Samudra Makin Panas, PBB Peringatkan, Suhu Tertinggi Bumi Tinggal Tunggu Waktu
Laporan Badan Meteorologi Dunia (WMO) menyebut samudra-samudra di dunia semakin panas dan asam. Situasi ini akan terus memburuk jika pilihan kebijakan untuk mengurangi gas rumah kaca berjalan menuju arah yang salah.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·3 menit baca
GENEVA, KAMIS — Samudra-samudra di dunia semakin panas dan asam, mengindikasikan semakin memburuknya pemanasan global saat ini. Konflik dan perang juga telah mengancam komitmen untuk mengendalikan iklim global, yakni mencegah peningkatan suhu Bumi agar tetap berada di bawah 1,5 derajat celsius pada 2050.
Laporan terbaru Badan Meteorologi Dunia (WMO) yang diluncurkan pada Rabu (18/5/2022) menyebutkan, tingkat pemanasan Bumi akibat naiknya level karbon dioksida (CO2) dan metana di atmosfer mencapai titik yang mengkhawatirkan. Hal ini berdampak pada semakin hangatnya suhu Bumi dan lautan dunia.
WMO adalah badan khusus PBB yang bertanggung jawab mempromosikan kerja sama internasional dalam ilmu atmosfer, klimatologi, hidrologi, dan geofisika.
Secara global, suhu rata-rata dunia tahun lalu telah berada pada angka 1,11 derajat celsius di atas suhu rata-rata dunia pada era pra-industri. Angka itu telah mendekati ambang batas 1,5 derajat celsius, batasan tertinggi suhu global untuk melindungi dunia dari bencana iklim lebih luas.
Namun, dengan laporan terkini tersebut, Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas menilai, titik tertinggi suhu Bumi hanya tinggal menunggu waktu. ”Iklim kita berubah di depan mata kita. Panas yang terperangkap oleh gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia akan menghangatkan planet ini selama beberapa generasi mendatang,” kata Taalas dalam sebuah pernyataan.
Lautan menanggung sebagian besar beban pemanasan dan emisi. Perairan menyerap sekitar 90 persen dari akumulasi panas Bumi dan 23 persen emisi karbon dioksida dari aktivitas manusia. Akibatnya, samudra-samudra sedunia telah menghangat secara nyata lebih cepat dalam 20 tahun terakhir dan mencapai titik tertinggi pada tahun 2021. Situasi ini akan terus meningkat dan butuh waktu berabad-abad atau bahkan ribuan tahun untuk membaliknya.
Hasil studi juga menyebut bahwa perairan-perairan di dunia menjadi paling asam dalam setidaknya 26.000 tahun. Hal itu disebabkan perairan-perairan itu menyerap dan bereaksi dengan lebih banyak karbon dioksida di atmosfer. Selain itu, tinggi permukaan air laut mengalami peningkatan 1,8 inci atau 4,5 sentimenter (cm) dalam 10 tahun terakhir.
Periode 2013-2021 menjadi periode dengan peningkatan tinggi permukaan air laut terbesar, atau meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan periode 1993-2002. Mencairnya gletser turut mempercepat kenaikan tinggi permukaan air laut.
Laporan tersebut mengikuti penilaian iklim terbaru PBB, yang memperingatkan bahwa umat manusia harus secara drastis mengurangi emisi gas rumah kaca. Jika tidak, manusia akan menghadapi perubahan yang semakin besar pada iklim dunia.
Selwin Hart, penasihat khusus Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk aksi iklim, mengkritik negara-negara yang mengingkari komitmen iklim. Disebutkan bahwa konflik telah memicu kenaikan harga energi dan mendorong negara-negara Eropa untuk berusaha menggantikan Rusia sebagai pemasok energi.
”Kami melihat banyak kebijakan dibuat oleh negara-negara ekonomi utama yang, sejujurnya, berpotensi mengunci masa depan yang tinggi karbon dan berpolusi tinggi. Hal ini akan menempatkan tujuan iklim kita dalam risiko,” kata Hart.
Pada hari Selasa, raksasa indeks ekuitas global MSCI memperingatkan bahwa dunia menghadapi peningkatan berbahaya dalam gas rumah kaca jika gas Rusia diganti dengan batubara. (REUTERS)