BKKBN meluncurkan kembali pil progestin, jenis KB untuk ibu menyusui. Ibu dapat menggunakan KB ini selama memberikan ASI eksklusif tanpa khawatir.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Salah satu upaya yang dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional untuk mempercepat penurunan tengkes adalah menggencarkan pemakaian kontrasepsi pascapersalinan. Namun, banyak kaum ibu ragu kontrasepsi itu akan memengaruhi air susu ibu dan menghambat pemulihan kesuburannya.
Karena itu, BKKBN meluncurkan kembali pil keluarga berencana (KB) progestin di Nganjuk, Jawa Timur, Rabu (19/1/2022). ”Pil KB progestin tidak menghambat ASI, tetapi justru mendukung pemberian ASI,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam sesi dialog dengan sejumlah akseptor KB dari beberapa provinsi.
Manfaat pil KB progestin ibu menyusui
Menyusui anak bagi ibu yang baru melahirkan sebenarnya sama dengan menggunakan metode kontrasepsi alami. Selama menyusui, peluang ibu untuk hamil ditekan. Namun, kelemahan kontrasepsi alami adalah sulit dikontrol dan dampaknya pada setiap orang berbeda. Karena itu, BKKBN mendorong ibu yang sudah melahirkan untuk menggunakan kontrasepsi modern.
Namun, penggunaan kontrasepsi modern pascapersalinan, termasuk pil, tidak mudah karena banyak ibu ragu kontrasepsi itu akan menghambat produksi air susu ibu (ASI) untuk bayi mereka. Selain itu, kaum ibu ragu, khususnya ibu muda yang baru memiliki anak satu, bahwa kesuburuan mereka akan lambat dipulihkan jika mereka ingin hamil atau memiliki anak lagi.
Ibu menyusui tidak diperbolehkan menggunakan pil KB kombinasi, pil KB yang umum digunakan untuk mencegah kehamilan, karena pil ini justru menghambat produksi ASI. Pil progestin dapat digunakan setelah 40 hari persalinan atau sesudah masa nifas dan bisa digunakan terus setidaknya sampai berhenti menyusui saat anak berumur 2 tahun.
Secara terpisah, Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina mengatakan, pil KB progestin sebenarnya sudah ada sejak tahun 1990-an. Namun, saat itu, informasi tentang pil yang juga disebut Exluton atau pil mini itu umumnya hanya dimiliki tenaga kesehatan. Pil hanya akan diberikan jika ibu yang baru melahirkan menginginkan untuk menggunakan kontrasepsi.
Kini, paradigma program KB telah berubah. Jika dulu KB dilakukan untuk mencegah kehamilan atau mengurangi jumlah anak, saat ini KB diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas keluarga dan kesehatan reproduksi perempuan. Selain itu, kaum perempuan kini juga bebas menentukan jenis kontrasepsi yang paling cocok sesuai kondisi tubuhnya.
Karena itu, lanjut Eni, BKKBN menyosialisasikan kembali pil KB progestin. Pil adalah alat kontrasepsi utama pilihan ibu Indonesia. Namun, nyatanya, hanya kurang dari seperempat pil KB progestin yang disediakan BKKBN pada 2020 untuk mendukung KB pascapersalinan terserap ke masyarakat.
Terganggunya produksi ASI masih jadi kekhawatiran banyak kaum ibu. ”Pil KB progestin ini tidak membuat gemuk. Namun, ibu yang mengonsumsi pil ini terkadang menstruasinya menjadi tidak teratur atau tidak keluar sama sekali. Namun, itu bukan masalah,” ujar Hasto, yang merupakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
Cara kerja pil progestin
Eni menambahkan, pil KB progestin ini bekerja dengan menghambat pembentukan jaringan endometrium dalam rahim yang disiapkan sebagai tempat bagi sel telur yang telah dibuahi sperma hingga terjadi kehamilan. Jika pembuahan sel telur itu tidak terjadi, jaringan endometrium di dalam rahim itu akan meluruh tiap bulannya hingga menjadi darah menstruasi.
”Mereka yang menggunakan pil progestin atau kontrasepsi suntik progestin, maka jaringan di dalam rahim itu tidak terbentuk sehingga terkadang tidak ada darah menstruasi yang keluar," katanya.
Bagi ibu muda yang masih memiliki anak satu, penggunaan pil KB progestin lebih disarankan karena proses pemulihan kesuburan mereka menjadi lebih cepat. Akan tetapi, kelemahan pil KB adalah membutuhkan kedisiplinan tinggi karena harus dikonsumsi setiap hari pada jam yang sama guna mengimbangi siklus hormon dalam tubuh.
”Jika terlupa, keesokannya mereka harus meminum jatah pil hari itu dan pil yang terlupakan. Keesokannya lagi, dia kembali minum pil secara normal, yaitu 1 butir per hari,” ujar Eni.
Dengan makin banyaknya pilihan bagi ibu menyusui untuk menggunakan kontrasepsi, Hasto berharap pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, menyusui hingga anak berumur dua tahun, dan jarak antarkehamilan bisa dilakukan. Ibu diharapkan hamil kembali 2-3 tahun setelah persalinan sebelumnya sehingga tumbuh kembang anak bisa lebih terperhatikan.
Melalui upaya ini, jumlah kasus balita tengkes di Indonesia diharapkan bisa lebih cepat ditekan. Prevalensi anak balita tengkes yang pada 2019 masih mencapai 27,7 persen ditargetkan bisa menjadi 14 persen pada 2024. Target ambisius ini harus dikejar karena tengkes membuat otak anak tidak berkembang, tinggi badan anak tidak bisa optimal, dan saat dewasa akan lebih mudah menderita berbagai penyakit degeneratif.