Wapres Soroti Angkatan Kerja Berpendidikan Tinggi yang Masih Rendah
Angkatan kerja saat ini masih didominasi lulusan SMA dengan proporsi sekitar 32 persen. Persentase lulusan pendidikan tinggi baru sekitar 10 persen sampai 12 persen.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·4 menit baca
BANGKALAN, KOMPAS — Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional Badan Pusat Statistik atau Sakernas BPS Tahun 2021, persentase penduduk yang menyelesaikan S-1 hingga S-3 pada 2021 meningkat 2,2 persen dibandingkan 10 tahun sebelumnya. Namun, angkatan kerja saat ini masih didominasi lulusan SMA dengan proporsi sekitar 32 persen.
Persentase lulusan pendidikan tinggi baru sekitar 10 persen sampai 12 persen dari 138 juta angkatan kerja pada 2020. ”Kita semua masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup berat untuk meningkatkan jumlah angkatan kerja berpendidikan tinggi,” ujar Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Orasi ilmiah pada acara wisuda angkatan ke-10 Sekolah Tinggi Agama Islam Syaichona Moh Cholil (STAIS) di Bangkalan, Jawa Timur pada Kamis (13/1/2022).
Dalam gelaran wisuda yang mengusung tema ”Tantangan STAIS Bangkalan dalam Mewujudkan Generasi Emas Berkarakter dan Berwawasan Global” ini, Wapres menyebut bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus mengembangkan SDM Indonesia hingga tercapai SDM unggul.
”Sungguh sebuah pekerjaan besar dan mulia yang harus kita wujudkan,” katanya.
Wapres Amin menegaskan, salah satu kunci keberhasilan dalam menciptakan SDM unggul adalah dengan kolaborasi. Pemerintah membutuhkan peran aktif lembaga pendidikan, termasuk dari kalangan pesantren, madrasah, dan sekolah tinggi untuk mencapai cita-cita tersebut.
Setidaknya ada lima tantangan utama bagi lembaga pendidikan tinggi untuk dapat berkontribusi secara konkret. Tantangan pertama adalah mendorong penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Kedua, terkait dengan pengembangan pendidikan berbasis teknologi digital yang harus bisa dimanfaatkan secara optimal, terutama pada masa pandemi.
Tantangan ketiga, memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan talenta serta mendorong kreativitas dan inovasi.
”Pemerintah telah membuka kesempatan untuk ’Merdeka Belajar’, sementara pendidikan tinggi harus responsif dan bijak dalam penerapannya. Implementasinya menuntut pendidikan tinggi untuk memperluas kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan seraya memanfaatkan kemajuan teknologi,” kata Wapres.
Adapun tantangan keempat berupa cara mengimplementasikan iptek sesuai konteks dan kearifan lokal. ”Saya mengenal STAIS yang terlahir dari lingkungan pondok pesantren. Tujuan kehadiran pondok pesantren pada hakikatnya untuk turut mencerdaskan dan meningkatkan kesejahteraan, khususnya bagi masyarakat di sekitar pondok,” tambahnya.
Tantangan kelima adalah memperluas jejaring kerja sama. Kerja sama ini bisa dilakukan dengan pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi profesi dan kemasyarakatan, dunia usaha dan industri, serta media, baik di dalam maupun di luar negeri. Seiring dengan terbukanya kolaborasi yang semakin luas, semakin terbuka pula wawasan global seluruh sivitas akademika.
Wapres juga menyinggung tentang aspek pandangan Islam tentang Iptek. Menurut dia, fondasi untuk meningkatkan ilmu pengetahuan adalah membaca. Namun, minat baca orang Indonesia sangat memprihatinkan. Menurut data UNESCO, hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang gemar membaca.
”Sementara kita sangat aktif di media sosial, nomor 5 di dunia. Ini harus kita perbaiki. Jangan sampai kita menjadi bangsa ’tong kosong nyaring bunyinya’,” ucap Wapres.
Penguasaan iptek juga harus diimbangi dengan penguatan keimanan, nasionalisme, dan akhlak mulia. Hal ini bertujuan agar pemanfaatan iptek benar-benar membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara dan tetap mampu menjaga identitas diri di tengah berbagai tantangan dunia modern.
UMKM halal
Melalui program pengabdian masyarakat, Wapres mendorong STAIS dapat menerjunkan tenaga pengajar ataupun mahasiswa agar terlibat dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti pendampingan UMKM halal.
”Saya melihat potensi Kabupaten Bangkalan sangat besar, mulai dari pertanian, perikanan dan kelautan, industri batik, hingga wisata halal. Apabila terus dikembangkan, potensi daerah Bangkalan dapat memberikan sumbangsih nyata dalam mencapai visi Indonesia pusat industri halal dunia pada tahun 2024,” ungkap Wapres.
Menurut Ketua STAIS RKH Moh Nasih Aschal, keberadaan STAIS tidak bisa dilepaskan dari sosok Syaichona sebagai salah satu mahaguru yang melahirkan para alim dan ulama serta pahlawan nasional.
Sosok Syaichona juga menjadi muara jejaring ulama dan santri Nusantara, penguat nasionalisme di kalangan pesantren, peletak dasar nilai-nilai Islam yang moderat, serta penentu lahirnya Jamiyah Nahdlatul Ulama. ”Keberadaan Beliau menjadikan Bangkalan sebagai episentrum ilmu di Nusantara,” tambahnya.
Pengembangan selanjutnya, STAI Syaichona Moh Cholil dalam proses pengusulan menjadi Institut Agama Islam Syaichona Moh Cholil dengan penambahan beberapa program studi baru. STAIS memiliki lahan seluas 2,6 hektar di Jalan Raya Mertajasah Ujung Piring Martajasah Bangkalan yang akan dibangun secara besar-besaran pertengahan 2022.
”Pengembangan perguruan tinggi ke depan juga dalam rangka mencapai misi kami untuk menyelenggarakan pendidikan yang unggul dengan berbasis nilai-nilai pondok pesantren,” ujarnya.