Kanker yang Katastropik
Pengobatan kanker perlu biaya besar, terutama jika terdiagnosis pada stadium lanjut. Selain deteksi dini dan akses pengobatan, asuransi dan jaring pengaman sosial diperlukan untuk menjamin pengobatan secara tuntas.
Kanker merupakan penyakit katastropik. Jika terlambat dideteksi, akan memerlukan biaya sangat besar dalam perawatan, bahkan bagi mereka yang memiliki asuransi kesehatan sekalipun. Hal itu karena terapi untuk kanker mahal, apalagi kalau sel kanker terus menyebar.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, kanker merupakan penyebab utama kematian kedua secara global. Tahun 2018 tercatat, ada sekitar 9,6 juta kematian, atau satu dari enam kematian disebabkan oleh kanker.
Kanker paru-paru, prostat, kolorektal, lambung, dan hati merupakan jenis kanker paling umum pada laki-laki. Sementara pada perempuan, umumnya kanker payudara, kanker kolorektal, paru-paru, serviks, dan tiroid.
Dampak ekonomi dari kanker signifikan dan terus meningkat. Total biaya ekonomi tahunan kanker di dunia pada 2010 diperkirakan mencapai 1,16 triliun dollar AS.
Kanker merupakan istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang menyerang berbagai bagian tubuh. Istilah lain ialah tumor ganas dan neoplasma. Salah satu ciri khas kanker ialah terbentuknya secara cepat sel-sel abnormal. Kemudian dapat menyerang ke bagian tubuh yang berdekatan dan menyebar ke organ lain. Penyebaran itu disebut metastasis dan menjadi penyebab utama kematian akibat kanker.
Baca juga: Delapan Zat Baru Karsinogen Pemicu Kanker yang Harus Diantisipasi
Penggunaan tembakau, alkohol, pola makan tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, dan polusi udara merupakan faktor risiko kanker. Infeksi hepatitis dan human papillomavirus (HPV) bertanggung jawab atas sekitar 30 persen kasus kanker di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.
Laman Mayo Clinic menyebutkan, ada berbagai pilihan pengobatan kanker yang bisa digunakan salah satu atau bersamaan. Yakni, kemoterapi atau penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel kanker, pembedahan untuk mengangkat kanker, terapi radiasi menggunakan sinar energi bertenaga tinggi, seperti sinar-X atau proton, untuk membunuh sel kanker.
Pilihan lain ialah imunoterapi atau terapi biologis, transplantasi sumsum tulang, terapi hormon, terapi target yang menggunakan obat untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker di bagian tubuh tertentu, krioablasi atau pembekuan dan pencairan untuk membasmi sel kanker, serta ablasi dengan frekuensi radio.
Baca juga: Atasi Kanker dengan Sel Imun
Data WHO, di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, sekitar 13 persen kanker yang didiagnosis pada tahun 2018 dikaitkan dengan infeksi karsinogenik, termasuk Helicobacter pylori, HPV, virus hepatitis B, virus hepatitis C, dan virus Epstein-Barr.
Deteksi dini
Menurut WHO, berkisar 30-50 persen kanker dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko dan menerapkan strategi pencegahan berbasis bukti. Beban kanker juga dapat dikurangi melalui deteksi dini kanker dan pengobatan serta perawatan yang tepat. Banyak kanker memiliki peluang penyembuhan yang tinggi jika didiagnosis dini dan diobati dengan tepat.
Sebagai contoh kanker payudara, kanker serviks, kanker mulut, dan kanker kolorektal memiliki tingkat kesembuhan tinggi jika terdeteksi dini dan diobati sesuai dengan praktik terbaik. Demikian juga seminoma testis, serta berbagai jenis leukemia dan limfoma pada anak-anak.
Masalahnya, kurang akses ke diagnosis dan pengobatan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Akibatnya, banyak kasus datang pada stadium lanjut sehingga perlu biaya besar untuk pengobatan.
Perawatan komprehensif dilaporkan tersedia di lebih dari 90 persen negara berpenghasilan tinggi. Sebaliknya, kurang dari 15 persen di negara berpenghasilan rendah.
