Status Sinabung Diturunkan ke Waspada, Potensi Letusan Tetap Ada
Tiga tahun tingkat aktivitas Gunung Api Sinabung di level III Siaga, Badan Geologi kini menurunkan ke level II Waspada. Aktivitas Sinabung dinilai cenderung stabil, tetapi potensi letusan tetap ada.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS — Setelah tiga tahun tingkat aktivitas Gunung Api Sinabung berada di level III Siaga, Badan Geologi menurunkan statusnya ke level II Waspada. Aktivitas vulkanis Sinabung dinilai cenderung stabil, tetapi masyarakat diingatkan tidak beraktivitas di zona merah karena potensi letusan tetap ada.
Dari sisi penanggulangan bencana, para penyintas yang sudah bertahun-tahun mengungsi meminta agar relokasi rumah dan lahan usaha tani segera dituntaskan. Pemerintah sudah menyelesaikan relokasi tahap I dan II, tetapi tahap III masih terbengkalai karena lahan usaha tani belum bisa disediakan.
Penurunan tingkat aktivitas Gunung Sinabung disampaikan melalui surat yang ditandatangani Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono, Rabu (18/5/2022). Badan yang berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu menyebutkan, penurunan aktivitas terhitung per 17 Mei 2022 pukul 21.00.
Eko mengatakan, suplai magma dari perut Sinabung menuju permukaan kawah relatif rendah yang diindikasikan oleh gempa vulkanis yang rendah. Deformasi atau penggembungan tubuh gunung juga menunjukkan pengurangan tekanan atau deflasi. Pertumbuhan kubah lava juga menurun meskipun masih berpotensi menghasilkan guguran lava.
Berdasarkan pengamatan pada periode 1 Januari-17 Mei 2022, embusan gas vulkanik masih sering terjadi, tetapi guguran sama sekali tidak terjadi. ”Data pengamatan terkini menunjukkan aktivitas vulkanik Gunung Sinabung cenderung stabil, tetapi potensi letusan tetap ada,” kata Eko.
Meskipun terjadi penurunan aktivitas, masyarakat diminta tidak beraktivitas di zona merah atau zona bahaya letusan, yakni di desa-desa yang sudah direlokasi dan di radius tiga kilometer dari puncak Sinabung. Khusus untuk sektor selatan-timur, zona merah diperluas hingga radius 4,5 kilometer karena merupakan jalur awan panas.
Data pengamatan terkini menunjukkan aktivitas vulkanik Gunung Sinabung cenderung stabil, tetapi potensi letusan tetap ada. (Eko Budi Lelono)
Gunung Sinabung berstatus level IV (Awas) sejak 2 Juni 2015 sampai 20 Mei 2019. Sinabung menjadi salah satu gunung api dengan status Awas paling lama ketika itu. Selama empat tahun, letusan-letusan berskala besar terjadi dan beberapa kali menelan korban jiwa.
Relokasi pengungsi
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Karo Natanail Peranginangin mengatakan, penurunan aktivitas Sinabung diharapkan bisa membuat masyarakat beraktivitas lebih leluasa, tetapi tetap harus waspada.
”Namun, harus tetap diingat bahwa Badan Geologi menyebut tetap ada potensi letusan,” kata Natanail.
Mereka kini fokus untuk menyelesaikan relokasi pengungsi Sinabung tahap III yang seharusnya selesai pada 2021. Pembangunan rumah sudah selesai, tetapi relokasi terkendala penyediaan lahan usaha tani. Program itu membangun 892 rumah dan menyediakan 1.022 bidang lahan usaha tani untuk 1.038 keluarga penyintas.
”Lahan usaha tani untuk relokasi tahap ketiga sudah disediakan seluas 480 hektar dari pelepasan kawasan hutan, tetapi ada penolakan dari warga sekitar lahan di Desa Partibi Lama, Kecamatan Merek,” katanya.
Warga Partibi Lama mengatakan, mereka sudah mengusahakan 260 hektar di antara lahan tersebut selama berpuluh tahun. Mereka meminta lahan itu dikeluarkan dari program pengadaan lahan untuk penyintas.
Pemerintah Kabupaten Karo sudah beberapa kali berdialog dengan masyarakat Desa Partibi Lama. Menurut Natanail, Kantor Staf Kepresidenan akan turun untuk menyelesaikan masalah itu.
Ronal Sitepu (45), penyintas bencana Sinabung, mengatakan, ia dan keluarganya sudah bertahun-tahun menunggu relokasi tahap ketiga. Terakhir, pemerintah menjanjikan relokasi bisa dilaksanakan pada Juni tahun ini. ”Relokasi itu sangat penting agar kami bisa memulai hidup baru,” katanya.
Relokasi tahap III itu merupakan kelanjutan relokasi tahap I, yakni pembangunan 473 rumah dan 457 bidang lahan usaha tani pada 2015 di Siosar. Relokasi tahap II dilakukan dengan pemberian bantuan membeli rumah Rp 59,4 juta (1.810 keluarga penerima) dan bantuan membeli lahan usaha tani Rp 50,6 juta (1.858 keluarga penerima) pada 2017 sampai 2018.