Ditangkap dalam Perdagangan Kulit Harimau, Bekas Bupati Bener Meriah Dikenai Wajib Lapor
Bekas Bupati Bener Meriah, Ahmadi (41), ditangkap petugas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera karena diduga terlibat dalam perdagangan kulit harimau.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
DOK GAKKUM LHK
Dua terduga pelaku perdagangan kulit dan tulang harimau sumatera saat ditahan petugas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Rabu (25/5/2022). Satu di antaranya adalah mantan Bupati Bener Meriah, Provinsi Aceh, Ahmadmi (jaket kuning).
BANDA ACEH, KOMPAS — Bekas Bupati Bener Meriah Ahmadi (41) ditangkap petugas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera karena diduga terlibat dalam perdagangan kulit harimau. Namun, Ahmadi dan rekannya, Supriadi, masih berstatus sebagai saksi meski petugas menyita selembar kulit harimau sebagai barang bukti. Keduanya dikenai wajib lapor kepada petugas.
Selain Ahmadi, petugas juga menangkap Supriadi (44), sedangkan satu pelaku lainnya, Iskandar, lolos dari sergapan petugas. Kini Iskandar ditetapkan sebagai buron.
Informasi ditangkapnya Ahmadi telah beredar sejak Selasa (24/5/2022). Mereka ditangkap petugas pada Selasa dini hari di Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh. Barang bukti yang disita berupa satu lembar kulit harimau sumatera dan tulang belulang harimau. Ahmadi masuk dalam perangkap petugas yang menyaru sebagai pembeli.
Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera Subhan, Kamis (26/5), mengatakan, pertemuan itu berlangsung di sebuah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU). Dengan menggunakan mobil, pelaku datang bertiga. Seusai memperlihatkan kulit harimau dan tulang belulang, mereka langsung ditangkap. Akan tetapi, satu pelaku kabur dalam kegelapan malam.
DOK GAKKUM LHK
Barang bukti dalam kasus perdagangan kulit dan tulang harimau sumatera yang ditangani petugas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Sumatera, Rabu (25/5/2022).
Alhasil hanya dua orang yang berhasil ditahan. Pada waktu penangkapan, petugas tidak tahu bahwa target mereka adalah mantan Bupati Bener Meriah. Ahmadi merupakan bupati yang dilantik pada 2017, tetapi pada 2018 dia tersandung kasus suap dana otonomi khusus yang juga melibatkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Ahmadi divonis 3 tahun penjara.
Subhan mengatakan, meski saat penangkapan Ahmadi, Supriadi, dan Iskandar datang bersama, mereka belum dapat ditetapkan sebagai tersangka. ”Kami belum cukup alat bukti, kuncinya ada pada pelaku yang berhasil kabur. Dia sedang kami buru,” kata Subhan.
Subhan menambahkan, Ahmadi dan Supriadi kini tidak ditahan, tetapi mereka diwajibkan melapor kepada petugas. Subhan mengatakan, kasus ini akan ditangani secara transparan dan aktor utama akan diungkap.
Ini menjadi kasus pertama di mana terduga pelaku yang ditangkap tangan kemudian dilepas dengan status wajib lapor.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Aceh Ahmad Sholihin berharap kasus perdagangan satwa lindung yang melibatkan mantan pejabat itu diusut tuntas. Ini menjadi kasus pertama di mana terduga pelaku yang ditangkap tangan kemudian dilepas dengan status wajib lapor.
”Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Kasus ini harus dibongkar karena diduga ada keterlibatan mantan bupati. Ini bukan kasus biasa,” kata Sholihin.
Sholihin menambahkan, pihaknya akan mengawal proses penegakan hukum kasus tersebut. Bukan hanya menangkap pelaku perdagangan, melainkan juga mengungkap jaringan perdagangan satwa lindung.
Perburuan satwa lindung untuk kepentingan perdagangan menjadi ancaman besar terhadap keberlangsungan hidup satwa. Harimau sumatera termasuk paling diburu. Kulit, tulang, dan kumisnya diperjualbelikan dengan harga puluhan juta.
Sholihin mengatakan, kasus perdagangan kulit harimau yang melibatkan mantan bupati menjadi ujian bagi aparat penegak hukum. Apabila tidak sampai pada persidangan, kasus ini akan menjadi preseden buruk terhadap upaya penegakan hukum.
Catatan Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh sepanjang 2020-2021, penegak hukum menangani 18 perkara kejahatan terhadap satwa lindung. Jumlah tersangka ada 42 orang, tetapi sebanyak 9 orang masih buron. Kajian yang dilakukan FJL, sebagian besar putusan hakim masih di bawah tuntutan jaksa.