Terapi Hiperbarik Bisa Jadi Alternatif Pengobatan Komplikasi Covid-19
Terapi oksigen hiperbarik bisa menjadi alternatif untuk mengobati gejala sisa Covid-19 (”long Covid”). Terapi ini bertujuan meningkatkan kadar oksigen di dalam darah, jaringan, dan plasma.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KORNELIS KEWA AMA
Pasien Covid-19 sedang dirawat di salah satu rumah sakit di Kupang, Kamis (7/1/2021). Pasien Covid-19 butuh oksigen untuk membantu pernapasan.
JAKARTA, KOMPAS — Penyintas Covid-19 dapat mengalami sejumlah komplikasi medis berkepanjangan, di antaranya gampang lelah, sesak napas, batuk, jantung berdebar, dan nyeri sendi. Terapi oksigen hiperbarik bisa menjadi alternatif untuk mengobati gejala sisa yang disebut long Covid tersebut.
Terapi ini memberikan oksigen murni kepada penyintas Covid-19 di sebuah ruangan bertekanan tinggi. Tujuannya untuk meningkatkan kadar oksigen di dalam darah, jaringan, dan plasma.
”Memberikan efek sistemik dengan mengurangi keluhan sesak napas, batuk, dan gejala lain yang berujung pada pemulihan dalam waktu lebih cepat. Kondisi paru-paru juga akan lebih baik,” ujar praktisi pengobatan terapi oksigen hiperbarik sekaligus dokter di Rumah Sakit Bethsaida, Tangerang, Banten, Erick Supondha, dalam seminar daring ”Amazing Benefit Hyperbaric”, Selasa (25/1/2022).
Menurut Erick, sering kali penyintas Covid-19 menganggap masalah penyakit itu sudah selesai saat dinyatakan negatif. Padahal, dari berbagai penelitian, masih terdapat beragam gejala lanjutan. Hal ini bisa terjadi pada eks pasien Covid-19 bergejala ringan hingga berat.
Kompas
Strategi Penanganan Penyintas Covid-19
”Mereka biasanya menganggap fatigue (kelelahan) yang dialami biasa saja. Namun, setelah diperiksa, ternyata background-nya pernah terpapar Covid-19. Gejalanya bisa berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Mungkin agak diabaikan oleh banyak pasien,” katanya.
Erick menjelaskan, berdasarkan data penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, pada 2021, ada 63,5 persen penyintas Covid-19 mengalami gejala medis menetap (long Covid). Gejala itu didominasi mudah lelah (36,50 persen), batuk (16,85 persen), serta nyeri otot dan sakit kepala (masing-masing 11,23 persen).
Tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Indonesia mencapai 4,12 juta kasus dari total 4,28 juta kasus terkonfirmasi positif atau sekitar 96 persen. Sementara tingkat kematiannya 3,4 persen.
”Jika mengacu pada data itu, terdapat 4,12 juta kasus sembuh, kurang lebih yang mengalami long Covid sebesar 63,5 persen sehingga cukup banyak orang mengalami gejala lanjutan,” jelasnya.
Erick menyebutkan, setidaknya terdapat tiga kondisi utama yang dialami seseorang saat terinfeksi Covid-19, yaitu mengalami hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan tubuh), inflamasi, dan penurunan imunitas. Bahkan, jika mengenai sistem otak, berpotensi menyebabkan ensefalitis atau radang otak.
Sejumlah penyintas Covid-19 juga mengalami brainfog yang menyebabkan penurunan ingatan sehingga tidak fokus. Secara psikiatri, ada yang depresi. Gejala lainnya, denyut jantung berlebihan dan nyeri sendi.
Menurut Erick, terapi hiperbarik akan mengurangi edema pada jaringan. Pemenuhan oksigen di jaringan iskemia pun menjadi lebih banyak.
Asupan oksigen cukup besar menyebabkan kondisi jaringan normal kembali. ”Pemberian terapi ini juga bersifat menjadi anti-inflamasi sehingga efek jangka panjang, seperti badai sitokin, bisa teratasi dan berujung pada perbaikan jaringan tubuh,” ujarnya.
Wisata kesehatan
Selain menjadi alternatif pengobatan long Covid, terapi oksigen hiperbarik juga bisa dimanfaatkan untuk layanan lainnya, salah satunya dalam bidang penyelaman. Pemanfaatan layanan ini sangat dibutuhkan untuk mengembangkan wisata kesehatan di Tanah Air.
Kompas/Ferganata Indra Riatmoko
Beragam bentuk wahana digunakan untuk tempat pelestarian terumbu karang pada proyek Bio Rock di kawasan pantai Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali, Sabtu (28/10). Tempat tersebut juga menjadi salah satu daya tarik wisata bahari.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Kedokteran Wisata Kesehatan Indonesia (Perkedwi) Mukti E Rahadian mengatakan, wisata olahraga rekreasi penyelaman di sejumlah daerah di Indonesia semakin meningkat. Di Raja Ampat, Papua Barat, misalnya, terdapat sekitar 30.000 penyelam yang berwisata ke kawasan itu pada 2016.
”Hal ini perlu dukungan diversifikasi layanan kedokteran hiperbarik. Ini dari satu sisi aspek penyelaman saja. Kegunaan lainnya adalah menyelesaikan permasalahan beragam penyakit, seperti gangrene, patah tulang, dan penyakit dalam,” jelasnya.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rizki Handayani mengatakan, penyediaan fasilitas layanan terapi hiperbarik sangat dibutuhkan di sejumlah destinasi wisata selam, terutama di Indonesia bagian timur. Ketersediaan fasilitas ini sekaligus menjadi promosi untuk menunjukkan Indonesia menyiapkan layanan keselamatan bagi peselam.