Kerugian akibat Tengkes Lebih dari Rp 300 Triliun Setiap Tahun
Kerugian akibat tengkes disebut mencapai lebih dari Rp 300 triliun setiap tahun. Sebagai salah satu cara untuk mempercepat penurunan tengkes, cakupan air minum layak dan sanitasi layak harus ditingkatkan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN KUNCORO MANIK
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Prevalensi stunting atau tengkes di Indonesia saat ini tercatat di angka 24,4 persen, sedangkan pemerintah menargetkan prevalensi stunting turun hingga 14 persen pada 2024. Untuk mempercepat penurunan tengkes, pemerintah mendorong peningkatan akses air minum dan sanitasi layak.
”Namun, tren kenaikan cakupan layanan air minum dan sanitasi layak dalam tiga tahun terakhir ini tidak signifikan, yaitu di bawah 3 persen,” ujar Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat menghadiri secara daring Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan (HAKLI), dari kediaman wapres di Jakarta, Sabtu (26/3/2022).
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, pemerintah telah menargetkan 100 persen rumah tangga mempunyai akses terhadap air minum layak dan 90 persen rumah tangga mempunyai akses terhadap sanitasi layak pada 2024. ”Namun, yang perlu menjadi evaluasi kita bersama, tren kenaikan cakupan layanan keduanya nyatanya masih perlu didorong secara intensif,” ujar Wapres Amin.
Dalam tiga tahun terakhir, cakupan air minum layak hanya naik sebesar 1,5 persen, dan sanitasi layak hanya naik 2,9 persen. Saat ini, rumah tangga dengan akses air minum layak baru mencapai 90,7 persen dan akses terhadap sanitasi layak sekitar 80,2 persen. ”Kinerja ini harus segera kita tingkatkan karena kita hanya memiliki sisa waktu dua tahun untuk mencapai target tahun 2024,” ucap Wapres Amin.
Perpres No 72/2021 juga telah mengamanatkan upaya penurunan tengkes yang diselenggarakan secara holistik, integratif, dan berkualitas. Upaya ini diwujudkan melalui sinergi sejumlah pihak, baik di pusat, daerah, maupun desa, termasuk pelibatan para ahli kesehatan lingkungan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman profesional untuk menjawab berbagai permasalahan kesehatan publik.
Permasalahan tengkes mendesak untuk diatasi karena kerugian yang ditimbulkan tidak sedikit. Terkait dengan kualitas SDM, tengkes menyebabkan penurunan kecerdasan dan kemampuan kognitif, serta terganggunya metabolisme tubuh sehingga rentan terhadap penyakit tidak menular, seperti jantung dan diabetes. Hal itu akan menurunkan produktivitas pada masa depan. Padahal, keunggulan SDM adalah kunci mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan visi Indonesia maju.
Berdasarkan kajian Bank Dunia, kerugian ekonomi akibat tengkes dan kekurangan gizi lainnya adalah 2 hingga 3 persen terhadap total PDB sebuah negara. Bagi Indonesia, total kerugian akibat tengkes mencapai lebih dari Rp 300 triliun setiap tahun.
”Ada banyak faktor yang berkontribusi pada upaya penurunan stunting, di antaranya kesehatan lingkungan, terutama terkait dengan sanitasi dan ketersediaan air minum layak,” ujar Wapres Amin.
Pekan lalu, saat membuka Asia International Water Week ke-2 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Wapres Amin mengingatkan bahwa ketersediaan air bersih dan sanitasi bagi ibu hamil, bayi, dan anak balita akan berdampak 70 persen pada upaya penanganan tengkes. ”Oleh karena itu, peningkatan akses air minum dan sanitasi sewajarnya menjadi prioritas dalam skema besar percepatan penurunan stunting,” kata Wapres.
Tujuan prioritas
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sambutannya menyebut bahwa salah satu tujuan prioritas dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (PJMN) 2020-2024 adalah percepatan penurunan tengkes menjadi 14 persen pada 2024. Target ini penting dicapai sebagai investasi utama guna mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing.
Percepatan penurunan tengkes dilakukan dengan menitikberatkan pada upaya pengendalian faktor risiko, deteksi dini pelacakan, serta upaya kuratif melalui sistem rujukan khusus. ”Mengaitkan isu stunting dan kesehatan lingkungan, kontribusi lingkungan menjadi salah satu faktor pendukung yang sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan stunting,” ujar Menkes Budi.
Kesehatan lingkungan berdampak pada penurunan tengkes melalui penurunan risiko terhadap penyakit infeksi serta memutus rantai penularan penyakit atau alur kontaminasi. Hal ini dilakukan melalui lima pilar sanitasi total berbasis masyarakat, pemenuhan dasar akses air minum, dan sanitasi aman.
”Dibutuhkan komitmen bersama, termasuk organisasi profesi, dalam upaya percepatan penurunan stunting melalui peningkatan kapasitas anggota menuju profesionalitas sanitarian yang tangguh,” ujarnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat HAKLI Arif Sumantri menambahkan bahwa akses layak sanitasi aman dan air aman menjadi sebuah tujuan untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan. Indeks pembangunan manusia Indonesia pada 2022 mengalami kenaikan 72,29 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 71 94 persen.
”Ada kenaikan 0,36 poin, tetapi terjadi perlambatan pertumbuhan 0,46 persen. Kita ketahui perlambatan tersebut adalah karena faktor ekonomi yang diakibatkan tidak ada satu negara pun yang tidak luput dengan pandemi Covid,” ujar Arif.
Menurut Arif, penyelenggaraan rakernas kali ini mengusung tiga isu strategis, yaitu isu pascapandemi Covid-19, isu perubahan iklim yang berkaitan erat dengan ketersediaan air minum bersih, dan isu bonus demografi yang diarahkan sebagai SDM produktif dan inovatif.
Untuk mengatasi kendala dan permasalahan dalam ketiga isu tersebut, diperlukan peran aktif dari semua pihak, termasuk bidan, tenaga gizi, dan tenaga sanitasi lingkungan.
”Harapan HAKLI dari rakernas ini akan memunculkan sebuah sinergi, integrasi lintas kementerian dan lintas sektor. Dan, HAKLI siap untuk sebagaimana di dalam Pasal 54 Ayat 4 (Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 71 Tahun 2021) sebagai organisasi profesi yang memberikan peran advokasi, koordinasi, fasilitasi, dan rekomendasi,” ucap Arif.