87 Jemaah Umrah Positif Covid-19, 10 Orang di Antaranya ”Probable” Omicron Bergejala Ringan
Sebanyak 10 orang dari 87 jemaah umrah Indonesia yang terpapar Covid-19 berstatus ”probable” varian Omicron. Mereka menjalani isolasi terpusat. Beberapa di antaranya bergejala ringan, seperti batuk dan pilek.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
KOMPAS/ERIKA KURNIA
Koper bawaan calon jemaah umrah yang tidak jadi diberangkatkan menuju Arab Saudi di area check-in Terminal 3 Keberangkatan Internasional, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten. Kamis (27/2/2020), keberangkatan dibatalkan karena keputusan pemerintah Arab Saudi untuk mencegah penyebaran virus korona jenis baru.
JAKARTA, KOMPAS – Sebanyak 87 dari 414 orang jemaah umrah yang tiba di Indonesia, Senin (17/1/2022), terkonfirmasi positif Covid-19. Sebanyak 10 orang di antaranya probable varian Omicron.
Hal ini membuat kasus varian Omicron bertambah menjadi 1.161 kasus. Sejumlah 831 kasus merupakan pelaku perjalanan luar negeri. Mereka tiba dari sejumlah negara, di antaranya Arab Saudi sebanyak 147 orang, Turki 127 orang, Amerika Serikat 101 orang, Malaysia 75 orang, dan Uni Emirat Arab 63 orang.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyebutkan, jemaah yang positif Covid-19 telah menjalani isolasi. ”(Sepuluh kasus probable Omicron) ada yang bergejala ringan, seperti batuk dan pilek. Yang lainnya tidak bergejala,” ujarnya, Sabtu (22/1/2022).
Kompas
Infografik Bandara Asal dan Tujuan Jemaat Umrah Indonesia
Sampel 10 orang jemaah probable Omicron tersebut masih diperiksa. Menurut Nadia, dibutuhkan waktu sekitar lima hari untuk mengetahui hasilnya melalui pemeriksaan whole genome sequencing.
Sekitar 72 persen kasus Omicron di Indonesia sudah menerima vaksinasi lengkap (dosis pertama dan kedua). Sementara 3,4 persen baru mendapatkan vaksin dosis pertama.
”Pemerintah mengimbau masyarakat tidak melakukan perjalanan ke luar negeri jika tidak ada urgensinya. Sebab, risiko tertular sama di seluruh negara,” ujarnya.
Omicron lebih menular dibandingkan varian lainnya. Namun, belum dapat dipastikan peningkatan kasus yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir disebabkan oleh varian tersebut.
Vaksinasi disebutkan memberikan perlindungan sehingga gejala yang muncul saat terpapar Omicron cenderung bergejala ringan. ”Meskipun terjadi penurunan efikasi pada vaksin, sistem sel T masih memberikan perlindungan,” katanya.
Nadia menambahkan, dari 208,26 juta jiwa sasaran vaksinasi Covid-19 di Indonesia, hingga Sabtu cakupan vaksinasi telah mencapai 86,77 persen untuk dosis pertama dan 59,43 persen untuk dosis kedua. Artinya, sekitar 305 juta dosis vaksin telah disuntikkan sejak Januari 2021.
Kepala Puskesmas Kemingking Dalam dr Serli Ari Yuanita menyuntikkan vaksin Covid-19 pada warga di Desa Manis Mato, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Rabu (18/8/2021).
Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, kasus Covid-19 di Indonesia terus meningkat sejak awal Januari 2022. Terdapat penambahan 3.205 kasus baru, Sabtu. Jumlah itu naik tiga kali lipat dibandingkan kasus harian pada sepekan sebelumnya.
Mayoritas kasus berasal dari DKI Jakarta dengan 1.825 kasus, Jawa Barat 641 kasus, Banten 451 kasus, Jawa Timur 79 kasus, dan Bali 44 kasus. Total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 berjumlah 4,28 juta kasus dengan 16.692 kasus aktif.
Menurut Nadia, sebelum kasus pertama Omicron diumumkan pada 16 Desember 2021, telah terjadi peningkatan mobilitas masyarakat, seperti di lokasi wisata dan pusat perbelanjaan. ”Peningkatan mobilitas dan penurunan disiplin protokol kesehatan pasti berdampak pada peningkatan kasus. Sudah terlihat trennya,” ucapnya.
NINO CITRA ANUGRAHANTO
Antrean calon penerima vaksin Covid-19 yang terdiri atas aparatur sipil negara dalam pelaksanaan vaksinasi massal, di Kompleks Balai Kota Yogyakarta, Senin (22/3/2021). Kerumunan menjadi hal yang tak terhindarkan dalam pelaksanaan vaksinasi massal. Namun, penerapan protokol kesehatan selalu diupayakan.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, peningkatan kasus itu perlu diantisipasi. Langkah pencegahan mesti diperkuat sehingga laju penularan dapat ditekan.
”Tingkatkan tes dan deteksinya. Penambahan kasus (harian) ini perlu direspons dengan antisipasi dan penanganan yang lebih siap,” ujarnya.
Salah satunya, kesiapan rumah sakit mendukung perawatan pasien bergejala berat. Selain itu, pemerintah juga perlu menjamin ketersediaan obat dan oksigen untuk mengoptimalkan penyembuhan pasien.