Organisasi Keagamaan Berperan Penting Mengakselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Secara tidak langsung, organisasi keagamaan sudah melakukan program yang mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi keagamaan di Indonesia berkontribusi mengakselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs. Kontribusi itu perlu diintegrasikan dengan program-program pemerintah sehingga lebih efektif dan berdampak luas.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Arifin Rudiyanto mengatakan, SDGs membutuhkan dukungan banyak pihak karena mencakup 17 tujuan yang luas. Tujuan itu merupakan komitmen global dalam menyejahterakan masyarakat, di antaranya mengakhiri kemiskinan, kehidupan sehat, pendidikan berkualitas, kesetaraan jender, energi bersih dan terjangkau, berkurangnya kesenjangan, serta kemitraan untuk mencapai tujuan.
”Secara tidak langsung, organisasi keagamaan sudah melakukan program yang mendukung SDGs. Tinggal bagaimana potensi besar ini bisa diintegrasikan dengan pemerintah sehingga lebih efektif,” ujarnya dalam diskusi Forum Lintas Agama: Beramal Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan, Selasa (12/4/2022), di Jakarta.
Arifin menyebutkan, organisasi keagamaan berperan penting, baik dalam bentuk program kerja maupun pembiayaan, untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Peran ini telah menyasar banyak hal, mulai dari pendidikan berkualitas, pelayanan kesehatan, mengatasi tengkes, hingga pemanfaatan energi bersih.
Komunikasi melalui organisasi keagamaan diharapkan dapat dipahami oleh warga sehingga ikut melakukan aksi nyata mendukung SDGs. Indonesia dan negara-negara di dunia tinggal menyisakan waktu delapan tahun menuju target SDGs pada 2030.
”Sinergi dengan organisasi keagamaan membuat program kerja lebih terasa hasilnya. Hal ini sekaligus bisa menjadikan Indonesia sebagai contoh bagi negara lain dalam melibatkan organisasi keagamaan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan,” katanya.
Dukungan organisasi keagamaan semakin krusial karena pandemi Covid-19 menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi. Kondisi ini berdampak buruk terhadap banyak sektor, mulai dari menurunnya pendapatan kaum rentan, mendisrupsi kualitas belajar-mengajar, hingga melumpuhkan industri pariwisata dan penerbangan.
Komunikasi melalui organisasi keagamaan diharapkan dapat dipahami oleh warga sehingga ikut melakukan aksi nyata mendukung SDGs. Indonesia dan negara-negara di dunia tinggal menyisakan waktu delapan tahun menuju target SDGs pada 2030.
Imbasnya, terjadi kesenjangan kebutuhan pembiayaan untuk mencapai target SDGs. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah mendorong kolaborasi pembiayaan campuran yang melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, investasi asing, maupun organisasi keagamaan serta pengelola zakat dan amal umat dari berbagai agama.
Dalam diskusi tersebut juga diluncurkan buku Panduan Komunikasi SDGs bagi Organisasi Keagamaan di Indonesia. Buku ini disusun oleh Sekretariat Nasional SDGs dan organisasi kerja sama internasional Jerman, GIZ(Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH).
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kammaruddin Amin menyebutkan, penggunaan zakat atau amal untuk mencapai target SDGs sejalan dengan pencapaian tujuan-tujuan syariah (Maqashid Syariah). Zakat, misalnya, turut dipakai dalam pembiayaan campuran untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).
”Peran zakat sangat luas, bahkan lebih luas dari SDGs. Hal ini peluang bagi organisasi pengelola zakat untuk bisa mendukung tercapainya SDGs,” ucapnya.
Manajer Hubungan Eksternal dan Kemitraan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia Andre mengatakan, penggalangan dana dalam program kedermawanan di yayasan itu melibatkan partisipasi publik. Tidak hanya oleh umat Buddha, tetap juga umat agama lainnya.
”Dana yang terkumpul bukan digunakan untuk membangun rumah ibadah, melainkan menjalankan misi kesehatan, pendidikan, dan sosial,” katanya.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Wahid menuturkan, Indonesia mempunyai modal kuat mengakselerasi SDGs karena warganya yang dermawan. Namun, komunikasi mengenai target-target SDGs itu perlu diperjelas agar menjadi sesuatu yang penting dan urgen untuk dikerjakan.
Direktur Kerja Sama Pendanaan Multilateral Kementerian PPN/Bappenas Rd Siliwanti menambahkan, pembiayaan campuran yang melibatkan organisasi keagamaan merupakan salah satu peluang Indonesia untuk mencapai program-program pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi untuk mewujudkannya secara bersama-sama.
Potensi itu juga didukung dengan jumlah penduduk yang mencapai 270 juta jiwa. Apalagi, berdasarkan World Giving Index 2021, Indonesia merupakan negara paling dermawan di dunia sehingga menjadi faktor penting untuk saling mendukung.
Perwakilan Kedutaan Besar Jerman, Inga Tessendorf, menyampaikan pentingnya penguatan kerja sama berbagai pihak, khususnya dengan organisasi keagamaan, untuk mencapai tujuan SDGs yang besar dan ambisius. Ia mengakui teladan Indonesia dalam keberagaman beragama, demokrasi, dan solidaritas sosial.