100 Persen Jadi Katolik, 100 Persen Pula Jadi Warga Indonesia yang Baik
Umat Katolik dipanggil menjadi warga negara Indonesia yang 100 persen mengabdi dan bekerja untuk Indonesia, sama halnya menjadi Katolik. Keterlibatan dalam masyarakat sebagai bagian dari pewartaan hidup.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Setiap orang yang telah mendeklarasikan diri sebagai orang Katolik harus 100 persen menjadi warga negara Indonesia yang baik pula. Umat Katolik dipanggil untuk terlibat secara konkret dalam hidup bermasyarakat, membantu orang lain di sekitar, meringankan permasalahan sosial yang ada. Jalan hidup orang Katolik adalah jalan penderitaan, pengampunan, dan kemenangan.
Misa Jumat Agung di Gereja Santo Yoseph Pekerja Penfui, Kota Kupang, (15/4/2022), diwarnai hujan deras dan angin kencang yang berlangsung sekejap, tetapi turut mengganggu kedatangan ribuan umat yang hendak memulai kegiatan peribadatan di gereja itu. Misa digelar sekali saja, yakni pukul 15.00 Wita, menghadirkan sekitar 5.000 umat.
Umat membeludak sampai ke jalan dan sebagian menyisipkan diri di sela-sela pohon di samping gereja meski panitia telah memasang puluhan tenda di bagian timur dan barat sisi gedung gereja. Misa berlangsung 4 jam, berbeda dengan misa Kamis Putih yang digelar tiga kali, masing-masing 2 jam, dan seluruh umat tertampung di ruangan gedung gereja.
Meski demikian, misa tetap berlangsung aman. Umat mengambil posisi berdoa dengan khusyuk dan tenang sambil mengikuti setiap rangkaian peribadatan. Seluruh umat tetap mengenakan masker dan masing-masing membawa cairan penyanitasi tangan (hand sanitizer) sebelum menyambut hosti dan kegiatan lain. Panitia Paskah menyediakan puluhan air cuci tangan dan sabun di pintu masuk gereja.
Ritus penghormatan salib Tuhan, umat hanya diberi kesempatan dengan cara menundukkan kepala pada salib yang dipegang petugas. Tidak ada aksi mencium salib seperti sebelum pandemi Covid-19 pada 2020. Bacaan Injil tulisan Yohanes mengenai kisah sengsara dan wafat Tuhan dinyanyikan secara meriah oleh dua lektor dan didukung koor umat.
Pada misa ini kebanyakan umat mengenakan pakaian hitam, tanda perkabungan atas kisah sengsara dan wafat Tuhan di salib. Altar Tuhan dikosongkan, tidak ada satu lembar kain altar pun, sebagai simbol penderitaan dan kematian Tuhan di salib.
Menempatkan diri
Pemimpin misa, RD Jonas Kamlasi PR, dalam khotbahnya, antara lain, mengatakan, 100 persen memilih menjadi orang Katolik, 100 persen juga menempatkan diri menjadi warga negara Indonesia yang baik.
Setiap umat Katolik dipilih dan dipanggil hidup dan membaur di masyarakat bersama berbagai golongan, suku, dan agama. Itu berarti orang Katolik harus merasakan diri sebagai bagian dari aset bangsa ini.
”Kita hidup di tengah masyarakat, hendaknya terlibat langsung dalam kegiatan apa saja, dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Menjadi orang Indonesia 100 persen, itu juga terlibat dalam mendukung setiap program pemerintah membangun kesejahteraan bersama,” kata Kamlasi.
Peringatan Jumat Agung sebagai peringatan akan jalan penderitaan hidup setiap manusia atau via dolorosa. Selama hidup, setiap manusia tidak bebas dari penderitaan. Penderitaan dan kesuksesan itu dua sisi hidup yang harus dilalui setiap manusia. Tuhan yang mengambil rupa manusia pun mengalami itu, sebagai manusia.
Kita hidup di tengah masyarakat, hendaknya terlibat langsung dalam kegiatan apa saja, dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Menjadi orang Indonesia 100 persen. (Jonas Kamlasi)
Menghadapi berbagai kesulitan hidup dalam keluarga atau masyarakat, jangan cepat menyerah. ”Teruslah berdoa dan berjuang sampai keluar dari persoalan itu dan meraih apa yang diharapkan,” pesan Kamlasi.
Di Larantuka
Sementara itu, Deken Larantuka, Flores Timur, RD Adu Kerans Pr saat memimpin misa Jumat Agung di Gereja Katedral Larantuka, Flores Timur, mengatakan, manusia sering melihat penderitaan dan kematian sebagai sebuah kehancuran, malapetaka, nasib sial, bahkan kutukan.
Yesus membalikkan cara pandang ini melalui ajaran dan penderitaan-Nya. Dia teguh dan berani menghadapi meski 12 rasul pilihan-Nya meninggalkan Yesus.
”Yesus menantang umat Katolik untuk berani membela kebenaran dan mempertahankannya, meski penuh pengorbanan, bahkan sampai mati sekalipun, jika hal itu dilakukan demi sebuah kebenaran bagi sesama, termasuk orang-orang yang membenci, menghina, dan mengolok-olok kita,” kata Kerans.
Kematian Yesus memberi makna bagaimana orang Katolik memiliki semangat mengampuni orang-orang yang bersalah terhadap diri kita. Pengampunan itu pun merupakan bagian dari salib yang sangat berat. Bagaimana mungkin kita mengampuni orang yang sudah menyakiti kita. Di sinilah letak nilai kekristenan kita.
”Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat, demikian kata Yesus sesaat sebelum mengembuskan napas terakhir di salib. Dengan cara ini, kita memenangi sebuah pertarungan,” ujar Kerans.