Masyarakat terdampak pembangunan tambang andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dinilai perlu mengetahui dampak pembangunan. Mereka perlu dilibatkan dalam pencarian solusi.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, berhak tahu dampak dan risiko pembangunan tambang andesit di lingkungan mereka. Setelah mengetahui dampaknya, warga juga perlu mengetahui solusi apa yang ditawarkan pemerintah untuk menekan kekhawatiran mereka terhadap kerusakan lingkungan di sekitarnya.
Hal itu diungkapkan Guru Besar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang, Sudharto P Hadi, saat dihubungi, Minggu (13/2/2022) malam. Dia menyebut, pembangunan di Wadas tidak bisa dilakukan dengan konsep bisnis seperti biasa (business as usual).
Dikatakan, pembangunan ini sebaiknya dilakukan dengan pendekatan pengembangan masyarakat (community development). Dengan pendekatan ini, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui dampak apa yang akan terjadi jika penambangan dilakukan.
”Dalam hal ini pemerintah hadir sebagai pemrakarsa sekaligus penyusun analisis mengenai dampak lingkungan juga memiliki kewajiban untuk menjelaskan itu semua secara terbuka,” katanya.
Menurut Rektor Undip periode 2010-2015 itu, penambangan bantu andesit yang digunakan untuk mendukung pembangunan Bendungan Bener akan menimbulkan perubahan ekosistem lingkungan hidup.
Saran saya, perlu adanya dialog antara pemerintah, warga, dan para ahli. Petakan titik-titik mata air yang berpotensi rusak dengan adanya pembangunan itu, kemudian cari solusinya dengan melibatkan warga.
Hal itu sejalan dengan kekhawatiran sebagian warga Wadas. Perubahan ekosistem lingkungan itu juga berpotensi berdampak pada kerusakan lingkungan yang dapat memicu terjadinya bencana dan terganggunya sumber mata air masyarakat.
”Saran saya, perlu adanya dialog antara pemerintah, warga, dan para ahli. Petakan titik-titik mata air yang berpotensi rusak dengan adanya pembangunan itu, kemudian cari solusinya dengan melibatkan warga,” imbuhnya.
Berdialog
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan DPR Desmon Junaidi Mahesa juga menyarankan Pemerintah Provinsi Jateng serta pelaksana proyek pembangunan kembali berdialog dengan warga, terutama yang menolak pembangunan. Pemerintah diminta memastikan kebutuhan lahan yang akan ditambang.
”Jika memang pembangunan cukup dilakukan di tanah warga yang pro-pembangunan saja, lakukan di situ saja. (Warga) Yang tidak mau tidak usah dibeli tanahnya, harusnya begitu,” kata Desmon di sela-sela kunjungannya ke Kepolisian Daerah Jateng, Jumat (11/2/2022).
Menindaklanjuti saran dari berbagai pihak, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berkunjung ke Desa Wadas, Minggu siang. Di desa itu, Ganjar menemui warga yang kontra terhadap pembangunan.
”Ada tiga hal yang akan kami kerjakan setelah pertemuan ini. Pertama, kami akan melakukan evaluasi teknis. Kedua, metode pendekatan, dan ketiga terkait apa yang selama ini menjadi polemik, apakah yang pro atau kontra. Yang ketiga ini sepertinya kurang. Makanya, saya datang ke sini dan ingin mendengarkan secara langsung,” ucap Ganjar.
Dalam kesempatan itu, sejumlah warga sempat menyinggung perihal tuntutan pencabutan izin lokasi penambangan. Menurut Ganjar, hal itu masih akan dibahas secara teknis.
”Belum, itu masalah teknis yang harus kami bicarakan. Tidak sekadar bicara cabut atau tidak cabut, tapi itu teknis. Itu yang saya katakan, evaluasi teknis yang akan kami lakukan. Semua opsi masih ada peluang, makanya kami bicarakan,” ujarnya.