Perahu Era Viking Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda
UNESCO menetapkan perahu layar kayu dari era Viking sebagai warisan budaya tak benda. Perahu ini dulu digunakan untuk berdagang serta berperang.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·2 menit baca
ROSKILDE, RABU — Perahu layar kayu bangsa Nordic yang kerap disebut clinker ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO. Upaya melestarikan tradisi pembuatan perahu era Viking ini diharapkan berlanjut.
UNESCO menetapkan perahu tersebut sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) pada Desember 2021. Adapun clinker diajukan sebagai WBTB oleh Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, dan Swedia. Ini merupakan WBTB pertama yang diajukan bersama oleh seluruh wilayah Nordic.
Penetapan WBTB diharapkan memperkuat pelestarian dan perlindungan tradisi pembuatan perahu era Viking tersebut. Hal ini mengingat jumlah perajin perahu yang semakin sedikit. Kepala galangan kapal di Museum Kapal Viking di Roskilde, Denmark, Sølen Nielsen mengatakan, hanya ada 20 perajin clinker di Denmark. Ia memperkirakan ada sekitar 200 perajin perahu di Eropa utara.
”Kami bisa melihat bahwa keterampilan membuat perahu, melayarkannya, hingga pengetahuan orang-orang yang berlayar perlahan menurun, kemudian hilang,” ucap Nielsen, Minggu (23/1/2022).
Clinker merupakan perahu kayu terbuka dengan panjang 5 meter-10 meter. Perahu tersebut dulu digunakan bangsa Nordic untuk mencari ikan, berdagang, sebagai alat transportasi, serta digunakan juga untuk berperang. Nielsen menambahkan, ada sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa teknik pembuatan clinker pertama kali muncul beberapa ribu tahun lalu di zaman perunggu.
Bangsa Nordic disebut telah membuat clinker selama dua milenium dengan teknik dasar yang sama. Papan-papan kayu disusun tumpang tindih lalu diikat ke tulang utama yang terbuat dari kayu. Pengikatan bisa menggunakan tali ataupun paku. Adapun sebutan clinker berasal dari bunyi saat papan-papan kayu diikat. Celah pada badan perahu diisi dengan tar atau lemak, kemudian dicampur dengan bulu binatang, lumut, atau wol.
Butuh waktu lama untuk menguasai teknik dan pengetahuan pembuatan perahu, yakni sekitar 10 tahun. Pada masa lampau, orang-orang umumnya berguru dan berlatih membuat perahu sejak kecil.
Menurut kurator di Museum Kapal Viking Roskilde, Triona Sørensen, kendati pembuatan perahu sudah berlangsung lama, puncak clinker terjadi di zaman Viking, yakni pada 793-1066. Itu adalah masa ketika orang Viking melakukan perampokan, kolonisasi, dan perdagangan skala besar ke seluruh Eropa hingga ke Amerika Utara.
”Jika tidak ada kapal, mungkin tidak akan ada era Viking,” ujar Sørensen. ”Ini (perahu) memungkinkan mereka memperluas cakrawala dan menjadi orang-orang yang lebih global,” tuturnya.
Kami bisa melihat bahwa keterampilan membuat perahu, melayarkannya, hingga pengetahuan orang-orang yang berlayar perlahan menurun, kemudian hilang.
Tradisi membuat clinker tidak hanya memuat pengetahuan lokal, tetapi juga tradisi sosial. Perahu yang selesai dibuat biasanya dibawa ke perairan, kemudian diberi nama dan diharapkan membawa keberuntungan. Orang-orang pun biasanya menyanyikan lagu tradisional selama berlayar dan mendayung.
Kini, fungsi clinker tidak lagi untuk mencari ikan dan berdagang. Perahu ini kini digunakan dalam perayaan tradisional, olahraga, dan lomba berlayar. (AP)