Akademi Jakarta Menyuarakan Pentingnya Nalar Kritis
Akademi Jakarta mengajukan sejumlah rekomendasi dari hasil diskusi sepanjang 2021. Rekomendasi itu menekankan pentingnya mengarusutamakan kemampuan bernalar kritis.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akademi Jakarta mengajukan sejumlah rekomendasi untuk menggiatkan kemampuan berpikir kritis masyarakat. Hal ini dinilai penting untuk menganalisis dengan cermat berbagai kebijakan yang akan berdampak bagi publik.
Menurut Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma, di Jakarta, Jumat (28/1/2022), rekomendasi itu merupakan respons terhadap berbagai isu di bidang pendidikan, lingkungan hidup, sosial, politik, dan ekonomi. Sebagai contoh, pengelolaan sumber daya alam yang eksploitatif dan masalah intoleransi.
Benang merah dari isu-isu tersebut dinilai berakar dari melemahnya kemampuan publik untuk berpikir kritis. Tanpa pikiran kritis, masalah-masalah itu berpotensi dipahami sebagai hal wajar.
Di bidang pendidikan, Akademi Jakarta merekomendasikan agar pendidikan yang menajamkan kesadaran kritis, kecerdasan inovatif, dan pemanfaatan sumber daya budaya diberlakukan untuk memecahkan masalah lokal hingga global. Rekomendasi di bidang lingkungan ialah mendorong kebijakan ekologis berbasis kearifan lokal yang didukung sains dan teknologi.
Pada bidang ekonomi, Akademi Jakarta merekomendasikan agar ekonomi berbasis partisipasi masyarakat. Di bidang politik, Akademi Jakarta mendesak agar fungsi partai politik dipulihkan sebagai saluran aspirasi rakyat dan wahana pendidikan politik. Sementara itu, di bidang sosial, wacana memperbanyak ruang publik yang mendukung interaksi lintas budaya direkomendasikan.
”Akademi Jakarta mendesak perubahan menyeluruh di bidang pendidikan, mulai dari tingkat paling dini hingga pendidikan tinggi, lingkungan hidup, kehidupan sosial, politik, dan ekonomi,” ucap anggota Akademi Jakarta, Afrizal Malna.
Rekomendasi tersebut disusun dari puluhan diskusi Akademi Jakarta bersama pakar dari berbagai bidang sepanjang 2021. Rekomendasi itu ditujukan ke publik hingga penyelenggara negara.
Akademi Jakarta mendesak perubahan menyeluruh di bidang pendidikan, mulai dari tingkat paling dini hingga pendidikan tinggi, lingkungan hidup, kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.
Rekomendasi ini dipandang sebagai kontribusi pemikiran para seniman dan budayawan di Akademi Jakarta. Menurut Seno, pengertian kebudayaan tidak sempit dan terbatas hanya pada kesenian. Kebudayaan juga berkaitan dengan kondisi sosial, politik, hingga ekonomi masyarakat.
”Kelima bidang ini (pendidikan, lingkungan hidup, sosial, politik, ekonomi) menunjukkan wajah kebudayaan Indonesia,” katanya.
Adapun Akademi Jakarta merupakan dewan seniman dan budayawan yang dibentuk Dewan Kesenian Jakarta. Akademi Jakarta diresmikan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1970.
Pendidikan seni
Di sisi lain, pendidikan seni dinilai dapat melatih kepekaan siswa dan kemampuan berpikir kritis. Seni dapat membangun daya imajinasi, kreativitas, rasa memanusiakan manusia, serta mengolah naluri. Ini penting agar siswa dapat menyeimbangkan nalar, naluri, dan rasa dalam kehidupan. Seni pun dinilai perlu diajarkan secara serius di satuan pendidikan.
Anggota Akademi Jakarta Melani Budianta menambahkan, semua pihak mesti ikut serta membangun model pendidikan yang mendorong pemikiran kritis. ”Aktivis atau pegiat kampung juga bisa berpartisipasi dengan berkumpul dan mendiskusikan isu yang muncul (di masyarakat). Semua pemangku kepentingan mesti ambil bagian,” ucapnya.
Adapun seni penting karena berkaitan dengan budaya sehari-hari. Psikolog sosial dari Pusat Kajian Representasi Sosial Indonesia, Risa Permanadeli, mengatakan, seni berkaitan dengan pengalaman masa lalu yang dialami seniman dan pengalaman kolektif masyarakat setempat. Lebih lanjut, seni adalah sarana mempelajari masa silam, merefleksikan masa kini, dan menyiapkan masa depan (Kompas.id, 13/7/2018).