Peningkatan Minat Baca Masih Terkendala Ketersediaan Buku
Ketersediaan buku masih jadi kendala dalam upaya meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Di luar Pulau Jawa, satu buku bisa ditunggu oleh 90 orang. Penerbitan buku terus diupayakan, terlebih dalam bentuk digital.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Ketersediaan buku masih menjadi kendala dalam upaya meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Di daerah luar Pulau Jawa, satu buku bisa ditunggu oleh 90 orang. Untuk itu, penerbitan buku terus diupayakan, terlebih dalam bentuk digital agar jangkauannya lebih luas dan merata.
Deni Kurniadi, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan pada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, mengatakan, minat baca masyarakat Indonesia sebetulnya sudah cukup bagus dengan adanya perpustakaan di desa-desa serta layanan perpustakaan keliling yang menjangkau hingga ke desa-desa.
”Yang harus lebih ditingkatkan adalah bagaimana produksi buku di Indonesia bisa meningkat sehingga jumlah buku yang beredar di masyarakat sampai ke perdesaan betul-betul sesuai dengan harapan, yakni satu masyarakat membaca tiga buku per tahun,” katanya dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Perpustakaan Se-Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Senin (23/5/2022).
Saat ini, ujar Deni, satu buku bisa ditunggu oleh 90 orang sehingga ada ketimpangan jumlah buku yang beredar di tengah masyarakat. Peredaran buku-buku juga masih terpusat di Pulau Jawa, sedangkan di luar Pulau Jawa sangat minim. ”Penambahan koleksi buku perlu terus ditingkatkan sampai ke perpustakaan yang ada di desa-desa,” ujarnya.
Menurut Deni, Perpustakaan Nasional RI sudah mengupayakan agar produksi buku di Indonesia bisa lebih banyak atau betul-betul sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Untuk itu, ada Perpusnas Press yang siap menerbitkan koleksi buku dari masyarakat yang ada di kota ataupun desa. Penerbitan buku dibuat dalam bentuk digital dan disebarluaskan melalui aplikasi iPusnas.
”Di samping itu, kami juga mendorong Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) dan penerbit-penerbit lokal untuk terus menerbitkan buku-buku agar terbitan yang ada di Indonesia betul-betul sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Deni menambahkan, perpustakaan saat ini tidak hanya untuk mencerdaskan masyarakat, tetapi juga ikut menyejahterakan masyarakat lewat program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial. Program tersebut digagas Perpustakaan Nasional sejak 2018 bersama dinas perpustakaan provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
”Setiap desa diharapkan memiliki perpustakaan sehingga masyarakat mudah mengakses berbagai koleksi buku. Di samping itu, kami juga berupaya menjangkau masyarakat secara luas lewat digitalisasi koleksi,” ujarnya.
Tertinggi
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalsel Nurliani mengatakan, setiap tahun selalu ada penambahan koleksi buku di perpustakaan Kalsel walaupun tidak banyak. Selain itu, ada juga bantuan dari Perpustakaan Nasional untuk program perpustakaan berbasis inklusi sosial di Kalsel. ”Bantuannya tak hanya buku, tetapi juga peralatan seperti komputer,” katanya.
Nurliani berharap perpustakaan yang ada di Kalsel terus bergerak untuk menjangkau masyarakat hingga ke daerah pedalaman. Semua itu dilakukan untuk terus meningkatkan indeks pembangunan literasi di Kalsel. ”Sudah dua tahun berturut-turut (2020 dan 2021) indeks pembangunan literasi Kalsel menjadi yang tertinggi di Indonesia. Prestasi ini harus dipertahankan,” ujarnya.
Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dalam sambutan yang disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel Roy Rizali Anwar mengapresiasi langkah-langkah ataupun terobosan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kalsel dalam meningkatkan minat baca masyarakat, seperti layanan perpustakaan secara daring di masa pandemi, mobil perpustakaan keliling, dan motor trail pustaka.
”Berkat layanan yang menjangkau masyarakat di pelosok desa, Kalsel berhasil meraih indeks pembangunan literasi tertinggi di Indonesia. Berbagai inovasi layanan perpustakaan harus terus dilakukan untuk meningkatkan minat baca masyarakat Kalsel,” katanya.