Wapres Amin: Inovasi Daerah Penting untuk Turunkan Tengkes
Penurunan tengkes membutuhkan inovasi daerah berbasis kearifan lokal dan karakteristik wilayah setempat. Hal ini karena implementasi program sering kali tidak dapat disamakan untuk semua wilayah.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penurunan prevalensi tengkes atau stunting di Indonesia membutuhkan kerja keras, cerdas, dan kolaboratif dari semua pihak, baik di pusat maupun daerah. Inovasi daerah yang memanfaatkan kearifan lokal dan menyesuaikan berbagai karakteristik wilayah setempat dianggap penting dalam upaya menurunkan angka tengkes.
Merujuk Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi tengkes di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 36,8 persen, meningkat menjadi 37,2 persen pada tahun 2013, dan menurun menjadi 30,8 persen pada tahun 2018. Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) mencatat prevalensi tengkes pada tahun 2019 sebesar 27,7 persen. Adapun Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) mencatat prevalensi tengkes di tahun 2021 sebesar 24,4 persen.
”Prevalensi stunting (tengkes) balita harus ditekan karena berpotensi membahayakan nasib bangsa ke depan, dari sisi pendidikan, kesehatan, produktivitas, dan ekonomi,” kata Wapres Ma’ruf Amin saat memberikan sambutan secara virtual pada peluncuran buku berjudul Melangkah Maju: Inisiatif Lokal dalam Menurunkan Stunting di Indonesia, Selasa (31/5/2022).
Buku yang diterbitkan oleh Bank Dunia tersebut merupakan lanjutan dari publikasi Bank Dunia Indonesia sebelumnya, yakni Aiming High: Indonesia’s Ambition to Reduce Stunting (Menggapai Lebih Tinggi: Ambisi Indonesia Menurunkan Tengkes) yang diterbitkan pada tahun 2018.
Wapres Amin menuturkan, saat merayakan 100 tahun kemerdekaan pada tahun 2045 mendatang, Indonesia diharapkan betul-betul mempunyai generasi emas yang mampu membawa negeri ini pada kemajuan dan bukan generasi yang menjadi beban demografi akibat dari adanya tengkes. Terkait hal itu, dengan mengacu Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (Stranas Stunting), pemerintah terus memperkuat investasi pada masa 1.000 hari pertama kehidupan manusia.
Prevalensi stunting (tengkes) balita harus ditekan karena berpotensi membahayakan nasib bangsa ke depan, dari sisi pendidikan, kesehatan, produktivitas, dan ekonomi.
Menurut Wapres Amin, penurunan prevalensi tengkes selama ini tercapai berkat kerja keras, kerja cerdas, dan kerja kolaborasi semua pihak, baik di pusat maupun daerah. Implementasi program sering kali tidak dapat disamakan untuk semua wilayah sehingga kehadiran inovasi daerah yang memanfaatkan kearifan lokal dan menyesuaikan berbagai karakteristik wilayah setempat menjadi penting.
”Saya berharap beragam praktik baik dalam buku ini dapat menjadi rujukan dan inspirasi bagi daerah lain untuk melahirkan terobosan dalam percepatan penurunan stunting. Melalui buku ini, kita dapat melihat semangat para pejuang penurunan stunting di akar rumput. Kerja keras dan pengabdian mereka seyogianya menjadi teladan bagi siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan penurunan stunting,” ujar Wapres Amin.
Buku tersebut juga diharapkan semakin memotivasi para kader, bidan, ahli gizi, petugas kesehatan masyarakat, dan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas menurunkan kasus tengkes anak Indonesia. Hal ini termasuk melalui upaya mendidik dan memberdayakan masyarakat untuk berperan serta mencegah tengkes.
”Bagi saya, buku ini bukan sekadar dokumentasi praktik baik di lapangan, melainkan juga bentuk penghargaan bagi pahlawan lokal atas perjuangan mereka. Dan, (buku ini juga) sebagai media pemantik gagasan inovatif bagi semua pelaku dan mitra dalam upaya percepatan penurunan stunting di seluruh tingkatan pemerintahan,” kata Wapres Amin.
The World Bank Country Director for Indonesia Satu Kahkonen dalam sambutannya menuturkan, antara lain, buku berjudul Moving Forward: How Indonesia’s Districts Reduce Stunting yang diluncurkan kali ini menunjukkan kemajuan yang dicapai Pemerintah Indonesia dalam menurunkan tengkes melalui solusi lokal. Buku tersebut juga menunjukkan upaya Bank Dunia bermitra dengan Indonesia dalam membangun basis pengetahuan, menyediakan sarana teknis dan kebijakan, serta memberikan dukungan solusi teknologi.
”Buku Moving Forward ini mengonfirmasi bahwa komitmen dan kolaborasi adalah faktor kunci untuk sukses. Buku ini menunjukkan pula arti penting standardisasi—begitu pula keberagaman—serta penciptaan lingkungan yang mendukung bagi solusi lokal,” kata Kahkonen.
Pendekatan luwes dari komunitas lokal, menurut Kahkonen, berdampak dan berkontribusi dalam mencapai tujuan nasional. Semangat dan komitmen dari individu, organisasi, dan pemerintah daerah yang terdokumentasi dalam buku tersebut mengingatkan betapa luas dan beragam tantangan dalam meningkatkan pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden Suprayoga Hadi melalui rekaman video mengatakan, buku yang diterbitkan ini telah mencoba merekam banyak praktik baik dalam penurunan tengkes. ”Oleh karena itu, (buku) ini bisa dimanfaatkan oleh para perencana dan pelaksana dalam menyusun strategi ataupun kebijakan penurunan stunting ke depan,” ujarnya.
Adapun Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi berharap buku tersebut dapat menjadi inspirasi bagi pimpinan daerah, baik di tingkat provinsi, kabupaten, kota, maupun desa dan kelurahan, dalam merencanakan dan menganggarkan program dalam percepatan penurunan prevalensi tengkes.