Ekosistem Gunung Ciremai Terjaga, Telur Elang Jawa Kembali Menetas
Telur elang jawa kembali menetas di Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat. Populasi satwa dilindungi itu pun diperkirakan mencapai 34 individu di Ciremai.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
MAJALENGKA, KOMPAS — Populasi elang jawa (Nisaetus bartelsi) di Balai Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat, kembali bertambah setelah sebutir telur terpantau menetas. Peningkatan jumlah satwa dilindungi ini menunjukkan ekosistem Gunung Ciremai masih terjaga.
Berdasarkan pemantauan di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Majalengka, Gunung Ciremai, Senin (30/5/2022), petugas menemukan induk dan seekor anakan elang jawa yang diperkirakan berusia sekitar satu minggu. Elang berbulu putih itu berada di sarangnya.
”Saat itu, kami sedang cek lokasi ke lapangan sekaligus menengok site monitoring (titik pemantauan) elang jawa. Ternyata, kami mendapatkan hadiah besar, ada bayi elang jawa,” ujar Kepala SPTN Wilayah II Majalengka Jaja Suharja Senjaya dalam keterangannya, Selasa (31/5/2022).
Sebelumnya, pada 21 April lalu, petugas telah memantau aktivitas pengeraman telur di lokasi itu. Petugas bersama kelompok masyarakat kemitraan konservasi pun kerap mengecek daerah itu karena masa pengeraman merupakan bagian penting dalam siklus kehidupan burung pemangsa.
Jaja berharap anak elang itu dapat mengudara dua bulan ke depan. Kelahiran elang itu merupakan generasi ketiga. Sebelumnya, dua telur elang juga menetas pada Februari dan akhir Mei tahun lalu di Kuningan serta Majalengka. Kedua elang remaja itu telah terbang di Ciremai.
Jaja menuturkan, kelahiran satwa yang mirip Burung Garuda di lambang negara tersebut sangat istimewa karena berdekatan dengan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2022. ”Ini bukti kerja keras kami di lapangan. Ke depan, kami harus usahakan lebih banyak elang jawa yang lahir,” ucapnya.
Kami harus usahakan lebih banyak elang jawa yang lahir. (Jaja Suharja Senjaya)
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC) Teguh Setiawan mengatakan, lahirnya elang jawa menunjukkan ekosistem Ciremai masih terjaga dan mendukung perkembangan populasi elang jawa. ”Sampai hari ini berarti (populasi) ada 34 individu elang jawa,” ucapnya.
Populasi satwa dilindungi itu menunjukkan tren peningkatan. Pada 2015-2019, terdapat 29 elang di seluruh wilayah Ciremai. Padahal, saat 2011 hanya teridentifikasi empat elang. Petugas terus mengecek sekitar 10 titik pemantauan elang jawa. Fasilitas tangkapan kamera pun dipasang.
Menurut Teguh, indikasi ekosistem di gunung seluas hampir 15.000 hektar itu masih terjaga, antara lain ketersediaan pakan elang jawa. Burung yang bentangan sayapnya bisa mencapai 130 sentimeter dan panjang 70 cm itu memangsa reptil, burung, ayam, dan mamalia kecil.
Gunung tertinggi di Jabar dengan 3.078 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu cocok untuk elang jawa yang daya jelajahnya mulai dari 3,57 kilometer persegi hingga 10,237 kilometer persegi. Elang jawa pun termasuk satu dari tiga spesies kunci di Ciremai, selain macan tutul dan surili.
Teguh mengatakan, tidak ada ancaman khusus bagi elang Jawa. ”Tetapi, aktivitas manusia dalam kawasan TNGC sedikit banyak berpengaruh juga. Ini yang mendasari kami melakukan review zonasi untuk memastikan elang jawa dan satwa kunci lainnya (tetap) hidup),” katanya.
Status elang jawa saat ini adalah terancam punah (endangered) berdasarkan daftar merah Badan Konservasi Dunia (IUCN). Adapun total populasi elang jawa di Indonesia berdasarkan survei 2020 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencapai 515 pasang di 69 habitat.