengan pembukaan Lapangan Merdeka Medan pada 1880.
MEDAN, KOMPAS — Pemerintah Kota Medan menyebut bahwa revitalisasi Lapangan Merdeka Medan dilakukan untuk melindungi unsur cagar budaya di dalamnya. Pembangunan gedung bawah tanah dilakukan agar bisa mempertahankan hamparan lapangan dan pohon trembesi.
”Satu pun unsur cagar budaya di Lapangan Merdeka tidak akan dikorbankan. Revitalisasi ini justru untuk melindungi Lapangan Merdeka Medan yang telah ditetapkan menjadi cagar budaya,” kata Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Penataan Ruang (PKPPR) Pemkot Medan Endar Sutan Lubis, Senin (6/6/2022).
Endar menyampaikan hal tersebut saat diminta tanggapan terkait dorongan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Medan-Sumut yang meminta revitalisasi dilakukan dengan prinsip revitalisasi cagar budaya.
Koalisi menilai, hal yang paling mendesak adalah membongkar semua bangunan dan pagar di Lapangan Merdeka. Pembangunan gedung bawah tanah disebut dapat mengancam pohon trembesi berusia 140 tahun.
Endar mengatakan, semua bangunan komersial dan perkantoran di atas hamparan lapangan akan dibongkar seperti pusat jajanan Merdeka Walk, toko buku dan area parkir, pos polisi, dan beberapa kantor Pemkot Medan paling lama 20 Juni. Hanya Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia dan pohon trembesi yang akan dipertahankan di atas hamparan. Selain itu, akan dibangun juga pendopo menggantikan pendopo lama.
Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Medan-Sumatera Utara melakukan diskusi bertema "Revitalisasi Lapangan Merdeka" di Gedung Avros, di kawasan Kesawan, Medan, Sabtu (4/6/2022).
Endar menyebut, gedung bawah tanah dibutuhkan untuk area parkir dan kawasan komersial. Mereka akan membangun dua lantai ke bawah. ”Letaknya di tengah lapangan dan masih jauh dari pohon trembesi yang berada di pinggir di sekeliling lapangan, ” kata Endar.
Kalau mau dipertahankan, gedung bawah tanahnya harus sangat kecil di tengah lapangan. (Johannes Tarigan)
Revitalisasi Lapangan Merdeka, kata Endar, akan menghabiskan biaya Rp 400 miliar dan akan selesai seluruhnya pada 2024. Tahun ini, pengerjaan berfokus membongkar bangunan dan memulai pembangunan gedung bawah tanah dengan anggaran Rp 100 miliar yang sudah disiapkan dari bantuan keuangan provinsi.
Minim konsultasi publik
Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan dilakukan setelah KMS Medan-Sumut mendorong pengembalian fungsi lapangan sebagai situs bersejarah, ruang publik, dan cagar budaya. Dorongan pun sudah disampaikan lebih dari delapan tahun dengan aksi, penerbitan buku, hingga memenangkan gugatan warga negara di pengadilan yang menjadi dasar Pemkot Medan menetapkannya menjadi cagar budaya.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumut Miduk Hutabarat mengatakan, mereka mengapresiasi langkah Pemkot Medan yang akan membongkar semua bangunan komersial dan perkantoran di atas lapangan. Namun, mereka pun meminta revitalisasi harus dilakukan dengan konsultasi publik yang luas.
”Revitalisasi Lapangan Merdeka bukan pembangunan gedung pribadi atau kantor pemerintahan. Ini pembangunan ruang publik sehingga harus ada konsultasi publik yang luas,” kata Miduk.
Dalam diskusi yang dilakukan oleh jejaring KMS Medan-Sumut, disampaikan beberapa catatan. Sejarawan Universitas Negeri Medan yang juga pemegang Sertifikat Tenaga Ahli Cagar Budaya Ichwan Azhari mengatakan, revitalisasi harus menjamin semua unsur cagar budaya di Lapangan Merdeka terlindungi, yakni hamparan lapangan, trembesi, dan memori di dalamnya.
Lapangan Merdeka Medan dibangun pada 1880 bersamaan dengan penanaman pohon trembesi di sekelilingnya. Alun-alun kota yang awalnya diberi nama De Esplanade itu berhadapan langsung dengan balai kota dan terintegrasi dengan kantor pos, stasiun kereta api, perbankan, dan pusat bisnis di sekitarnya. Inti Kota Medan dibangun menyerupai kota-kota di Eropa sehingga disebut ”Parijs van Sumatera”.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Warga beraktivitas di pusat jajanan Merdeka Walk di Lapangan Merdeka, Medan, Sumatera Utara, Senin (17/8/2020). Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumut menolak keberadaan kawasan komersial itu di Lapangan Merdeka.
Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Johannes Tarigan mengatakan, hampir tidak mungkin membangun gedung bawah tanah dengan tetap mempertahankan pohon trembesi di atasnya. ”Kalau mau dipertahankan, gedung bawah tanahnya harus sangat kecil di tengah lapangan,” katanya.
Rencana pembangunan area parkir bawah tanah untuk menampung ratusan mobil pribadi juga dinilai bertentangan dengan semangat pembangunan transportasi publik kota yang saat ini mulai dirintis.
Jalan lingkar di luar Lapangan
Merdeka Medan bahkan disiapkan menjadi pusat transit Bus Trans-Deli yang baru dirintis Kementerian Perhubungan dan Pemerintah Kota Medan.
Ada delapan jalan yang terhubung ke jalan lingkar inti kota itu. Pembangunan area parkir besar di inti kota bisa menyebabkan kekacauan lalu lintas. Masyarakat seharusnya diarahkan untuk menggunakan transportasi publik ke inti kota.