Literasi Keamanan dan Etika Digital Perlu Diperkuat
Indeks literasi digital 2021 masih menunjukkan kecakapan literasi digital masyarakat di kategori sedang. Peningkatan pengguna internet yang tinggi di Indonesia perlu dibarengi dengan kecakapan literasi digital.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penguatan kapasitas literasi digital masyarakat masih harus terus dilakukan. Indeks literasi digital 2021 menunjukkan rata-rata kompetensi digital masyarakat Indonesia masih dalam kategori sedang dengan skor 3,49 dari angka maksimum 5,00. Literasi digital yang masih menjadi tantangan ada pada isu keamanan digital, etika digital, dan keterampilan digital. Sementara aspek budaya digital sudah baik.
Indeks literasi digital 2021 yang secara umum masih sedang tersebut dipaparkan dalam acara Peluncuran Survei Literasi Digital 2021 di Jakarta, Kamis (20/1/2022), kerja sama Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Katadata Insight Center. Survei ini berhasil mengumpulkan 10.000 responden berusia 13-70 tahun di 514 kabupaten/kota di 34 provinsi yang menggunakan internet dalam tiga bulan terakhir.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, masyarakat saat ini hyperconnected atau terkoneksi di dunia nyata dan dunia maya. Karena itu, butuh pola pikir dan kesadaran ruang digital yang terbuka sehingga tetap aman.
”Jadi, jangan kaget dengan ada kasus kebocoran data atau hacking. Perlu kesadaran digital masyarakat supaya bisa piawai beraktivitas di ruang maya seperti di ruang fisik,” jelas Semuel.
Penguatan kapasitas literasi digital, lanjut Semuel, dibutuhkan agar penetrasi internet yang tinggi bisa dijalankan dengan bijak dan tepat guna. Pandemi Covid-19 selama dua tahun ini menjadi pendorong percepatan transformasi digital nasional.
Panel Ahli Kadata Insight Center Mulya Amri mengatakan, indeks literasi digital dapat diakses publik di laman survei.literasidigital.id. Indeks ini mengukur cakap bermedia digital (digital skill), budaya digital, etika digital, dan keamanan digital. Ada informasi tentang akses dan penggunaan teknologi digital. Kepemilikan media sosial terbanyak adalah Whatsapp, Facebook, dan Youtube. Masyarakat mengakses media sosial di kisaran pukul 7-10 pada pagi hari dan pukul 7 -9 pada malam hari.
Mulya menyebutkan, yang menggembirakan dari indeks literasi digital adalah untuk budaya bermedia sosial (digital culture) hasilnya paling tinggi, mencapai 3,90. Hal ini terlihat dari, antara lain, masyarakat mampu mempertimbangkan perasaan orang lain yang berbeda agama, mempertimbangkan keragaman budaya, agama, dan usia di media sosial yang baik. Namun, masih ada ketidaktahuan dalam mencantumkan nama penulis asli saat repost.
Jangan kaget dengan ada kasus kebocoran data atau hacking. Perlu kesadaran digital masyarakat supaya bisa piawai beraktivitas di ruang maya seperti di ruang fisik.
Sementara kecakapan agar aman bermedia digital masih perlu diperhatikan. Adapun kesadaran mengatur siapa yang dapat melihat unggahan, menonaktifkan opsi posisi geografis/GPS, membuat password yang aman, hingga mengidentifikasi e-mail yang berisi spam/virus/malware masih banyak yang tidak pernah melakukan dan tidak tahu. Kalaupun pernah melakukan, itu dilakukan dengan bantuan orang lain.
Menurut Mulya, temuan lain yang penting diperhatikan salah satunya kemampuan mengidentifikasi hoaks yang harus lebih ditingkatkan sebab 45 persen responden tidak yakin dapat mengidentifikasi hoaks. Selain itu, hampir 12 persen responden mengaku pernah menyebarkan hoaks tanpa sengaja.
Ketika mendapat informasi yang kurang yakin tentang informasi, responden biasanya mengecek ke teman atau keluarga. Pada tahun 2021, masyarakat sudah mulai mencari sendiri ke internet. ”Ini tren positif,” kata Mulya.
Skor indeks literasi digital tahun 2021 ini sebenarnya meningkat dibandingkan dengan tahun 2020. Namun, peningkatannya hanya berkisar 0,03 poin, naik dengan perbaikan skor digital skill dan digital culture. Adapun untuk aspek keamanan digital dan etika digital masih perlu ditingkatkan.
Menurut Mulya, pemerintah perlu menaruh perhatian pada kelompok rentan dalam peningkatan literasi digital masyarakat. Perempuan, penduduk berpendapatan rendah, dan warga berpendidikan rendah butuh penguatan literasi digital. Sementara faktor pendidikan yang tinggi punya dampak baik pada tingginya indeks literasi digital.
Direktur Pemberdayaan Informatika Bonifasius Wahyu Pudjianto mengatakan, peningkatan penggunaan internet yang tinggi perlu disertai dengan pemanfaatan yang penuh tanggung jawab. Konten yang paling banyak di-take down adalah pornografi dan perjudian daring.
”Kalau cuma menanggulangi dampak negatif, tidak ada habisnya. Jadi, perlu penanggulangan secara sistematis. Karena itu, program literasi digital perlu untuk mengurangi konten negatif dan dampak negatif,” ujar Bonifasius.
Program gerakan literasi digital ditargetkan menyasar 50 juta warga pada tahun 2024. Pada tahun 2021, program ini diikuti 14,6 juta orang dari target 12,5 juta orang.