Umat Buddha Malang Rayakan Waisak di Stupa Candi Sumberawan
Dalam perayaan Waisak di Stupa Candi Sumberawan, Umat Buddha di Malang diharapkan mengaplikasikan ajaran Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi lebih baik.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Umat Buddha dari sejumlah majelis merayakan Waisak 2566 BE secara khidmat di Stupa Candi Sumberawan, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (16/5/2022).
Mereka diharapkan tidak hanya merayakan Waisak dari sisi ritual semata, tetapi juga mengaplikasikan ajaran-ajaran Siddharta Gautama dalam praktik kehidupan sehari-hari dan terus menjadi lebih baik.
Sedikitnya ada enam majelis yang hadir pada perayaan itu, yakni Buddha Tantrayana, Buddha Jawa Wisnu, Buddha Jawa Sunyata, Buddha Mahayana, Buddha Teravada, dan Eng An Kiong. Meski kali ini ada kelonggaran terkait kondisi pandemi, perayaan Waisak tetap digelar dengan protokol kesehatan.
Bhikkhu Kittichai dari Teravada mengatakan, Waisak bukan hanya mengingatkan umat kepada sang Guru dan ajarannya (dhamma), melainkan juga harus mempraktikkan ajaran agamanya itu. Mereka tidak hanya mengingat ajaran Buddha setelah perayaan Waisak (setelah itu dilupakan), tetapi juga terus dilaksanakan setiap hari.
”Hari Tri Suci Waisak penting, tetapi jangan hanya hari ini yang penting. Kita sebagai umat, sebagai murid dari guru agung Sang Buddha, yang beliau harap seperti yang saya harap, yakni dhamma yang dia sampaikan, para umat akan mempraktikkan,” ujarnya.
Menurut Kittichai, terdapat tiga peristiwa penting pada Waisak, yakni Kelahiran Sang Buddha Gautama, Sang Buddha sukses mencapai penerangan sempurna, dan Sang Buddha meninggal dalam usia 80 tahun setelah 45 tahun menyebarkan ajaran agamanya.
Karena ajaran Buddha hanya tiga, yakni sucikan hati, bersihkan pikiran, dan berbuatlah baik. (Joko)
Harapan senada diucapkan Ketua Vihara Vajra Bhumi Buddhaloka Tantrayana, Wagir, Kabupaten Malang, Joko.
Mengubah diri
Menurut dia, umat Buddha merayakan Waisak setiap tahun. Untuk itu, menjadi hal penting bagaimana umat bisa mengubah diri dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi yang lebih baik.
Bagaimana umat Buddha bisa mengubah diri tidak hanya setelah merayakan Waisak, tetapi juga secara berkesinambungan.
”Karena ajaran Buddha hanya tiga, yakni sucikan hati, bersihkan pikiran, dan berbuatlah baik,” ucapnya.
Ke depan, Joko berharap seluruh umat Buddha di Malang Raya bisa datang dan kompak merayakan Waisak di satu lokasi. Bagaimana umat Buddha di Malang yang terdiri atas banyak majelis bisa berkumpul bersama.
”Kalau sekarang, kan, masih ada yang menyelenggarakan di tempat berbeda,” ucapnya.
Pada kesempatan ini, Joko menyambut baik perayaan Waisak yang bisa kembali digelar bersama-sama.
Selama pandemi perayaan Waisak hanya diselenggarakan di wihara dengan melibatkan jumlah umat yang terbatas.
Ketua Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Malang Raya Misyono mengatakan, penyelenggaraan perayaan Waisak di Stupa Candi Sumberawan tidak terlepas dari dukungan semua umat Buddha di Malang Raya.
Menurut dia, sudah dua tahun umat Buddha tidak bisa melaksanakan Waisak dengan alasan masih pandemi.
Oleh karena itu, pihaknya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk melaksanakan perayaan Tri Suci Waisak di tingkat kabupaten.
Maksud dan tujuan pelaksanaan ini agar umat Buddha di Malang Raya bisa mempererat persaudaraan dan memperkokoh kerukunan antarumat beragama.
Sementara itu, perayaan Waisak di Candi Sumberawan tidak hanya dihadiri umat Buddha. KMAT Sariro Anikaningtyas dari Komunitas Pencinta Kebaya dan Sanggul Dampit juga ikut berdoa dalam momentum ini. Anika yang memiliki keyakinan berbeda hadir bersama beberapa rekannya anggota komunitas.
”Kita ikut berdoa bahwa dalam rangka Waisak ini mudah-mudahan semua makhluk berbahagia. Jadi di dalam kebangsaan, kalau saya basic-nya berbicara tentang budaya, jangan kita berpangku pada satu agama,” ujarnya.