Milenial Aceh untuk Konservasi
Kabar baik dari Aceh. Banyak anak muda pencinta lingkungan bergiat dalam aktivitas penyelamatan lingkungan. Mereka itulah generasi penerus penyelamat lingkungan.
Komunitas anak muda di Banda Aceh mulai terlibat dalam kegiatan konservasi. Kesadaran anak muda merawat lingkungan terus dipupuk, karena merekalah pengganti generasi sebelumnya, merekalah yang akan mewarisi alam.
Anak tukik lekang itu perlahan turun dari telapak tangan Regita (20). Kaki mungilnya meninggalkan jejak di pasir yang basah di Pantai Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Senin (21/2/2022) sore. Saat tukik itu berusaha menggapai laut, ombak datang lebih cepat menyambarnya. Anak penyu itu pun berada dalam pelukan samudra.
Regita semringah menyaksikan anak penyu itu memperoleh kehidupan baru. ”Penyu adalah satwa yang terancam punah, makanya harus dilindungi,” ujar Regita, mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, itu.
Hari itu, puluhan anak milenial dari beberapa kampus dan komunitas di Banda Aceh memadati Pantai Lhoknga dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional. Mereka membersihkan pantai dari sampah dan melepaskan anak tukik ke laut.
Kegiatan itu diadakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Seulanga Aceh dengan didukung Bank Indonesia Wilayah Aceh, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh.
Baca juga : Anak Muda Peduli Lingkungan
Regita menuturkan, perburuan telur penyu dan sampah plastik menjadi ancaman besar terhadap keberlangsungan hidup penyu. Sampah-sampah yang dibuang ke laut mengotori ekosistem laut sehingga mengancam kehidupan biota di dalamnya.
Regita dan teman-teman di kampusnya pun sering terlibat dalam gerakan bersih pantai atau tanam pohon. Alasan pertamanya sederhana, karena dia suka bermain di pantai. ”Kalau pantai kotor saya tidak bisa menikmati. Karena itu, saya tergerak untuk terlibat membersihkan pantai,” kata Regita.
Bukan hanya Regita, Hafidh Akbar (21), mahasiswa anggota Generasi Baru Indonesia (Genbi), juga kerap terlibat dalam aksi memelihara lingkungan. Karena itu pula, Hafidh terpilih sebagai duta lingkungan di Aceh Barat.
Rasa malu membuang sampah sembarangan ditanamkan sejak usia kanak-kanak oleh sang ibu.
”Kami memiliki kebun di rumah. Ibu mengajarkan saya menanam pohon. Pendidikan cinta lingkungan diajarkan Ibu sejak saya kecil,” kata Hafidh.
Baca juga : Mengupayakan Sinergi Konservasi Penyu dengan Aspek Budaya
Rasa malu membuang sampah sembarangan ditanamkan sejak usia kanak-kanak oleh sang ibu. Kebiasaan kecil, seperti mengurangi sampah plastik, pun dia terapkan sampai sekarang.
Bentuk komunitas
Kaum milenial mayoritas lebih kreatif dan suka kegiatan bersifat hiburan. Biasanya setelah mengikuti aksi lingkungan, mereka akan mengunggahnya ke media sosial. Dengan demikian, kampanye kian masif.
Di Aceh semakin banyak komunitas anak muda yang bergerak di isu lingkungan. Beberapa lembaga swadaya masyarakat juga membentuk sayap organisasi berisi anak milenial. Mereka diberikan ruang kampanye di media sosial dengan membuat konten kreatif-edukatif, seperti podcast dan infografis.
Program Manager Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (Haka) Crisna Akbar menuturkan, keterlibatan anak muda membuat pola kampanye kian menarik.
Isu lingkungan disusupkan dalam setiap aktivitas anak muda, misalnya saat perayaan Hari Badak, komunitas mural diajak menggambar badak. Pendekatan kampanye dengan pola tersebut membuat kaum milenial banyak terlibat.
Yayasan Haka juga merekrut sarjana muda untuk dilatih dengan isu konservasi. Seusai pelatihan, mereka ditempatkan ke desa kawasan hutan untuk mendampingi warga. Mereka diminta menyusun program pengembangan ekonomi warga di kawasan hutan.
”Ternyata banyak ide menarik dari mereka. Misalnya, mereka membuat hutan pemuda agar pemuda desa punya penghasilan,” kata Crisna.
Crisna menambahkan, pelibatan pemuda dalam aksi konservasi merupakan bagian dari kaderisasi. ”Kami berharap diskusi di warung kopi mulai dihiasi isu konservasi,” katanya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh juga merekrut anak-anak milenial dengan cara membuka sekolah lingkungan. Selama enam bulan mahasiswa dibekali pengetahuan dan kemampuan advokasi persoalan lingkungan.
Aktor-aktor pembela lingkungan harus disiapkan dari sekarang agar saat aktivis tua pensiun ada penggantinya.
Direktur Walhi Aceh Ahmad Sholihin mengatakan, sekolah lingkungan dibuka sebagai wadah kaderisasi untuk melahirkan generasi cinta lingkungan. Aktor-aktor pembela lingkungan harus disiapkan dari sekarang agar saat aktivis tua pensiun ada penggantinya.
Sholihin berharap saat para peserta sekolah lingkungan itu lulus dan bekerja di mana saja, isu penyelamatan lingkungan menjadi perspektif dalam kebijakan atau aktivitasnya.
Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh punya cerita lain. FJL Aceh merekrut pers kampus untuk dididik menjadi jurnalis lingkungan. Para jurnalis kampus memang memiliki minat untuk menjadi jurnalis profesional, tetapi pada umumnya mereka belum pernah mendapatkan pengetahuan lingkungan.
Baca juga : Menanti Revisi Undang-Undang Konservasi
Sekretaris FJL Aceh Cut Nauval menuturkan, pihaknya baru saja merekrut sembilan jurnalis kampus untuk disiapkan sebagai jurnalis lingkungan. Mereka dilatih selama enam bulan dengan beragam materi konservasi, seperti pengetahuan tentang hutan, satwa lindung, urban, dan kelautan.
”Mereka ini calon jurnalis. Namun, kami menginginkan saat jadi jurnalis, mereka punya ketertarikan pada isu lingkungan,” ujar Nauval.
Menurut dia, tidak banyak jurnalis lokal yang peduli pada isu lingkungan, padahal banyak masalah lingkungan yang harus diangkat oleh media. ”Mungkin isu politik dan kriminal lebih banyak pembaca daripada isu lingkungan. Namun, persoalan lingkungan perlu diangkat,” katanya.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Agus Arianto menyatakan rasa bahagianya melihat banyak anak muda yang mau terlibat dalam acara pelepasan penyu dan pembersihan pantai. Aksi tersebut menjadi kampanye melindungi penyu dan menjaga ekosistem laut.
”Populasi penyu kritis karena diburu manusia dan dimakan hewan predator. Semoga pelepasan 130 anak penyu ini menambah populasi,” kata Agus. Kaum milenial harus menjadi bagian kampanye dan aksi menjaga lingkungan sebab merekalah yang mewarisi alam.