Sehat dan Liar, Orangutan dengan Peluru Ditubuh Tetap Dilepasliarkan
Petugas berhasil mengeluarkan tiga dari delapan peluru dari tubuh orangutan di Kotawaringin Timur, Kalteng. Meski demikian, petugas bakal tetap melepasliarkan orangutan itu karena dinilai masih sehat dan liar.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Tengah bersama Orangutan Foundation-United Kingdom berhasil mengeluarkan tiga peluru dari tubuh orangutan jantan yang ditemukan di Desa Batuah, Kabupaten Serenau, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah. Masih terdapat lima peluru yang tidak bisa dikeluarkan.
Sebelumnya, orangutan jantan berumur lebih kurang 15 tahun dengan berat 55 kilogram ditemukan warga karena beberapa kali merusak kebun dan ladang masyarakat di desa tersebut. Warga kemudian melaporkan hal itu kepada petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah (Kompas, Senin 16/5/2022).
Petugas kemudian datang ke lokasi dan berhasil membius orangutan jantan itu. Saat diperiksa di lokasi, petugas menemukan delapan butir peluru yang diduga dari senapan angin bersarang di tubuh orangutan.
Kepala BKSDA Provinsi Kalteng Nur Patria Kurniawan menjelaskan, pada Selasa (17/5) tim dokter berhasil mengeluarkan tiga peluru dari tubuh. Ketiganya diambil dari sekitar area leher dan wajah orangutan dewasa tersebut itu.
”Masih ada lima lagi, tetapi tim dokter mengambil keputusan supaya sisanya tidak perlu diambil. Menurut mereka, kalau diambil, risikonya jauh lebih besar,” tutur Nur saat ditemui di kantornya di Palangkaraya, Selasa pagi.
Nur mengungkapkan, lima peluru yang masih bersarang di tubuh orangutan itu berada jauh masuk ke dalam daging, bahkan menyatu dengan daging. Butuh operasi besar yang bisa mengancam nyawa orangutan tersebut jika memaksa tetap mengeluarkan peluru.
”Kondisinya saat ditemukan itu masih sangat sehat, bahkan dengan delapan peluru di tubuhnya. Jadi, sisanya (lima peluru) tidak perlu diambil lagi,” ujar Nur.
Orangutan jantan tersebut, lanjut Nur, saat ini masih berada di Pangkalan Bun sebelum dilepasliarkan di Suaka Margasatwa (SM) Lamandau. Ia terpaksa dimasukkan ke kandang yang tertutup karena masih sangat liar. ”Kalau dibuka penutupnya dia bisa berontak, artinya masih sangat liar,” ujarnya.
Mencari habitatnya yang cukup sulit karena ada banyak indikatornya. Tidak cuma hutan, lalu orangutan dibawa ke sana, jadi memang tak mudah.
Nur menambahkan, tim dokter dan pihak BKSDA berencana melepasliarkan orangutan tersebut pada Rabu (18/5) ke SM Lamandau yang membutuhkan lebih kurang 4 jam perjalanan darat dari Pangkalan Bun.
”Kalau tidak ada halangan, bisa secepatnya dilepasliarkan, (orangutan) itu masih sangat liar,” kata Nur.
Komandan Pos Jaga Sampit dari BKSDA Provinsi Kalteng Muriansyah menjelaskan, penemuan orangutan itu bermula dari laporan warga. Pihaknya butuh dua kali ke lokasi untuk memastikan hingga akhirnya bisa menemukan orangutan tersebut.
”Itu memang kebun, tetapi di sekitarnya itu masih seperti hutan, pohon tinggi-tinggi, tetapi harus tetap dipindah meski kawasan hutan produksi karena terlalu dekat dengan permukiman,” tutur Muriansyah.
Kian sempit
Populasi orangutan di Kalimantan Tengah memang cukup tinggi. Sayangnya, banyak orangutan masih hidup di luar kawasan konservasi atau hutan lindung. Apalagi, saat ini masih terdapat ratusan orangutan yang masih menjalani rehabilitasi di berbagai yayasan di Kalimantan Tengah.
”Mencari habitatnya yang cukup sulit karena ada banyak indikatornya. Tidak cuma hutan, lalu orangutan dibawa ke sana, jadi memang tak mudah,” ucap Nur.
Nur menyebutkan, masih ada beberapa tempat pelepasliaran di Kalteng yang kondisinya masih sangat baik, seperti Bukit Batikap, Taman Nasional Bukit Baka, dan Bukit Raya, juga beberapa kawasan konservasi lainnya.
Bukit Batikap merupakan kawasan hutan lindung yang luasnya mencapai 35.000 hektar. Kawasan ini penting karena merupakan kawasan hulu berbagai sungai perkasa di Pulau Kalimantan, seperti Sungai Barito yang melintas di dua provinsi dengan panjang 890 kilometer, lalu ada juga Sungai Kahayan yang panjangnya 600 kilometer, juga ratusan anak sungai lain. Ia berfungsi seperti infus yang menyalurkan kehidupan ke manusia.
Orangutan punya andil untuk menjaga ekosistem di hulu-hulu sungai itu agar tetap terjaga. ”Itu baru orangutan, masih banyak satwa liar dilindungi lainnya di Kalimantan Tengah, seperti ragam kucing hutan, dan banyak lagi,” tutur Nur.