Deklarasi Kota Bandung sebagai Kota Angklung diharapkan bisa membulatkan tekad pelestarian alat musik dari bambu ini.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sejumlah tokoh mendeklarasikan Kota Bandung, Jawa Barat, sebagai Kota Angklung pada Sabtu (21/5/2022). Deklarasi ini diharapkan menjadi bagian dari langkah untuk lebih memperkenalkan angklung ke tingkat dunia.
Deklarasi yang dilakukan secara hibrida ini menampilkan sekitar 300 seniman, pegiat angklung, beserta komunitas seni angklung di Balai Kota Bandung sejak pukul 09.00. Wali Kota Bandung Yana Mulyana turut hadir bersama tokoh seni dan budaya lainnya dalam acara tersebut.
Deklarasi dibacakan oleh salah satu tokoh angklung, Taufik Hidayat Udjo, didampingi tokoh dan budayawan lainnya. Dia berharap sebutan Bandung Kota Angklung ini membawa dampak positif terhadap kemajuan kota hingga mempererat ikatan masyarakat dalam toleransi.
”Kami mewakili masyarakat Kota Bandung yang mencintai seni dan budaya angklung, pada hari ini menyatakan angklung menjadi identitas baru Kota Bandung. Dengan nilai filosofi yang terkandung di dalamnya, melalui angklung, masyarakat Kota Bandung akan terus menjaga keharmonisan tanpa memandang SARA (suku, agama, ras, antargolongan) dengan semangat kerja sama, gotong royong, dan tenggang rasa,” ujar Taufik dalam deklarasi tersebut.
Taufik menyatakan, deklarasi ini menunjukkan tekad untuk melakukan perlindungan, pengembangan, hingga regenerasi angklung sebagai produk budaya yang telah diakui dunia ini. Sekitar 12 tahun sebelumnya, angklung juga telah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unesco).
Duta Besar Republik Indonesia untuk Unesco Ismunandar, yang turut hadir secara virtual, mengapresiasi deklarasi tersebut. Dia berujar, angklung memiliki filosofi yang luar biasa, mulai dari kolaborasi hingga harmonisasi.
Nilai ini hadir di angklung karena memerlukan kekompakan untuk mendapatkan suara harmonis dalam setiap permainannya. ”Saat dunia membutuhkan hubungan yang baik dengan alam, angklung mengajarkan hal tersebut,” ujarnya.
Pengakuan angklung sebagai warisan budaya takbenda ini dikukuhkan pada sidang ke-5 Inter-Governmental Committee Unesco di Nairobi, Kenya, 16 November 2010. ”Ini membuktikan betapa kekayaan budaya Indonesia pantas menjadi warisan budaya dunia,” ujar pimpinan delegasi Republik Indonesia pada sidang itu, Tjetjep Suparman (Kompas, Kamis 18/11/2010).
Tjetjep, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, menjelaskan, angklung merupakan rumpun kesenian alat musik dari bambu yang berasal dari Jabar. Meskipun pertama kali muncul di Jabar, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera.
Wali Kota Bandung Yana Mulyana menyatakan, setelah deklarasi tersebut, semua pegiat angklung punya tanggung jawab besar dalam pelestarian angklung. Langkah strategis juga dibutuhkan dalam mengembangkan angklung. ”Semua pemangku kepentingan memiliki kewajiban untuk menduniakan angklung. Saya berharap langkah ini tidak berhenti sebatas deklarasi, perlu ada program nyata,” ujarnya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung Dewi Kaniasari menambahkan, deklarasi ini menjadi tonggak bagi Kota Bandung sebagai ikon Kota Angklung. Hal ini bisa dilihat dari ciri khas produk pertunjukan angklung dari Kota Bandung untuk angklung kreasi. ”Deklarasi ini membuat Kota Bandung jadi destinasi wisata budaya dan semoga angklung terus berkembang pesat,” ujarnya.