Penanganan Pandemi, Data Pusat dan Daerah Belum Sinkron
Perbedaan data antara pusat dan daerah masih jadi masalah dalam percepatan penanganan pandemi Covid-19. Sinkronisasi data perlu terus dilakukan agar program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi lebih tepat.
Oleh
JUMARTO YULIANUS, EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perbedaan data antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih jadi masalah dalam percepatan penanganan pandemi Covid-19. Sinkronisasi data perlu terus dilakukan agar program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi lebih tepat.
Masalah perbedaan data dalam penanganan pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang mengemuka dalam Diskusi Terbatas Afternoon Coffee Kompas Collaboration Forum-City Leaders Community #APEKSInergi dengan tema ”Strategi Penanganan Pandemi Pusat dan Daerah” yang diadakan secara virtual, Jumat (25/2/2022).
Diskusi terbatas itu dihadiri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal ZA, Wali Kota Bogor yang juga Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya Sugiarto, dan wali kota dari sejumlah daerah di Indonesia.
Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah menyampaikan, ada berbagai tantangan dan dinamika selama hampir dua tahun menghadapi pandemi Covid-19. Hal ini terutama berkaitan dengan data penanganan pandemi, masih butuh sinergi lebih antara pusat dan daerah.
”Kami sekarang kesulitan memverifikasi perbedaan data karena data vaksinasi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) dengan data pemkot itu berbeda,” katanya.
Sebagian warga yang ikut vaksinasi yang diselenggarakan TNI ataupun Polri tidak terdata di pemkot. Meskipun sudah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Kesehatan masih saja belum membuahkan hasil. ”Saya pikir kita perlu sama-sama memperbaiki data vaksinasi,” ujarnya.
Arief juga menyoroti data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang tidak bisa dipublikasikan saat itu juga atau real time. Padahal, data itu sangat diperlukan untuk membuat program dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Akhirnya, saat harus menyusun program, pemkot tidak punya data real time mengenai kondisi perekonomian, masalah sosial, dan sebagainya dari BPS.
”Pengalaman pandemi dua tahun ini harus menjadi pembelajaran bahwa sinergisitas antara pemkot dan pusat, juga dengan semua pemangku kepentingan serta media menjadi keniscayaan bersama,” katanya.
Safrizal ZA mengakui bahwa masih ada perbedaan data dalam penanganan pandemi Covid-19 sampai saat ini. ”Saat ini masih ada kira-kira 2-3 persen selisih antara data yang diunggah dan data yang diumumkan,” ujarnya.
Menurut Wakil Ketua Satuan Tugas Nasional Penanganan Covid-19 itu, selisih data terjadi karena pengunggahan sebagian data dari daerah tertunda. Hal itu bisa terjadi karena pasokan listrik dan sinyal di suatu daerah belum lancar. ”Selisih data itu sudah semakin tipis. Di awal pandemi selisihnya sampai 10-11 persen,” katanya.
Untuk perbedaan data vaksinasi, lanjut Safrizal, masih terjadi karena ada vaksinasi yang dilakukan berbasis kewilayahan dengan nomor induk kependudukan (NIK) dan vaksinasi berbasis pusat kesehatan. Beberapa instansi yang menyelenggarakan vaksinasi masih memasukkan data peserta vaksinasi di wilayah kerja instansi tersebut, bukan di daerah asal peserta vaksinasi.
”Kami sepakat dengan Kemenkes untuk melihat data vaksinasi berdasarkan instansi pelaksana ataupun berdasarkan NIK. Kalau sudah berdasarkan NIK, maka dihitung sebagai peserta vaksinasi di wilayah domisili yang bersangkutan, sekalipun ia divaksin di daerah lain,” tuturnya.
Satu data
Menurut Suharso Monoarfa, Bappenas akan mengampu satu data dan satu pusat data itu sedang dikerjakan. Data ke depan menjadi sangat penting dan penyederhanaan untuk penarikan data juga menjadi penting.
”Data tidak bisa lagi begitu beragam dan tidak bisa diinteroperabilitaskan. Tetapi, harus benar-benar data yang bisa dipakai oleh kementerian/lembaga sampai ke daerah dengan satu data yang sama dan sama bunyinya,” katanya.
Suharso mengatakan, Bappenas sedang menyiapkan siapa yang menjadi pengampu data, wali data, dan produsen datanya. Nanti akan ada pusat data nasional atau data center untuk menyederhanakan semua data, termasuk berbagai macam aplikasi.
”Data eror itu banyak sekali, terlebih dalam pemberian bantuan sosial. Karena itu, ke depan akan dibentuk register sosial yang akan mencakup kebutuhan data yang diperlukan dalam hal sosial dan ekonomi,” ujarnya.
Bima Arya Sugiarto mengatakan, sinergi dan kolaborasi antara pusat dan daerah adalah kunci untuk menghadapi pandemi. Tidak ada yang tidak bisa dilewati ketika sinergi dan kolaborasi terjadi.
”Tidak hanya Omicron, tetapi pemulihan ekonomi akan dijemput, dan masa depan pascapandemi akan diraih ketika ruang-ruang untuk sinergi dan kolaborasi itu bisa diciptakan,” katanya.