Situs Bongal di Tapanuli Tengah Diduga Kosmopolitan sejak Abad Pertama Masehi
Temuan manik-manik kaca Romawi berlapis emas dan perak abad I-IV Masehi di Situs Bongal, Tapanuli Tengah, menunjukkan kawasan itu sudah menjadi kosmopolitan di abad pertama.
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·4 menit baca
TIM PENELITI SITUS BONGAL
Kegiatan penggalian arkeologi Situs Bongal di Tapanuli Tengah, 14-23 Februari 2022. Di kawasan itu ditemukan artefak dari abad I-IV Masehi.
MEDAN, KOMPAS — Situs Bongal di Desa Jagojago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, disinyalir telah menjadi permukiman kosmopolitan sejak abad pertama Masehi. Perdagangan yang dilakukan di kawasan itu juga luas, tidak hanya di wilayah Asia Barat, tetapi mencapai Asia Utara dan Mediterania.
Peneliti Madya pada Kantor Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Kawasan Sumatera Utara, Ery Soedewo, di Medan, Selasa (8/3/2022), mengatakan, ditemukan manik-manik kaca berlapis emas dan perak di Situs Bongal. Temuan itu diperoleh dalam penggalian arkeologi ke-2 yang dilakukan Kantor Arkeologi Sumut bersama Media Literasi Nesia pada 14-23 Februari 2022.
Manik-manik kaca itu merupakan jenis manik kaca Romawi yang diproduksi di Mesir dalam rentang abad I-IV Masehi. Manik-manik kaca itu untuk diekspor ke Asia Selatan dan Asia Tenggara daratan dan kepulauan (Nusantara).
”Artinya, secara relatif, Situs Bongal diperkirakan sudah ada pada milenium I. Namun, kami juga masih menunggu hasil penelitian karbon untuk melihat apakah secara absolut situs memang berasal dari abad pertama,” kata Ery.
TIM PENELITI SITUS BONGAL
Manik-manik kaca berlapis emas dan perak yang ditemukan saat penggalian arkeologi Situs Bongal di Tapanuli Tengah, 14-23 Februari 2022.
Manik-manik itu ditemukan di hari-hari terakhir penggalian di daerah perbukitan yang pada awalnya diperkirakan merupakan makam. Manik-manik kaca itu terkumpul dalam gerabah terakota bersama manik-manik lainnya yang terbuat dari batu oniks, jasper, carnelian, dan batu merah delima (semi-precious stone). Diduga barang-barang itu merupakan bekal kubur seseorang.
Temuan manik-manik kaca emas Romawi itu serupa dengan temuan di situs Pangkung Paruk, Bali. Temuan itu sekaligus memperdalam dan memperluas temuan dalam penggalian pertama pada 2021 lalu. Dalam penggalian pertama, temuan artefak tertua adalah sisir kayu yang berasal dari abad VII, selain juga aneka biji, seperti pala dan pinang, serta alembic yang merupakan alat penyulingan minyak.
”Penemuan manik-manik kaca emas Romawi di Situs Bongal membuka narasi baru tentang tahapan okupasi situs ini pada masa lalu. Sebelum ditemukan manik-manik kaca emas Romawi itu, data tertua dari Situs Bongal adalah sisir kayu yang berasal dari abad VI-VII Masehi. Dengan ditemukannya manik-manik kaya emas itu, pertanggalan relatif Situs Bongal jadi lebih tua, yakni sejak awal milenium pertama kurun Masehi,” kata Ery.
Temuan itu juga memperkuat penelitian teks-teks yang menyebutkan Fansur, yang bahkan disebut dalam Al Quran, sebagai Pinangsori, kawasan di Tapanuli Tengah, yang saat ini menjadi nama daerah tidak jauh dari Bongal.
TIM PENELITI SITUS BONGAL
Prasasti logam bertuliskan huruf Arab Kufi abad VII-VIII Masehi yang ditemukan saat penggalian arkeologi Situs Bongal di Tapanuli Tengah, 14-23 Februari 2022.