Di awal pandemi, Februari 2020, WHO mengingatkan perlunya meningkatkan layanan kanker di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Menurut WHO, jika tren saat ini berlanjut, akan terjadi peningkatan 60 persen kasus kanker di dunia selama dua dekade mendatang.
Peningkatan terbesar kasus baru akan terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penyebabnya, negara-negara itu harus memfokuskan sumber daya kesehatan yang terbatas untuk memerangi penyakit menular dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Layanan kesehatan tidak dilengkapi fasilitas untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati kanker.
Jika tersedia akses pada deteksi, perawatan primer dan sistem rujukan, kanker dapat dideteksi sejak dini, diobati secara efektif dan disembuhkan.
Padahal, jika tersedia akses pada deteksi, perawatan primer dan sistem rujukan, kanker dapat dideteksi sejak dini, diobati secara efektif dan disembuhkan.
Ada sejumlah intervensi yang terbukti mampu mencegah kasus baru kanker. Hal itu, antara lain, pengendalian penggunaan tembakau yang bertanggung jawab atas 25 persen kematian akibat kanker, vaksinasi hepatitis B untuk mencegah kanker hati, vaksinasi HPV untuk mencegah kanker serviks, juga deteksi dini.
Juni 2020, WHO mengungkapkan, menurut hasil survei di 155 negara selama tiga minggu di bulan Mei, layanan pencegahan dan pengobatan penyakit tidak menular sangat terganggu akibat pandemi Covid-19. Selain layanan hipertensi, kardiovaskular, diabetes, layanan deteksi dini, dan pengobatan kanker juga terganggu. Hal itu karena daya, dana, dan tenaga banyak dialihkan untuk mengatasi Covid-19, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah.
Baca juga: Akses Pelayanan Pasien Kanker Perlu Ditingkatkan
Bagi penderita kanker, situasi pandemi semakin memberatkan. Perjalanan ke rumah sakit, kontrol, dan perawatan, selain berisiko paparan virus, juga makin memberatkan karena ada kalanya perlu tes Covid-19.
Dalam hal pembiayaan, jika seluruhnya dari kantong sendiri, akan sangat berat. Karena itu, penting adanya asuransi, setidaknya dengan premi terjangkau, seperti Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Meski demikian, tidak semua biaya ditanggung BPJS Kesehatan. Ada yang harus dibayar sendiri. Jika penyakit berlarut-larut dan biaya pengobatan yang ditanggung sudah sangat besar melebihi pagu tertentu, pertanggungan asuransi sosial itu akan terhenti.
Hal sama terjadi pada peserta asuransi komersial. Selain premi cukup besar, ada pagu pertanggungan per tahun. Jika terlampaui, peserta harus menanggung sendiri. Premi juga bisa meningkat di tahun-tahun berikutnya.
Di banyak negara Eropa, asuransi sosial menanggung pembiayaan. Sementara di Amerika Serikat yang condong pada asuransi komersial, banyak penderita kanker tidak mampu menebus obat karena tidak mampu iur bayar, atau asuransi tidak menanggung.
Beruntung ada sejumlah lembaga nonprofit yang bisa membantu, seperti NeedyMeds yang menghubungkan penderita ke sejumlah program yang menyediakan bantuan pengobatan, transportasi, dan perawatan. Lembaga bantuan itu antara lain CancerCare, Co-Payment Assistance Foundation, PAN Foundation, dan HealthWell Foundation. Sejumlah produsen obat memiliki program yang memberikan potongan harga obat. Pemerintah AS juga menyediakan Medicare, Medicaid, dan program lain bagi warga yang memenuhi syarat.
Di Indonesia, ada Yayasan kanker Indonesia yang memiliki layanan sosial, seperti program deteksi dini, program santunan sitostatika dengan kriteria tertentu, bantuan biaya iur bayar radiasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo, dan operasi bagi pasien kanker kurang mampu. Juga menyalurkan obat sitostatika dengan harga dasar. Ada pula lembaga nonprofit lain, misalnya Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia dan Yayasan Kanker Anak Indonesia yang menyediakan dukungan pengobatan, transportasi, dan rumah singgah bagi orangtua dari anak-anak penderita kanker.
Yang pasti, sangat penting ada jaring pengaman sosial bagi penderita penyakit katastropik. Semua orang layak mendapat pengobatan hingga tuntas. Itulah inti kemanusiaan.