Antisipasi Lonjakan Kasus, Perlindungan Diperkuat pada Kelompok Rentan
Kasus Covid-19 terus meningkat seiring dengan meluasnya penularan varian Omicron. Kewaspadaan perlu ditingkatkan, terutama pada kelompok rentan, seperti lansia dan masyarakat dengan penyakit penyerta.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Strategi penanganan yang disiapkan pemerintah untuk mengantisipasi gelombang ketiga akibat penularan varian Omicron akan berbeda dari tahun sebelumnya. Upaya perawatan di rumah sakit kini akan diutamakan pada masyarakat kelompok rentan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Jakarta, Kamis (27/1/2022), mengatakan, masyarakat diharapkan bisa bersiap untuk menghadapi penambahan kasus Covid-19 yang signifikan. Hal tersebut berdasarkan sifat penularan varian Omicron yang lebih cepat serta sudah banyak ditemukan transmisi lokal dari varian tersebut.
”Jadi kita tidak perlu kaget kalau kasus Covid-19 akan naik cepat dan tinggi. Namun, kita tetap waspada sekalipun varian ini memiliki tingkat fatalitas yang lebih rendah. Pasien yang masuk ke rumah sakit dan wafat lebih rendah,” ujarnya.
Terkait dengan kapasitas tempat tidur di rumah sakit juga kini masih mencukupi. Dari 70.641 tempat tidur yang tersedia, keterisian yang tercatat sebanyak 7.688 tempat tidur. Untuk tempat tidur ICU yang tersedia sebanyak 8.084 tempat tidur dengan keterisian sebanyak 432 tempat tidur.
Kementerian Kesehatan mencatat data kumulatif kasus varian Omicron per 26 Januari 2022 di Indonesia sebanyak 1.988 kasus. Dari jumlah itu, 854 kasus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Sebanyak 461 kasus diketahui tanpa gejala (asimtomatik), 334 kasus dengan gejala ringan, 54 kasus dengan gejala sedang, dan 5 kasus dengan gejala berat.
Jadi, kita tidak perlu kaget kalau kasus Covid-19 akan naik cepat dan tinggi. Namun, kita tetap waspada sekalipun varian ini memiliki tingkat fatalitas yang lebih rendah.
Budi menuturkan, sifat penularan varian Omicron yang relatif lebih ringan juga akan mengubah strategi perawatan di rumah sakit. Pasien yang dirawat di rumah sakit akan diutamakan pada pasien dengan gejala sedang dan berat.
Sementara bagi pasien tanpa gejala dan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri ataupun isolasi terpusat yang dapat memberikan layanan kesehatan melalui perawatan jarak jauh (telemedik). Kebutuhan obat pun bisa diakses melalui layanan jarak jauh tersebut.
Ketua Kelompok Kerja Infeksi Pengurus Pusat Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan mengatakan, warga perlu waspada pada gejala khas dari penularan varian Omicron. Gejala khas dari varian ini ialah batuk, tenggorokan nyeri, dan tenggorokan kering. Apabila gejala tersebut mulai dirasakan, pemeriksaan lebih lanjut perlu segera dilakukan.
”Jadi, tidak selalu demam. Jangan menunggu demam. Kalau sudah ada sakit tenggorokan, terutama ada riwayat kontak dengan pasien Omicron, segera periksakan diri. Jika positif dengan gejala ringan atau tanpa gejala tanpa penyakit penyerta, cukup dirawat dengan isolasi mandiri,” ucapnya.
Direktur Utama RS Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Mohammad Syahril menuturkan, sebagai upaya mitigasi penanganan pasien Covid-19, terutama pada pasien dengan varian Omicron, perawatan di rumah sakit akan diutamakan pada pasien usia lanjut dan pasien dengan komorbid (penyakit penyerta). Itu diperlukan karena dari kasus yang dirawat di rumah sakit dengan derajat berat sebagian besar merupakan kelompok usia lanjut serta memiliki penyakit penyerta, seperti hipertensi, diabetes, dan jantung.
Dari data per 26 Januari 2022 memperlihatkan pula bahwa tiga kasus kematian akibat Covid-19 dengan varian Omicron merupakan kelompok masyarakat usia lanjut, yakni M (64 tahun), MS (54 tahun), dn KSK (78 tahun). Ketiga kasus tersebut memiliki komorbid, seperti diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, hipertensi, dan obesitas.
Syahril menambahkan, pemberian vaksin penguat atau booster juga penting untuk memperkuat perlindungan masyarakat dari penularan varian Omicron. Sifat lain dari varian Omicron ialah mampu menghindari antibodi yang sudah terbentuk di dalam tubuh. ”Jadi, dengan booster ini akan memberikan tambahan agar antibodi bisa semakin kuat,” ucapnya.
Meski begitu, Budi menyampaikan, vaksinasi dosis primer tetap lebih baik diutamakan dibandingkan dengan orang yang belum mendapatkan vaksinasi. Upaya percepatan harus terus dilakukan untuk memperluas cakupan vaksinasi. Sejumlah daerah pun kini masih memiliki cakupan vaksinasi yang rendah.
Dari data Kementerian Kesehatan, cakupan vaksinasi dosis lengkap di Indonesia mencapai 60,92 persen dengan total 126,8 juta orang. Akan tetapi, cakupan tersebut tidak merata. Cakupan vaksinasi Covid-19 dosis lengkap di DKI Jakarta tercatat mencapai 119,5 persen dan Bali sebesar 100,4 persen, sementara cakupan vaksinasi di Papua baru sebesar 21,8 persen dan Maluku sebesar 34,4 persen.
Pada kelompok rentan, seperti lansia, cakupannya juga belum optimal. Dari target 21,5 juta lansia yang harus divaksinasi, cakupan yang mendapatkan vaksinasi dosis primer sampai dosis kedua baru mencapai 47,4 persen.