Ekskavasi kali ini menggali delapan kotak berukuran 2 x 2 meter hingga 4 x 4 meter. Selain manik-manik emas Romawi, ragam artefak yang ditemukan antara lain keramik-keramik Changsa dari Tiongkok yang berasal dari abad VIII-IX Masehi, wadah-wadah berbahan kaca dari Asia Barat dari abad VII-IX Masehi, lembaran logam berinskripsi Arab khat Kufi yang diperkirakan berasal dari abad VII-IX Masehi.
Di salah satu kotak gali juga ditemukan cerat alembic, seperti pada penggalian pertama. Ditemukan juga benda-benda logam untuk meracik obat, seperti sendok-sendok kecil untuk takaran, dan alu kecul untuk mengaduk ramuan.
Para peneliti juga menemukan ekofak (benda alam), seperti bebijian, resin, dan kayu. Bebijian yang ditemukan salah satunya adalah pala yang juga ditemukan dalam penggalian pertama. Temuan itu menunjukkan bahwa Bongal juga menjadi lokasi perdagangan komoditas dari timur Nusantara ke seluruh dunia.
Artinya, para pemukim di Situs Bongal dulu beraktivitas di struktur kayu yang didirikan di lahan basah.
Sementara temuan resin masih dianalisis Peneliti Kehutanan BRIN (eks Litbang KLHK). Kemungkinan resin itu adalah damar, kamper, dan kemenyan. Adapun kayu yang ditemukan adalah jenis kayu nibung yang diduga digunakan untuk tonggak bangunan berpanggung, bisa rumah atau dermaga.
”Artinya, para pemukim di Situs Bongal dulu beraktivitas di struktur kayu yang didirikan di lahan basah (pasang surut) dekat muara sungai atau pantai,” kata Ery. Pihaknya juga melibatkan ahli geologi dalam penelitian itu.
Koordinator Peneliti Kawasan Sumut Kantor Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN Ketut Wiradnyana mengatakan, temuan dalam penggalian kedua ini semakin menunjukkan sebelum era Barus (abad IX), Fansur atau Pinangsori telah dikenal dunia.
TIM PENELITI SITUS BONGAL
Manik-manik batu merah delima yang ditemukan saat penggalian arkeologi Situs Bongal di Tapanuli Tengah, 14-23 Februari 2022.
Temuan aneka gelas kimia menunjukkan komoditas dari Tapanuli, yakni kapur barus dan kemenyan, sudah diolah menjadi produk berupa minyak. Temuan berbagai alat kesehatan juga menunjukkan situasi di situs sangat kompleks.
”Seolah-olah komoditas yang diperdagangkan merupakan bahan mentah, seperti kapur barus atau kemenyan, tetapi ternyata sudah diolah menjadi minyak,” kata Ketut. Padahal, kini perdagangan kemenyan lebih merupakan bahan mentah, bahkan sistem perdagangannya pun tertutup.
Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk menghidupkan kembali hutan kemenyan dan kapur barus. Dampak ekonominya luar biasa, hanya orang tidak tahu bagaimana mengolahkan kini. Ketut mengatakan, kawasan Bongal diduga hilang akibat banyak faktor, seperti karena alam atau perubahan konstelasi politik yang membuat jalur-jalur perdagangan berubah.
Sejauh ini Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah telah menetapkan Situs Bongal sebagai cagar budaya. Diharapkan Pemerintah Provinsi Sumut dan pemerintah pusat pun menetapkannya sebagai cagar budaya. Selain kawasan dibuka menjadi situs arkelologi sebagai sumber pengetahuan bagi warga, juga perlu dibuat situs terbuka berupa hutan kapur barus dan kemenyan.
Wakil Bupati Tapanuli Tengah Darwin Sitompul mengatakan pihaknya sangat berbangga atas temuan yang menunjukkan Tapanuli Tengah merupakan kawasan dengan sejarah yang panjang. Pihaknya juga mendukung penggalian arkeologi dan penetapan kawasan itu sebagai cagar budaya. Sejauh ini pihaknya masih mencari keberadaan pohon kapur barus di Tapanuli Tengah dan sekitarnya untuk bisa dibudidayakan kembali.
