Andil Besar Perempuan Membangun Ekosistem Perfilman Tanah Air
Berbagai kontribusi dan prestasi membuktikan andil besar perempuan membangun ekosistem perfilman Tanah Air. Hal itu membuat Festival Film Indonesia 2022 mengambil tema ”Perempuan: Citra, Karya, & Karsa”.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perempuan bukan sekadar obyek dalam industri film Tanah Air. Berbagai kontribusi dan prestasi membuktikan andil besar perempuan membangun ekosistem perfilman yang lebih matang.
Tidak hanya menjadi aktris, sutradara, dan penulis skenario, perempuan juga banyak berperan dalam mengerjakan beragam bidang dalam perfilman, seperti sinematografer, penata cahaya, dan pengarah suara. Hal itu membuat Festival Film Indonesia (FFI) 2022 mengambil tema ”Perempuan: Citra, Karya, & Karsa”.
Ketua Komite FFI 2021-2023 Reza Rahadian mengatakan, FFI bukan sebatas kompetisi, melainkan juga sebagai peta untuk membaca dinamika perfilman nasional. ”Salah satu dinamika yang tergambar adalah andil besar perempuan dalam membangun ekosistem perfilman Indonesia,” ujarnya dalam peluncuran Piala Citra FFI 2022 secara daring yang bertepatan dengan Hari Film Nasional, Rabu (30/3/2022).
Reza menuturkan, kata ’citra’ dalam tema itu melambangkan keindahan perempuan. Sementara kata ’karya’ mengacu pada kreativitas yang dihasilkan. Kata ’karya’ merujuk pada sumber kekuatan dari keindahan karya tersebut.
Sejumlah prestasi di dalam dan luar negeri mengafirmasi peran penting perempuan di dunia film. Terbaru, aktris Laura Basuki mendapat penghargaan Silver Bear dalam Berlin International Film Festival (Berlinale) 2022.
”Banyak juga figur perempuan yang menorehkan prestasi, dari mulai produser, sutradara, pemain, hingga penulis skenario. Ini menjadi pencapaian yang luar biasa,” ucapnya.
Dalam peluncuran tersebut, juga diumumkan empat duta FFI 2022. Mereka adalah Cut Mini, Marsha Timothy, Shenina Cinnamon, dan Prilly Latuconsina.
”Mereka akan banyak bertugas pada diskusi-diskusi terkait agenda FFI, termasuk berinteraksi dengan media dalam mewartakan perkembangan kegiatan yang sedang berlangsung,” ucapnya.
Kontribusi perempuan juga penting untuk mengangkat isu-isu perempuan dalam film. Hal ini sekaligus mengedukasi masyarakat dalam memahami isu kekerasan terhadap perempuan sehingga bisa dicegah.
Reza menambahkan, pihaknya juga membentuk Akademi Citra yang terdiri dari peraih Piala Citra. Jumlahnya diperkirakan 350-an orang. Mereka yang bersedia akan menjadi juri nominasi dan memberikan penilaian sesuai profesi masing-masing.
Pendaftaran FFI dimulai 30 Maret hingga 31 Agustus 2022 untuk kategori film cerita panjang dan sampai 15 September untuk kategori film noncerita panjang dan kritik film. Malam penganugerahan akan digelar pada 22 November mendatang.
Shenina mengatakan, peran perempuan sangat dibutuhkan dalam membangun industri film di dalam negeri. ”Mungkin saat ini, jumlah perempuannya lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki. Tetapi, aku yakin, banyak bidang pekerjaan (dalam industri film) yang juga bisa dikerjakan perempuan,” ujarnya.
Cut Mini menuturkan, kontribusi perempuan juga penting untuk mengangkat isu-isu perempuan dalam film. Hal ini sekaligus mengedukasi masyarakat dalam memahami isu kekerasan terhadap perempuan sehingga bisa dicegah.
”Perempuan bukan cuma pemanis, tetapi juga punya andil dalam membangun perfilman. Perempuan bekerja dengan hati dan cintanya untuk menghasilkan karya yang baik dan dapat ditonton masyarakat,” katanya.
Ketua Bidang Penjurian FFI 2021-2023 Garin Nugroho menyebutkan, meskipun tema besarnya berkaitan dengan perempuan, hal itu tidak memengaruhi penjurian untuk nominasi pemenang FFI. Artinya, film bertema lain juga berpeluang untuk menang.
”Tema perempuan ini merupakan tema makro. Oleh karena itu, tidak akan berpengaruh terhadap seleksi atau cara pandang dalam menilai sebuah film. Pemilihan tema merupakan penghormatan pada daya hidup, daya juang, dan daya kebersamaan perempuan di dunia film Indonesia,” ujarnya.
Garin mengatakan, pihaknya akan memberi ruang terhadap film-film pada layanan streaming digital atau dikenal dengan over the top (OTT). Apalagi, 60-70 persen karya perfilman dalam negeri hidup dari platform tersebut.
”Jadi, hal ini mesti dipertimbangkan dengan bijak. Kita harus menyambut media (baru ini dengan ketentuan yang berdasar, terukur, dan berpartisipasi untuk insan film dan penonton,” ujarnya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, FFI merupakan ajang penghargaan tertinggi di dunia film Tanah Air. Ajang itu menjadi peristiwa kebudayaan yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat.
FFI juga menjadi kesempatan untuk memetakan perkembangan perfilman nasional. ”Salah satu elemen penting saat ini adalah andil atau peran perempuan. Kehadiran perempuan sangat dirasakan. Tentu bukan sekadar representasi jender, melainkan perspektif yang lebih inklusif,” ucapnya.
Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia Gunawan Paggaru menuturkan, di era sebelumnya, sering sekali film-film dalam negeri hanya menjadikan perempuan sebagai obyek. Namun, saat ini, sudah banyak perempuan di industri film meraih prestasi yang membuktikan kontribusi mereka.
”Tema (perempuan) sangat bagus. Semoga ke depan FFI juga menghubungkan simpul-simpul ekosistem industri film yang melibatkan organisasi bidang pekerjaan di perfilman,” katanya.